Lidah buaya (Aloe vera) adalah tanaman sukulen dengan daun tebal dan berdaging, termasuk dalam famili Asphodelaceae. Tanaman ini berasal dari Afrika Utara dan Jazirah Arab, kemudian menyebar ke berbagai wilayah tropis dan subtropis di dunia. Menurut Ananda dan Zuhrotun (2017), gel lidah buaya mengandung sekitar 98,5% air dan 1,5% senyawa aktif seperti vitamin, mineral, enzim, polisakarida, dan asam organik. Komposisinya menjadikan tanaman ini memiliki banyak khasiat seperti antibakteri, antivirus, serta manfaat kesehatan lainnya. Di Indonesia, lidah buaya banyak dibudidayakan terutama di Kalimantan Barat dan telah dimanfaatkan secara luas untuk berbagai obat tradisional, kosmetik, serta bahan pangan.
Seiring meningkatnya kebutuhan pasar, lidah buaya tidak hanya diolah sebagai tanaman segar, tetapi juga diproses menjadi produk bernilai tambah seperti minuman, makanan, hingga kosmetik. Salah satu produk yang populer adalah jelly lidah buaya. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, dibutuhkan rangkaian kegiatan on farm dan off farm yang sistematis, mulai dari budidaya, panen, pengolahan, hingga pemasaran.
Proses On Farm dan Off Farm dari Hulu ke Hilir Pengolahan Lida Buaya Hingga Menjadi Produk Jelly
1. Karakteristik dan Budidaya Tanaman Lidah Buaya (On Farm Hulu)
Lidah buaya memiliki daya adaptasi tinggi sehingga dapat tumbuh di dataran rendah hingga tinggi. Tanaman ini membutuhkan tanah subur, gembur, kaya bahan organik, serta memiliki pH tanah ideal antara 5,5–6,0. Akar yang pendek membuat tanaman membutuhkan tanah gembur dengan aerasi baik. Tanah gambut dengan pH rendah cocok untuk tanaman ini, namun tetap membutuhkan penambahan pupuk kandang atau abu untuk meningkatkan hasil panen. Saat proses penanaman, tanah perlu dicangkul atau dibajak, dibuat bedengan, dan disiapkan lubang tanam berukuran 20 x 20 x 20 cm dengan jarak tanam sekitar 50 cm. Bibit diperoleh melalui perbanyakan vegetatif dengan memisahkan tunas tanaman induk, kemudian ditanam dalam polybag selama 1,5–3 bulan sebelum dipindah ke lahan utama.
2. Teknik Penanaman dan Pemeliharaan
Penanaman bibit harus dilakukan pada kedalaman yang tepat untuk mencegah kerusakan akar dan daun. Selama pertumbuhan, lidah buaya memerlukan pasokan air cukup, terutama pada musim kemarau. Pemupukan berkala dengan dosis sesuai usia tanaman menjadi faktor penting agar pertumbuhan vegetatif optimal, karena bagian daun merupakan komponen yang dipanen. Tanaman lidah buaya di tanah berpasir cenderung menghasilkan gel lebih sedikit, sehingga media tanam perlu ditingkatkan kualitasnya dengan pupuk organik. Rotasi penanaman dan pengendalian hama juga menjadi bagian pemeliharaan penting.
3. Panen Lidah Buaya (On Farm Hilir)
Tanaman lidah buaya umumnya siap dipanen pada usia 10–12 bulan. Pelepah daun yang ideal memiliki panjang 40–70 cm dan berat 0,60–1,40 kg. Panen dilakukan secara bertahap sesuai perkembangan masing-masing tanaman, dengan teknik merobek atau memotong pangkal daun menggunakan pisau tajam untuk menghindari kerusakan daging daun. Setelah dipanen, pelepah lidah buaya dicuci dan direndam untuk menghilangkan getah kuning (aloin) serta kotoran yang menempel.
4. Pengolahan Lidah Buaya Menjadi Produk Jelly (Off Farm Hulu)
Proses pengolahan dimulai dengan persiapan alat dan bahan seperti blender, gula, gelatin, dan daging lidah buaya. Daging lidah buaya dihaluskan bersama gula, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Gelatin ditambahkan sesuai kebutuhan untuk membentuk tekstur jelly. Setelah tercampur homogen, adonan dituangkan ke dalam wadah dan dibiarkan dingin hingga mengental. Tahap ini merupakan proses transformasi lidah buaya menjadi produk pangan dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
5. Pengemasan dan Pemasaran Produk Jelly (Off Farm Hilir)
Pengemasan merupakan tahap akhir yang menentukan daya jual produk. Kemasan jelly lidah buaya harus memenuhi unsur fungsional, estetika, dan keamanan pangan. Bahan kemasan yang direkomendasikan meliputi plastik PET atau kaca food grade yang kedap udara dan tahan lembap. Desain label harus informatif, tahan air, dan sesuai standar BPOM (Amallynda dan Kharisma, 2021). Selain itu, Endartiwi dan Arini (2021), menekankan bahwa kemasan perlu melindungi produk dari paparan cahaya, oksidasi, dan suhu tinggi agar kandungan vitamin tetap stabil. Penggunaan kemasan sekunder ramah lingkungan seperti karton dapat meningkatkan nilai jual dan citra produk.
Daftar Pustaka
1. Ananda, H., dan Zuhrotun, A. 2017. Aktivitas Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera Linn) sebagai Penyembuh Luka. Farmaka Suplemen. Vol. 15(2): 82–89.
2. Amallynda, I., dan Kharisma, A. 2021. Peningkatan Kualitas Minuman Sari Lidah Buaya pada Usaha Muztaqbalah Malang. Jurnal Aplikasi Sains dan Teknologi (JAST). Vol. 5(1): 44–52.
3. Endartiwi, S. S., dan Arini, S. 2021. Pelatihan Pemanfaatan Lidah Buaya Menjadi Makanan Bergizi. Jurnal Pengabmas Masyarakat Sehat. Vol. 3(2): 1–5.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”






































































