Konflik militer antara Iran dan Israel yang meletus sejak 13 Juni 2025 telah memasuki babak baru yang penuh ketegangan dan korban jiwa besar. Dalam 12 hari pertempuran intens, tercatat ribuan korban luka dan ratusan tewas di kedua belah pihak, dengan serangan udara Israel yang menargetkan fasilitas nuklir dan militer Iran serta balasan rudal balistik Iran yang menghantam kota-kota Israel. Meskipun ada pengumuman gencatan senjata dari Presiden AS Donald Trump pada 24 Juni, kenyataannya serangan masih terus berlangsung, menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di lapangan.
Konflik ini bukan sekadar pertarungan militer biasa, melainkan cerminan dari persaingan geopolitik yang rumit dan berakar panjang. Israel mengklaim serangan sebagai langkah preventif menghadapi ancaman nuklir Iran, sementara Iran melihatnya sebagai agresi yang harus dibalas dengan keras. Keterlibatan Amerika Serikat yang secara terbuka mendukung Israel dan melakukan serangan langsung terhadap fasilitas nuklir Iran memperkeruh situasi dan memperluas skala konflik.
Dari sudut pandang geopolitik, konflik ini menunjukkan bagaimana pendekatan militer masih menjadi pilihan utama negara-negara besar dan regional dalam menyelesaikan perselisihan, sementara upaya diplomasi dan riset perdamaian seringkali terabaikan. Pakar menyoroti bahwa negara-negara Barat terlalu fokus pada kekuatan militer dan mengabaikan jalan dialog yang berkelanjutan, sehingga konflik semakin sulit diakhiri.
Dampak konflik ini tidak hanya dirasakan oleh Iran dan Israel, tetapi juga oleh kawasan Timur Tengah dan dunia internasional. Penutupan jalur pelayaran strategis seperti Selat Hormuz, kerusakan infrastruktur vital, serta jatuhnya korban sipil menambah kompleksitas dan urgensi penyelesaian konflik. Indonesia dan negara-negara lain di dunia seharusnya tidak tinggal diam, melainkan aktif mendorong dialog dan perdamaian di kawasan yang terus bergolak ini.
Kesimpulannya, konflik Iran-Israel ini merupakan peringatan keras bahwa ketegangan yang berlarut-larut dan pendekatan militer semata hanya akan menimbulkan penderitaan dan ketidakstabilan yang lebih besar. Dunia perlu belajar dari sejarah dan memperkuat diplomasi serta mekanisme perdamaian internasional agar tragedi serupa tidak terus berulang. Indonesia, sebagai negara dengan posisi strategis dan pengaruh moral, memiliki peran penting untuk ikut serta dalam upaya perdamaian global demi masa depan yang lebih aman dan stabil.
By : Amelinda Septia Putri