Akhir-akhir ini, sering kali kita jumpai banyak mahasiswa yang terbiasa begadang karena tugas yang menumpuk. Belum lagi ketika mendekati waktu ujian. Kebiasaan ini membuat durasi tidur turun jauh di bawah kebutuhan tubuh. Tidur menjadi opsi paling akhir untuk dilakukan. Hal ini yang membuat banyak dari mereka kurang bersemangat di saat waktu perkuliahan, serta berpengaruh pada peningkatan emosi. Kondisi ini tidak serta merta disebabkan akibat rasa lelah biasa, melainkan perubahan kerja fungsi otak.
Begadang memberikan dampak kuat pada korteks prefrontal. Korteks prefrontal adalah area otak yang terletak di bagian kepala depan. Bagian ini berperan penting dalam fungsi eksekutif seperti pengendalian diri, pengaturan emosi, fokus, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Pada mahasiswa, area ini masih dalam tahap pematangan hingga sekitar usia 25 tahun. Ini berarti fungsi pengendalian emosi mereka sangat bergantung pada kualitas tidur. Ketika tidur berkurang, prefrontal kehilangan efisiensi. Akibatnya, mahasiswa lebih mudah marah, tidak stabil emosinya, dan kesulitan menahan impuls.
Salah satu dampak biologis yang paling sering ditemukan ketika seseorang begadang adalah lemahnya komunikasi antara prefrontal dan amigdala. Amigdala dan korteks prefrontal memiliki fungsi dalam pembentukan memori dan stimulasi emosi. Amigdala adalah bagian otak yang memproses emosi, terutama emosi negatif seperti marah dan takut. Saat tubuh cukup tidur, komunikasi keduanya berjalan stabil. Mahasiswa bisa menilai situasi sosial dengan lebih akurat. Mereka juga bisa menahan diri ketika menghadapi tekanan akademik.
Begadang mengganggu proses aktivitas prefrontal yang menyebabkan prefrontal lebih lambat dalam memproses informasi. Amigdala menjadi lebih aktif, kemudian emosi meningkat hingga sulit dikontrol. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa menjadi lebih sensitif dan mudah tersinggung. Mahasiswa yang memiliki jam tidur yang kurang, cenderung bereaksi cepat dalam memproses suatu informasi, akibatnya reaksi yang diberikan dapat berlebihan. Misalnya, komentar dosen terasa lebih menyakitkan, tugas kelompok terasa lebih menekan, dan konflik kecil menjadi lebih mengesalkan.
Gangguan tidur juga menggeser ritme sirkadian. Ritme ini adalah jam biologis yang mengatur kapan tubuh seharusnya terjaga dan kapan tubuh perlu istirahat. Begadang membuat ritme ini kacau. Ketika ritme sirkadian bergeser, regulasi hormon stres seperti kortisol juga ikut berubah. Kortisol yang seharusnya tinggi di pagi hari dan menurun di malam hari, menjadi tidak stabil. Kondisi ini membuat kestabilan emosi ikut terganggu. Tubuh menjadi lebih waspada, lebih tegang, dan lebih responsif terhadap stres. Pada mahasiswa, kondisi ini tampak pada suasana hati yang naik turun, mudah tersinggung, atau munculnya rasa cemas berlebihan ketika menghadapi tugas dan tuntutan akademik.
Salah satu penelitian yang dilakukan pada mahasiswa keperawatan di salah satu universitas di Indonesia, menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk sangat berkaitan erat dalam peningkatan kecemasan. Dalam data yang diambil, mahasiswa yang kurang tidur merasakan kecemasan yang berlebihan dibandingkan mahasiswa yang tidur dengan pola yang teratur. Hal ini menunjukkan bahwa pola tidur yang tidak teratur berhubungan dengan tingkat kecemasan maupun kontrol emosi.
Peralihan pola emosi pada mahasiswa yang begadang juga terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari. Banyak mahasiswa yang merasa lebih mudah marah ketika berdiskusi dalam tugas kelompok. Beberapa melaporkan, sulit fokus saat membaca materi kuliah. Ketika menghadapi dosen atau mengikuti presentasi, mereka menjadi lebih gugup dan lebih mudah panik. Ada juga mahasiswa yang merasa kewalahan ketika harus membuat keputusan sederhana, seperti memilih tugas mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Semua gejala ini sesuai dengan fungsi prefrontal yang melemah. Ketika prefrontal tidak bekerja optimal, amigdala mengambil alih dan membuat emosi menjadi lebih kuat dari biasanya.
Efek begadang terasa pada beberapa aktivitas, khususnya aktivitas akademik. Fokus yang menurun, sehingga membaca yang seharusnya menjadi hal penting untuk menambah pengetahuan menjadi sangat berat. Pengaruh lainnya, yaitu mudah menunda-nunda tugas yang menumpuk di jam produktif. Mereka merasakan bahwa sulit untuk mengerjakan tugas di jam-jam produktif. Sebaliknya, karena pola yang sudah bergeser, mereka lebih suka mengerjakan tugas di jam-jam yang seharusnya untuk beristirahat. Hal ini menyebabkan pola yang berubah, sehingga mahasiswa banyak yang kurang bersemangat di jam-jam perkuliahan.
Begadang yang terjadi berulang dapat memperburuk kondisi. Tubuh bisa pulih, setelah satu atau dua malam tidur cukup. Akan tetapi, ketika pola begadang berlangsung mingguan, efeknya menumpuk. Prefrontal tidak mendapat waktu yang cukup untuk melakukan proses restorasi. Konektivitasnya dengan amigdala menjadi makin lemah. Akibatnya, sensitivitas emosi meningkat terus menerus. Bila pola ini terjadi dalam waktu lama, mahasiswa dapat mengalami stres berkepanjangan, meningkatnya kecemasan, dan penurunan performa akademik.
Kabar baiknya, perubahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan mengatur jam tidur yang tidak terlalu larut di malam hari. Hal ini dapat dilakukan dengan berhenti melakukan aktivitas 30 menit sebelum tidur, tidak mengonsumsi kafein pada sore hari, atur aktivitas malam dengan batas yang jelas, seperti berhenti mengerjakan tugas yang berat jika sudah merasa lelah. Setelah dirasa waktu tidur sudah membaik, mulai untuk mengatur durasi tidur agar tidak terlalu lama. Cara awal yang dapat dilakukan dengan bantuan alarm. Lama-kelamaan tubuh akan terbiasa bangun di waktu yang sama, meskipun tidak menggunakan bantuan alarm. Dengan tidur yang cukup, prefrontal kembali melakukan perannya dalam mengatur emosi. Mahasiswa menjadi lebih tenang, lebih mudah fokus, dan lebih mampu mengatasi tekanan akademik.
Dengan mengetahui banyak informasi yang membahas dampak negatif begadang bagi pengelolaan emosi individu. Kita dapat mengetahui, bahwa perubahan emosi tidak hanya sekadar kelelahan fisik biasa, melainkan dapat mengganggu kerja otak untuk mengelola pengendalian diri. Tidur tidak hanya untuk mengistirahatkan fisik saja, tetapi untuk menjaga kesehatan mental dan performa akademik mahasiswa. Tidur adalah kebutuhan dasar yang diperlukan agar otak dapat berfungsi dengan maksimal.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































