Di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan publik yang menumpuk, pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur berbiaya tinggi seperti kereta cepat Whoosh. Keputusan ini layak ditinjau ulang karena proyek tersebut tidak menjawab akar persoalan transportasi nasional yang selama ini menghambat mobilitas rakyat dan rantai logistik negara.
Persoalan transportasi Indonesia bukan terletak pada waktu tempuh Jakarta–Bandung semata, melainkan pada kemacetan struktural di kota-kota besar, buruknya integrasi antar moda, lemahnya konektivitas wilayah penghasil bahan pangan dan barang industri, serta tingginya ongkos logistik antarpulau. Dalam masalah seperti ini, pembangunan kereta cepat pada satu koridor pendek lebih menyerupai simbol pencapaian teknologi daripada solusi terhadap kendala transportasi nasional.
Proyek Whoosh juga tidak menutup fakta bahwa jaringan transportasi kelas menengah seperti: bus antarkota, kereta, pelabuhan penghubung, dan akses jalan masih jauh dari kata memadai. Infrastruktur kelas atas tanpa fondasi kelas dasar ibarat membangun menara di atas tanah yang belum dipadatkan. Ia mungkin berdiri megah, tetapi tidak menjawab kebutuhan utama yang menopang kehidupan ekonomi rakyat.
Di sisi lain, pembengkakan biaya proyek dan ketergantungan pada utang memperbesar risiko fiskal tanpa korelasi langsung dengan efisiensi logistik nasional. Utang untuk infrastruktur idealnya diarahkan pada proyek yang memberi efek pengganda luas terhadap distribusi barang, biaya transportasi, dan mobilitas tenaga kerja. Whoosh, dengan cakupan geografis yang sempit dan akses yang terbatas, sulit menjustifikasi dirinya sebagai katalis sistemik bagi efisiensi ekonomi nasional.
Kritik terhadap Whoosh tidak identik dengan sikap anti kemajuan. Yang dipersoalkan adalah logika pembangunan yang melupakan kebutuhan dasar dan tidak selaras dengan strategi transportasi jangka panjang. Modernisasi seharusnya dimulai dari penguatan jaringan inti yang memberi dampak luas: perbaikan jalur logistik pangan, penguatan antarmoda pelabuhan, serta akses transportasi murah yang menyentuh mayoritas penduduk.
Selama persoalan dasar mobilitas belum diselesaikan, proyek berbiaya besar seperti kereta cepat lebih tampak sebagai demonstrasi kemampuan teknis, bukan langkah strategis. Tanpa reposisi kebijakan menuju penyelesaian akar masalah, infrastruktur megah hanya meninggalkan beban fiskal tanpa meninggalkan perbaikan struktur.
Di masa ketika setiap rupiah pembiayaan publik harus menghantarkan nilai maksimal bagi hajat hidup rakyat, pendekatan pembangunan yang berbasis pencitraan teknologi perlu digantikan oleh kebijakan yang tegak pada rasionalitas strategis: menjawab titik macet utama, memperkuat fondasi distribusi, dan memastikan bahwa kemajuan yang dibangun adalah kemajuan yang menyentuh negara secara menyeluruh.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
 
 


























































 
 




