Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun demikian, pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh satu jenis sumber karbohidrat, yaitu beras. Tingginya ketergantungan terhadap beras berpotensi menimbulkan kerentanan apabila terjadi penurunan produksi, kenaikan harga, atau perubahan lingkungan yang berdampak pada ketersediaan lahan pertanian. Oleh sebab itu, diversifikasi pangan lokal menjadi langkah strategis dalam upaya mewujudkan kemandirian pangan nasional.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan mencanangkan program diversifikasi pangan melalui kampanye “Kenyang Tidak Harus Nasi”. Salah satu komoditas yang direkomendasikan dalam program tersebut adalah ubi ungu. Komoditas ini dinilai memiliki tekstur serta kandungan nutrisi yang baik sehingga berpotensi menjadi alternatif sumber karbohidrat dan bahan baku berbagai produk olahan pangan bernilai tambah.
Meskipun memiliki manfaat yang besar dan relatif mudah ditemukan di berbagai daerah, pemanfaatan ubi ungu sebagai bahan pangan inovatif masih terbatas. Kondisi ini juga terlihat pada masyarakat di Kampung Cikampak, Kota Serang, berdasarkan hasil survei awal (pre-test) dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Rendahnya pemanfaatan ubi ungu menunjukkan perlunya kajian lebih lanjut mengenai potensi gizi, nilai ekonomi, serta tingkat penerimaan masyarakat terhadap pengembangan produk pangan berbasis komoditas tersebut.

Secara nutrisi, ubi ungu mengandung berbagai zat gizi penting, antara lain serat, vitamin C, vitamin A, vitamin B kompleks, zat besi, dan fosfor. Kandungan utamanya adalah antosianin, yaitu senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai anti radikal bebas, anti inflamasi, dan anti kanker, serta mendukung kesehatan sistem kardiovaskular dan pencernaan. Selain itu, kandungan serat dan pektin di dalamnya berperan dalam menjaga kesehatan sistem pencernaan dan membantu mengontrol kadar gula darah, sehingga menjadikan ubi ungu sebagai pilihan pangan yang relevan dalam tren konsumsi sehat.
Dalam praktik industri pangan modern, ubi ungu telah dikembangkan menjadi berbagai produk olahan, seperti roti, mi, brownies, kue basah, camilan kering, bolu, selai, minuman fermentasi, dan puree. Produk-produk tersebut telah diproduksi baik pada skala UMKM maupun industri besar, seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap makanan sehat (healthy food) dan produk pangan lokal bernilai ekonomi tinggi.
Dengan demikian, ubi ungu memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif yang bergizi dan memiliki nilai ekonomi. Berdasarkan hasil survei, tingkat pengetahuan dan pemanfaatan ubi ungu di Kampung Cikampak masih tergolong rendah, meskipun sebagian masyarakat telah mengetahui manfaat kesehatannya. Hal ini menunjukkan perlunya intervensi melalui edukasi, pelatihan pengolahan pangan, serta dukungan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan ubi ungu sebagai bagian dari diversifikasi pangan.
Melalui pengembangan inovasi produk pangan, seperti roti ubi ungu, serta dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat, komoditas ini berpotensi menjadi peluang usaha berbasis pangan lokal sekaligus solusi dalam memperkuat ketahanan pangan di tingkat komunitas.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”


































































