Dalam ekonomi global yang terus bergerak 24 jam lintas zona waktu, kerja shift kini bukan lagi pilihan, melainkan sebuah kebutuhan. Sistem kerja ini menjadi semakin umum dan melibatkan sekitar 10–20% tenaga kerja di negara-negara industrial. Mereka dibutuhkan di beberapa sektor seperti pelayanan kesehatan, transportasi, keamanan, dan jasa makanan. Umumnya mereka bekerja dengan shift pagi, siang atau malam dengan maksimal 7 atau 8 jam dengan rotasi yang telah terjadwalkan.
Diantara ketiga opsi, shift malam merupakan jadwal yang paling menantang bagi sebagian orang. Bagaimana tidak? Mereka harus melawan rasa kantuk dan mengorbankan tidur mereka. Tapi kenyataannya tidak hanya tidur yang harus mereka korbankan, tetapi juga meningkatkan risiko kesehatan yang serius. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bekerja shift malam berkaitan dengan gangguan tidur, serta peningkatan risiko kesehatan jangka panjang.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai risiko kesehatannya serta mengapa kerja shift malam bisa berhubungan dengan berbagai risiko serius, penting untuk terlebih dahulu memahami bagaimana tubuh kita secara biologis mengatur proses tidur.
Mekanisme Tubuh Mengatur Tidur
Tidur manusia diatur oleh dua proses model, yaitu proses homeostatik dorongan untuk tidur (Process S) dan proses sirkadian (Process C). Proses homeostatik menggambarkan akumulasi kebutuhan tidur yang meningkat seiring lamanya waktu terjaga. Dorongan untuk tidur muncul utamanya akibat penumpukan zat pemicu tidur seperti adenosin di otak. Semakin lama seseorang terjaga, semakin besar dorongan tidur yang dirasakan dan dorongan ini akan berkurang sejalan dengan kita tidur.
Sementara itu, proses sirkadian merupakan sistem pengaturan waktu biologis yang berjalan dalam siklus rata-rata 24,2 jam. Ritme sirkadian berperan penting agar makhluk hidup bisa mencapai koordinasi yang sesuai dengan siklus gelap-terang atau paparan cahaya matahari di siang hari dan kegelapan di malam hari. Ritme ini menyebabkan kecenderungan untuk aktif di siang hari dan mengantuk pada malam hari. Oleh karena itu, rasa kantuk tidak hanya ditentukan oleh lamanya seseorang terjaga atau tingkat kelelahan, tetapi juga oleh waktu biologis tubuh. Inilah sebabnya seseorang bisa merasa sangat mengantuk pada dini hari meskipun belum lama terjaga.
Pengaturan ritme sirkadian bergantung pada bagian kecil otak di hipotalamus yang disebut Suprachiasmatic Nucleus (SCN), yang berfungsi sebagai jam biologis utama tubuh. SCN mengkoordinasikan berbagai ritme fisiologis, termasuk siklus tidur dan bangun, suhu tubuh, serta pelepasan hormon. Bagian otak ini menghasilkan ritme sirkadian itu sendiri dengan cara yang terkontrol secara genetik dan tidak dipelajari. Bahkan, hasil transplantasi neuron SCN pada hewan menunjukkan bahwa ritme biologis dapat “dipindahkan,” menegaskan peran SCN sebagai pusat pengatur waktu internal.
Peran Cahaya dan Melatonin
Meskipun ritme sirkadian terbentuk secara internal, tubuh membutuhkan sinyal lingkungan untuk menyelaraskan jam biologisnya dengan waktu dunia nyata. Sinyal ini disebut zeitgeber, yang berarti “pemberi waktu” dalam bahasa jerman. Zeitgeber terkuat bagi manusia adalah siklus gelap-terang atau cahaya. Faktor lain seperti jadwal makan, aktivitas fisik, rutinitas sosial, dan jam kerja juga dapat bertindak sebagai zeitgeber tambahan, namun pengaruhnya jauh lebih lemah dibanding cahaya.
SCN menerima informasi cahaya melalui jalur khusus dari retina di mata yang disebut retinohypothalamic tract. Jalur ini melibatkan sel ganglion retina yang mengandung pigmen melanopsin. Sel-sel ini tidak berfungsi untuk melihat gambar, melainkan mengukur intensitas cahaya lingkungan dalam jangka waktu tertentu. Respons melanopsin yang lambat membantu SCN menentukan apakah kondisi lingkungan menunjukkan siang atau malam, sehingga jam biologis dapat disesuaikan dengan tepat.
Saat sudah malam atau tidak ada cahaya matahari, SCN mengendalikan sekresi hormon penting yakni melatonin yang memicu rasa kantuk. Kadar melatonin biasanya mulai meningkat dua hingga tiga jam sebelum waktu tidur normal, dan mencapai puncak pada tengah malam. Di pagi hari atau ketika tubuh terpapar cahaya matahari, sekresi melatonin dihambat, sehingga membantu meningkatkan kewaspadaan.
Alasan Shift Malam Sulit Diadaptasi dan Dampaknya
Pada kondisi pekerja shift malam, mereka bekerja dari tengah malam hingga pagi hari lalu kemudian tidur di waktu siang. Walaupun ketika mereka telah menjalani rutinitas ini selama berbulan-bulan atau bahkah bertahun-tahun, penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja tidak mampu beradaptasi secara penuh. Mereka cenderung tetap merasa kantuk saat bekerja dan kesulitan untuk tidur dengan nyenyak di siang hari. Hal ini terjadi karena tubuh mereka masih mengikuti ritme sirkadian alami.
Kabar baiknya ritme sirkadian dapat di reset ulang ketika terdapat paparan cahaya yang sebanding dengan matahari. Sayangnya, lingkungan kerja malam umumnya menggunakan pencahayaan buatan dengan intensitas sekitar 150–180 lux, yang hanya memiliki efektivitas terbatas dalam mengatur ulang fase sirkadian. Intensitas cahaya tersebut jauh lebih rendah dibandingkan cahaya alami matahari pagi sehingga tidak cukup kuat untuk memberikan sinyal zeitgeber yang optimal kepada SCN. Akibatnya, ritme sirkadian tidak sepenuhnya bergeser mengikuti jam kerja malam, meskipun jadwal tidur telah berubah.
Ketidaksesuaian antara jadwal kerja dan jam biologis ini dapat menyebabkan rasa mengantuk berlebihan saat bekerja sampai gangguan kronis tidur. Sebagai konsekuensinya, pekerja shift malam menunjukkan tingkat kecelakaan dan kesalahan kerja yang lebih tinggi dibandingkan pekerja shift siang, terutama akibat menurunnya konsentrasi, waktu reaksi, dan kewaspadaan.
Temuan Riset Terkini
Tinjauan sistematis yang dilakukan oleh Czyż-Szypenbejl dan Mędrzycka-Dąbrowska (2024) terhadap 36 penelitian periode 2019–2024 menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara kerja shift malam pada tenaga kesehatan dengan gangguan tidur dan penurunan kualitas tidur subjektif. Sistem kerja tiga shift dilaporkan sebagai faktor yang memberikan dampak negatif terbesar terhadap kualitas tidur dibandingkan jadwal kerja lainnya. Selain gangguan tidur, kerja shift malam juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kesehatan jangka panjang, termasuk gangguan kardiometabolik, intoleransi glukosa, penurunan daya tahan tubuh, serta risiko kanker payudara.
Upaya Pencegahan Bagi Pekerja Shift Malam
Jadi penting untuk kita menyadari resiko yang ada sebelum kita memutuskan untuk bekerja di shift malam. Memang tidak semua orang memiliki pilihan jadwal kerja karena tuntunan keberlangsungan hidup namun, pemahaman ini bisa menjadi dasar pengembangan strategi pencegahan. Strategi yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan tidur siang di ruangan yang gelap total menyerupai gelapnya malam, menggunakan pil melatonin jika kesulitan tidur, dan mengatur lampu kerja untuk mendekati intensitas cahaya matahari siang. Dengan begitu, harapannya dapat membantu menyesuaikan ritme sirkadian. Selain itu pemberian hak akses pemeriksaan kesehatan rutin bagi pekerja shift menjadi langkah penting untuk meminimalkan dampak buruk kerja malam terhadap kesehatan.
Referensi
Auger, R. R. (2020). Circadian rhythm sleep–wake disorders: An evidence-based guide for clinicians and investigators. Springer.
Czyż-Szypenbejl, K., & Mędrzycka-Dąbrowska, W. (2024). The impact of night work on the sleep and health of medical staff–A review of the latest scientific reports. Journal of Clinical Medicine, 13(15), 4505. https://doi.org/10.3390/jcm13154505
Kalat, J. W. (2012). Biological psychology (11th ed.). Wadsworth, Cengage Learning.
Pinel, J. P. J., & Barnes, S. J. (2021). Biopsychology (11th ed., Global ed.). Pearson Education.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































