Perkembangan teknologi mengubah cara kita memahami proses belajar. Jika dulu pembelajaran hanya berlangsung di ruang kelas dengan jadwal yang ketat, kini belajar dapat terjadi di mana saja. Siswa bisa mencari pengetahuan melalui video pembelajaran, belajar mandiri di rumah, berdiskusi lewat platform digital, atau melakukan observasi langsung di lingkungan sekitar. Perubahan ini menunjukkan bahwa ruang belajar tidak lagi dibatasi oleh dinding sekolah.
Problematika / Permasalahan
Meskipun memberikan peluang besar, pembelajaran tanpa batas menghadirkan tantangan yang kompleks dan tidak sekadar masalah teknis. Pertama, kesenjangan akses teknologi tidak hanya membuat kualitas belajar berbeda, tetapi juga menimbulkan ketidakadilan dalam kesempatan berkembang bagi siswa dari latar belakang berbeda. Kedua, kebebasan belajar yang berlebihan tanpa struktur dapat memunculkan kebingungan dan kehilangan arah bagi siswa. Banyak yang kesulitan mengatur waktu belajar, menghadapi distraksi digital, atau merasa kewalahan oleh informasi yang berlimpah. Selain itu, peran guru menjadi semakin kompleks. Tidak hanya mengajar, guru juga harus menjadi fasilitator, pembimbing, dan pengelola dinamika belajar yang bersifat hibrida antara tatap muka dan daring. Tantangan ini menuntut guru menguasai pedagogi modern sekaligus literasi digital, sesuatu yang belum tentu dimiliki semua pendidik. Dengan kata lain, potensi pembelajaran tanpa batas tidak otomatis tercapai tanpa strategi yang matang dan dukungan kontekstual. KAITAN DENGAN TEORI Teori konstruktivisme Bruner menekankan bahwa belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui pengalaman. Dalam konteks ini, pembelajaran tanpa batas memberi ruang bagi siswa untuk bereksplorasi, mengamati, dan menghubungkan materi dengan situasi nyata. Sementara itu, Vygotsky melalui konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) menegaskan pentingnya pendampingan. Pembelajaran fleksibel tetap membutuhkan bimbingan guru agar perkembangan siswa terarah. Pengalaman belajar yang beragam akan lebih efektif jika tersedia scaffolding yang membuat siswa merasa tertuntun, bukan dibiarkan berjalan sendiri.
Refleksi / Rekomendasi Solusi
1. Menjawab masalah kesenjangan akses teknologi Solusi harus langsung menyasar akar masalah, yaitu ketidakmerataan fasilitas. Sekolah perlu memastikan akses minimum bagi semua siswa dengan menyediakan layanan pinjam perangkat, hotspot sekolah yang bisa diakses di area tertentu, serta kerja sama dengan pemerintah daerah untuk menghadirkan pusat belajar berbasis komunitas. Program ini harus diprioritaskan bagi siswa dari keluarga kurang mampu agar perbedaan teknologi tidak berubah menjadi perbedaan kualitas masa depan.
2. Menjawab kebingungan dan hilangnya arah belajar akibat kebebasan tanpa struktur Solusinya bukan sekadar menyediakan jadwal, tetapi membangun sistem pembelajaran terstruktur yang tetap fleksibel. Guru perlu merancang learning pathway alur pembelajaran yang berisi tujuan setiap pekan, indikator pencapaian, dan rentang waktu realistis. Siswa juga diberikan panduan manajemen waktu, batasan penggunaan gawai, serta ruang refleksi mingguan untuk mengevaluasi progres. Dengan begitu, fleksibilitas tidak berubah menjadi kegamangan.
3. Menjawab distraksi digital dan banjir informasi Sekolah harus mengintegrasikan literasi digital sebagai bagian dari kurikulum. Siswa tidak hanya diajarkan mencari informasi, tetapi juga memverifikasi, memilah, dan menghindari distraksi. Pendampingan rutin melalui guru BK atau wali kelas membantu siswa mengembangkan kebiasaan belajar mandiri yang stabil, bukan sekadar mencoba mengikuti ritme digital yang kacau.
4. Menjawab kompleksitas peran guru dalam pembelajaran hibrida Solusinya adalah penguatan kapasitas guru secara sistematis. Pelatihan tidak cukup satu kali, tetapi harus berkelanjutan dan relevan dengan kebutuhan kelas. Guru perlu dibekali kemampuan merancang pembelajaran sinkron-asinkron, menggunakan platform digital secara efisien, serta menerapkan pendekatan pedagogis yang tetap humanis meskipun sebagian proses belajar berlangsung di dunia virtual. Dengan dukungan ini, guru bisa menjalankan peran barunya tanpa kewalahan.
5. Menjawab lemahnya kemandirian belajar siswa Pembelajaran tanpa batas menuntut siswa mampu mengatur diri. Karena itu, sekolah perlu menanamkan self-regulated learning melalui latihan perencanaan belajar, penetapan target pribadi, serta refleksi teratur. Pendekatan ini membuat siswa menyadari bahwa fleksibilitas bukan kebebasan tanpa arah, melainkan kesempatan mengelola proses belajarnya secara bertanggung jawab.
Penutup
Pembelajaran tanpa batas membawa peluang besar untuk membuat proses belajar lebih relevan, kontekstual, dan berpusat pada siswa. Namun peluang tersebut hanya dapat terwujud jika tantangan-tantangan yang muncul ditangani dengan solusi yang tepat sasaran. Dengan akses teknologi yang adil, pendampingan yang jelas, kapasitas guru yang kuat, serta siswa yang memiliki keterampilan belajar mandiri, pendidikan dapat bergerak dari sekadar aktivitas di ruang kelas menjadi pengalaman belajar yang hidup, luas, dan bermakna. Pada akhirnya, pembelajaran tanpa batas bukan tentang meninggalkan sekolah, tetapi memperluas cakrawala belajar agar setiap siswa dapat tumbuh dengan potensi terbaiknya.
Oleh: Liza Kamelia Putri, Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Pamulang, Tahun Akademik 2025/2026
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”



































































