Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait pencampuran etanol dalam bahan bakar bensin. Meskipun kebijakan ini diklaim sebagai langkah menuju energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, kebijakan tersebut sesungguhnya merupakan solusi semu yang berpotensi menimbulkan persoalan baru di sektor ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Dari sisi ekonomi, produksi etanol di Indonesia masih bergantung pada bahan baku seperti tebu dan singkong yang juga merupakan komoditas pangan penting. Jika kebutuhan etanol meningkat, permintaan terhadap bahan baku tersebut akan melonjak, menyebabkan harga pangan naik, dan menekan daya beli masyarakat. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara kebutuhan energi dan kebutuhan pangan nasional. Alih-alih memperkuat kemandirian energi, kebijakan ini justru dapat memperlebar kesenjangan ekonomi antara industri besar pengolah etanol dan petani kecil yang tidak memiliki posisi tawar.
Kebijakan ini juga belum tentu benar-benar “hijau”. Pembukaan lahan baru untuk menanam tebu atau singkong dalam skala besar berisiko menimbulkan deforestasi dan degradasi lahan. Dengan demikian, dampak lingkungannya bisa lebih buruk dibandingkan dengan manfaat pengurangan emisi karbon yang dijanjikan. Program energi hijau seharusnya tidak hanya berfokus pada penggantian bahan bakar, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Dari sisi teknis, sebagian besar kendaraan di Indonesia belum dirancang untuk menggunakan bahan bakar bercampur etanol dalam kadar tinggi. Etanol bersifat higroskopis dan korosif, sehingga dapat mempercepat kerusakan pada sistem bahan bakar jika tidak disertai dengan penyesuaian teknologi mesin. Hal ini akan menambah beban biaya bagi pengguna kendaraan pribadi maupun pelaku transportasi publik.
Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan ini dan mengalihkan fokus pada pengembangan energi terbarukan yang lebih realistis serta berkelanjutan, seperti listrik dari sumber energi surya, angin, atau air. Transisi energi memang penting, tetapi harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, riset mendalam, dan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan energi, pangan, serta kelestarian lingkungan.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
 
 


























































 
 




