Pernahkah kalian mendengar fenomena hikikomori? Atau baru mendengar fenomena tersebut? Sebenarnya apa itu hikikomori dan bagaimana hikikomori dapat terjadi?
Hikikomori adalah sebuah peristiwa dimana seseorang mengurung diri atau menarik diri dari kehidupan sosial. Menurut Satriatama dan Syihabuddin (2022), hikikomori terdiri dari kata hiki dan komori. Kata hiki atau huku artinya ‘menarik’, sedangkan kata komori berarti ‘mengurung diri atau menutup diri’. Secara sederhana, hikikomori yaitu seseorang yang tidak ingin keluar dari kamar ataupun rumahnya untuk menghindari sosialisasi selama berbulan-bulan.
Istilah hikikomori populer pada tahun 1998 oleh psikiater dari Jepang yaitu Tamaki Saito. Ia berpendapat bahwa hikikomori adalah manusia yang menghabiskan waktu lebih dari enam bulan tidak dalam keadaan sosial seperti bersekolah, bekerja, bahkan tidak keluar kamar dan tidak melakukan kegiatan lain bersama keluarganya sendiri.
Fenomena hikikomori tentunya bukan hal sederhana karena hikikomori sendiri sebenarnya berkaitan dengan kesehatan mental. Menurut Nagai dkk (2025), WHO mengakui fenomena hikikomori sebagai masalah psikososial serius dan bentuk gangguan kesehatan mental yang perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun belum diklasifikasikan secara resmi dalam diagnosis ICD-11 atau DSM-5.
Apa saja ciri-ciri dari hikikomori? Berikut beberapa di antaranya:
1. Tidak sekolah, tidak bekerja, tidak keluar rumah ataupun berkegiatan bersosial
2. Merasa cemas jika harus bertemu orang, bahkan menolak untuk diajak berbicara dan bersosialisasi
3. Mengalami tekanan, depresi dan stres sehingga menghindari sosialisasi
4. Ketergantungan kepada internet atau handphone sebagai hiburan dan pelarian
5. Menghindari kontak sosial dari teman bahkan keluarga sendiri
6. Mengurung diri di dalam kamar, hanya keluar disaat malam hari untuk menghindari orang lain
Dapat dikategorikan hikikomori jika gejala ini berlangsung minimal enam bulan. Jika melihat gejala dari ciri-ciri yang disebutkan, orang tersebut perlu diperhatikan secara khusus.
Fenomena hikikomori tentunya tidak terjadi begitu saja, hal ini mempunyai alasan yang menyebabkan terjadinya hikikomori pada seseorang. Berikut ini penyebab hikikomori di antaranya:
1. Terjadinya bullying
Kata bullying tidak asing lagi untuk didengar. Bullying merupakan tindakan atau kekerasan yang melukai fisik maupun psikis seseorang. Seseorang yang mengalami bullying menjadi salah satu penyebab fenomena hikikomori. Bullying dapat terjadi mulai dari lingkungan sekolah hingga lingkungan kerja. Jika seseorang tidak bisa berbaur dengan lingkungan mereka, mereka pasti akan dikucilkan oleh orang-orang di sekitar, bahkan di kantor, mereka akan mengalami tekanan dari rekan kerja maupun atasan (Satriatama dan Syihabuddin, 2022).
2. Tekanan sosial dan akademik
Tekanan sosial yaitu seperti ekspektasi keluarga, teman atau perasaan yang harus menyesuaikan dengan kehidupan sosial. Tekanan akademik dapat berasal dari tuntutan nilai, tugas, dan persaingan (Audina, 2023). Kedua kombinasi ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan menjadi salah satu penyebab hikikomori.
3. Permasalahan dalam keluarga
Penyebab lain dari hikikomori adalah adanya permasalahan dalam keluarga. Kondisi seperti broken home, tekanan dari keluarga, rendahnya dukungan, kematian anggota keluar serta pengasuhan dalam keluar bisa memicu hikikomori. Dalam keluarga yang kurang berkomunikasi dapat menyebabkan seseorang tidak tahu cara berkomunikasi yang baik bahkan tidak tahu cara untuk berempati.
4. Gangguan mental
Fenomena hikikomori terkait dengan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan sosial, anti sosial, serta gangguan kepribadian menghindar atau AVPD (avoidant personality disorder).
Secara singkat dalam jurnal Satriatama dan Syihabuddin (2022), Dziesinski (2003) menjelaskan faktor penyebab hikikomori yang terbagi menjadi 4 kategori, yaitu faktor lingkungan sekolah, faktor keluarga, faktor lingkungan sosial, dan faktor individu.
Hikikomori tentunya dapat dicegah dengan beberapa cara, di antaranya:
1. Membangun komunikasi terbuka dimulai dari keluarga
2. Mengurangi tekanan sosial dan akademik
3. Melakukan interaksi sosial dan menjaga keseimbangan dengan dunia digital
4. Belajar untuk mengelola stres dan tekanan
5. Mencari bantuan psikolog jika melihat gejala atau ciri ekstrim yang dialami seseorang
6. Jangan mempermalukan orang yang sedang mengalami isolasi sosial
Dengan melakukan pencegahan dapat mengurangi angka kasus hikikomori, sehingga individu dapat bersosialisasi dan membangun lingkungan yang lebih suportif bagi kesehatan mental.
Referensi
Audina, M. (2023). Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Akademik. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 5(2), 1187-1888.
Budiyanto. (2025). Hikikomori: Fenomena Menarik Diri dari Kehidupan Sosial. Diakses pada 4 Desember 2025.
Nagai, Y., Kartar, A., Pfaff, M., & Elkholy, H. (2025). The paradox of hikikomori through a transcultural lens. BJPsych International, 22(1), 22-24.
Satriatama, P. E., dan Syihabuddin. (2022). Fenomena Faktor Lingkungan Yang Menyebabkan Hikikomori Pada Masyarakat Di Jepang. KIRYOKU, 6(2), 170-175.
Vidia, E. N. (2022). Hikikomori Pada Tokoh Koyama Nobuo Dalam Novel Houkago Ni Shisha Wa Modoru Karya Akiyoshi Rikako (Doctoral dissertation, Universitas Komputer Indonesia).
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































