Anak Ratu Aji — Infrastruktur jalan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak dapat ditawar. Jalan bukan hanya sarana penghubung antarwilayah, tetapi juga urat nadi perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan sosial. Tanpa jalan yang layak, aktivitas warga akan terganggu—mulai dari petani yang kesulitan mengangkut hasil panen, pelajar yang terhambat menuju sekolah, hingga pasien yang kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan.
Kecamatan Anak Ratu Aji, Lampung Tengah, terdiri dari enam desa: Gedung Sari, Gedung Ratu, Bandar Putih Tua, Karang Jawa, Sri Mulyo, dan Sukajaya. Sebagai wilayah agraris yang menjadi penopang ekonomi daerah, seharusnya kawasan ini memiliki akses jalan yang baik. Namun faktanya, sebagian besar ruas jalan masih mengalami kerusakan parah dan belum mendapat perhatian optimal.
Berdasarkan laporan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, terdapat tujuh ruas jalan lokal yang menghubungkan antar-desa di Kecamatan Anak Ratu Aji. Sebagian besar ruas mengalami kerusakan akibat lalu lintas kendaraan berat seperti truk pengangkut pasir dan batu. Pemerintah daerah memang telah melakukan beberapa perbaikan, seperti pembangunan rabat beton sepanjang 508 meter di Desa Sri Mulyo dan 1.205 meter di Desa Sukajaya dalam program PISEW 2022–2023, serta pengaspalan jalan Sukajaya–Karang Jawa pada 2024. Namun skala pembangunan tersebut masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Permasalahan utama tampak pada kurangnya prioritas pembangunan infrastruktur di wilayah pedesaan. Anggaran besar sering kali lebih banyak terserap di kawasan perkotaan, sementara wilayah pinggiran seperti Anak Ratu Aji belum menjadi fokus utama. Program yang ada pun kerap bersifat tambal sulam, sehingga pembangunan jalan belum menjadi solusi jangka panjang. Padahal, jalan merupakan kebutuhan mendesak yang berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
Secara teoritis, infrastruktur jalan memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. John Rawls dalam A Theory of Justice menegaskan bahwa pembangunan seharusnya berpihak kepada kelompok masyarakat yang paling tertinggal. Prinsip ini relevan untuk wilayah pedesaan seperti Anak Ratu Aji, di mana masyarakat justru paling merasakan dampak buruk dari rusaknya jalan. Dalam kerangka good governance, pemerintah idealnya menegakkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pembangunan infrastruktur.
Salah satu akademisi dari UIN Raden Intan Lampung menilai bahwa persoalan infrastruktur jalan di Kecamatan Anak Ratu Aji mencerminkan lemahnya tata kelola pembangunan wilayah pinggiran. Infrastruktur seharusnya dipandang sebagai tulang punggung mobilitas ekonomi dan sosial, sehingga keterlambatan perbaikan jalan berdampak langsung pada akses pendidikan, kesehatan, dan distribusi hasil pertanian.
Kerusakan jalan akibat kendaraan bermuatan berlebih (ODOL) juga menunjukkan perlunya ketegasan pemerintah daerah sebagai regulator. Pemerintah semestinya berani menegakkan aturan dan menindak pelanggaran agar beban perbaikan tidak terus ditanggung masyarakat. Di sisi lain, pemerintah juga perlu berperan sebagai fasilitator dan katalisator—mendorong partisipasi sosial warga, melibatkan sektor swasta, serta mengintegrasikan kepentingan masyarakat, dunia usaha, dan lembaga sosial agar pembangunan infrastruktur lebih berkelanjutan dan berkeadilan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Pertama, melakukan pendataan ulang dan pemetaan kondisi jalan di setiap desa di Kecamatan Anak Ratu Aji. Kedua, memprioritaskan anggaran untuk ruas dengan tingkat kerusakan parah. Ketiga, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran agar tidak terjadi penyalahgunaan dana. Keempat, melibatkan masyarakat dalam pengawasan proyek perbaikan agar hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan warga.
Daerah lain di Provinsi Lampung bisa menjadi contoh praktik baik. Kabupaten Pringsewu, misalnya, telah berhasil memperbaiki jalan pedesaan melalui program padat karya yang melibatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Sementara Kota Metro memiliki mekanisme pengawasan langsung dari wali kota terhadap laporan jalan rusak. Praktik-praktik ini menunjukkan bahwa dengan komitmen politik dan kebijakan yang tepat, masalah infrastruktur di pedesaan bisa diselesaikan.
Krisis infrastruktur jalan di Kecamatan Anak Ratu Aji mencerminkan perlunya perhatian dan komitmen yang lebih besar dari Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah terhadap pembangunan wilayah pedesaan. Walaupun terdapat sejumlah perbaikan, langkah yang dilakukan masih parsial dan belum menjawab kebutuhan nyata masyarakat.
Pemerintah seharusnya bertransformasi menjadi fasilitator, regulator, dan katalisator yang mendorong kolaborasi, menegakkan aturan, serta memberdayakan masyarakat. Dengan menjalankan tiga peran itu secara seimbang, pembangunan infrastruktur jalan tidak lagi menjadi proyek seremonial, tetapi menjadi wujud nyata tanggung jawab moral dan politik pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Sebagai mahasiswa politik, saya melihat bahwa persoalan ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal kemauan politik dan tanggung jawab moral negara terhadap rakyatnya. Kebijakan publik seharusnya tidak sekadar memenuhi target fisik, melainkan menjamin keadilan sosial bagi warga desa. Pemerintah yang mampu menjadi fasilitator, regulator, dan katalisator sejati bukan hanya memperbaiki jalan, tetapi juga menegakkan jalan keadilan bagi masyarakatnya.
Oleh: Rifki Ali Sodikhin – Mahasiswa Politik
Kamis, 30 September 2025 |
Oplus_131072
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
 
 













































 
 












 
 




