Sekarang segalanya kini serba mudah baik dari makananyang siap saji, hiburan yang tinggal digeser layar, hinggapengetahuan yang tersedia di ujung jari. Kemudahan iniseharusnya membuat kita lebih produktif, tetapi justruperlahan menumbuhkan kebiasaan baru dan menjadiketergantungan pada keinstanan. Kondisi serba instan inilahyang menjadikan generasi ini menjadi malas. Malas adalahkondisi ketika seseorang merasa enggan atau tidakbersemangat untuk melakukan suatu aktivitas, meskipunsebenarnya mampu melakukannya.
Sifatmalas ini bukanhanya sekadar perilaku menghindar dari pekerjaan, tetapi juga mencerminkan sikap mental dan motivasi yang rendah. Di masyarakat modern, kemalasan kian menguat sebagai gaya hidup akibat kemudahan teknologi dan budaya instan yang merusak nilai kerja keras dan kesabaran.
Di Indonesia, kecanduan gaya hidup instan terlihat nyatadari tingginya konsumsi mi instan, di mana 60,7% pendudukmengonsumsinya rutin 1-6 kali per minggu, bahkan 5,9% lebih dari sekali sehari. Gaya hidup instan ini juga dipicu oleh kecanduan media sosial, dengan sekitar 15% orang usia mudamengaku kecanduan pada tahun 2025, yang menggeser waktuproduktif mereka. Normalisasi kemalasan ini mengancamgenerasi muda yang seharusnya berjuang dengan disiplin dan inovasi. Survei yang dikutip oleh Kementerian Kesehatan dan berbagai sumber statistik seperti World Instant Noodles Association serta GoodStats.id. Data ini mencerminkankecenderungan masyarakat Indonesia yang sangat bergantungpada makanan instan karena praktis dan mudah diakses.
Malas berdampak buruk pada produktivitas kerja dan kualitas hasil kerja. Orang yang malas sering menundapekerjaan dan kurang bermotivasi, berpotensi menurunkankinerja organisasi atau kelompok, terutama jika posisistrategis dipegang oleh individu yang malas. Kondisi ini tidakhanya merugikan individu, tetapi juga menghambat kemajuansosial dan ekonomi secara luas.
Untuk itu, pendidikan dan lingkungan sosial harusmenanamkan kembali nilai kerja keras, kreativitas, dan penghargaan pada proses untuk menghadapi bahayakecanduan instan dan kemalasan ini. Dengan komitmen dan perubahan pola pikir, kemalasan sebagai gaya hidup yang dinormalisasi harus dilawan agar kualitas hidup kita tidaksekadar cepat dan mudah, tetapi bermakna dan berkelanjutan.
Di era digital saat ini, kemudahan akses informasi dan layanan instan telah mengubah cara pandang banyak orang terhadap usaha dan waktu. Kesabaran dan proses panjangyang dahulu dianggap sebagai kunci keberhasilan kiniseringkali diabaikan demi hasil cepat dan instan. Akibatnya, bukan hanya kemalasan yang tumbuh subur, tetapi juga muncul ketergantungan yang berisiko terhadap segala sesuatu yang praktis tanpa mempertimbangkan kualitas dan dampak jangka panjang nya. Hal ini menciptakan paradoks di mana kecanggihan teknologi seharusnya mempermudah hidup, malah mendorong menurunnya motivasi untuk berusaha keras, sehingga malas menjadi gaya hidup yang dinormalisasi dan membudaya.
Menghadapi tantangan ini, peran pendidikan dan keluarga menjadi sangat strategis dalam membentuk karakter dan kebiasaan positif sejak dini. Pendidikan yang menekankan nilai kedisiplinan, ketekunan, dan penghargaan terhadap proses bukan hanya meningkatkan kompetensi akademik, tetapi juga membangun mental antimalas yang tangguh. Sementara itu, lingkungan keluarga yang memberikan teladan dan dukungan akan menanamkan rasa tanggung jawab serta etos kerja yang kuat. Tanpa penguatan dari kedua pilar ini, risiko kecanduan instan dan kemalasan sebagai budaya yang mengancam produktivitas pribadi dan sosial akan terusberlanjut, merugikan masa depan generasi penerus.
Selain dukungan pendidikan dan keluarga, kesadaran individu juga sangat penting untuk melawan kecanduan instandan kemalasan. Setiap orang harus mengembangkan sikapreflektif, mampu mengenali kecenderungan malas dalamdirinya, dan mengambil langkah proaktif untuk mengatasinya. Pengembangan kebiasaan positif seperti manajemen waktu, tujuan hidup yang jelas, dan mengedepankan proses daripadahasil instan, dapat menjadi benteng kuat agar malas tidak merusak potensi diri. Dengan demikian, masyarakat secara kolektif dapat mendorong budaya kerja keras dan kreativitas, menjadikan kemalasan bukan lagi sebagai norma yang diterima, melainkan sebuah tantangan yang harus ditaklukkan.
Sebagai seorang mahasiswa Universitas Mulawarman, fenomena kecanduan instan dan kemalasan yang dinormalisasi sangat terasa dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah tuntutan akademik yang semakin beratdan persaingan yang ketat, sering kali godaan untuk mengambil jalan pintas melalui cara-cara instan terasa sangat menggoda. Misalnya, mengandalkan materi ringkasan atau jasa pengerjaan tugas, atau menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial tanpa produktivitas jelas, merupakan tanda-tanda normalisasi kemalasan yang semakin membudaya. Padahal, sebagai generasi penerus bangsa, seharusnya kita membangun kebiasaan kerja keras, ketekunan, dan dedikasiagar mampu menghadapi tantangan zaman. Oleh karena itu, saya percaya penting bagi mahasiswa untuk menyadaribahaya kecanduan instan ini, memperkuat motivasi internal, dan menciptakan strategi belajar yang efektif agar tidakterjebak dalam gaya hidup malas yang merugikan masa depan.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































