Di era ketika jari bergerak lebih cepat daripada pemikiran, remaja hidup dalam dunia yang selalu aktif. Ponsel bukan lagi sekadar alat komunikasi, tetapi telah menjadi ruang belajar, ruang bermain, dan bahkan ruang pembentukan jati diri. Aktivitas scroll tanpa henti menciptakan kebiasaan baru yang memengaruhi cara mereka berpikir, merasa, dan berkembang. Namun pertanyaan penting muncul: siapa sesungguhnya yang mengarahkan perkembangan remaja hari ini? Apakah orang tua, sekolah, atau algoritma yang mengatur apa yang mereka lihat setiap detik?
Algoritma sebagai Pengasuh Baru dalam Kehidupan Remaja
Remaja saat ini menghabiskan banyak waktu dengan konten digital yang muncul tanpa henti. Konten-konten tersebut bukan hasil pilihan sadar, tetapi hasil rekomendasi algoritma. Psikolog perkembangan, Jean Twenge, menegaskan bahwa media digital telah mengubah cara remaja memaknai hidup, sekaligus memengaruhi kesejahteraan emosional mereka. Ia menyebutkan bahwa “Generasi yang tumbuh bersama gawai adalah generasi yang sangat dipengaruhi konten tanpa filter.”(Kurniawan & Putri, 2021). Sumber: Kurniawan, A., & Putri, M. (2021). Dampak Paparan Media Digital terhadap Kesejahteraan Emosional Remaja di Indonesia. Jurnal Psikologi Perkembangan.
Dampak Paparan Media Digital terhadap Kesejahteraan Emosional Remaja di Indonesia. Jurnal Psikologi Perkembangan. Dahulu, perkembangan peserta didik dikontrol oleh sistem pendidikan dan lingkungan sosial terdekat. Kini, dunia digital secara perlahan menggantikan ruang tersebut. Remaja belajar tentang pergaulan, konsep kecantikan, gaya hidup, hingga cara menghadapi tekanan, semuanya dari video singkat yang serba instan. Informasi ini bukan hanya membentuk sudut pandang, tetapi juga memengaruhi perkembangan moral, sikap, dan emosi mereka.
Dampak Psikologis yang Tidak Bisa Dianggap Remeh
1. Muncul kecenderungan untuk membandingkan diri dengan kehidupan ideal yang ditampilkan secara visual oleh orang lain. Hal ini menimbulkan tekanan emosional yang sulit dihindari. Profesor Jonathan Haidt, pakar psikologi sosial, menyatakan bahwa peningkatan masalah kecemasan pada remaja terkait erat dengan kebiasaan konsumsi media sosial yang berlebihan. Ia menegaskan bahwa “remajalah yang kini berdiri di tengah eksperimen teknologi terbesar dalam sejarah manusia.” (Haidt, 2019; Rahmawati & Sari, 2021; Lestari, 2020).
2. Paparan konten cepat membuat remaja sulit mempertahankan fokus. Video berdurasi singkat melatih otak untuk bekerja secara instan, sehingga kegiatan akademik yang memerlukan konsentrasi jangka panjang terasa membosankan. Guru sering kali mengeluhkan menurunnya kemampuan fokus, dan hal ini menjadi tantangan baru dalam pembelajaran. (Pratama & Utami, 2022).
Meski begitu, media digital juga memberikan ruang yang luas untuk kreativitas dan pengembangan minat. Remaja dapat mempelajari hal baru, berkarya, bahkan membangun jejaring global. Tantangannya bukan pada teknologinya, melainkan pada bagaimana remaja didampingi saat menggunakannya. (Wulandari, 2020).
Keluarga, Sekolah, dan Remaja: Siapa yang Memegang Kendali?
Jika algoritma kini berperan besar dalam perkembangan remaja, maka keluarga dan sekolah harus memegang kembali peran utama. Orang tua perlu membangun komunikasi yang terbuka. Pendekatan yang mengontrol tanpa dialog hanya akan menciptakan jarak. Remaja memerlukan pendampingan yang memberikan contoh, bukan sekadar aturan. Sekolah dan guru menjadi garda depan dalam memberikan literasi digital. Mereka perlu mengajarkan etika bermedia, cara menganalisis informasi, dan cara membangun jati diri yang kuat sehingga tidak mudah terseret arus tren negatif. Remaja sendiri harus diajak memahami bahwa perkembangan diri adalah tanggung jawab pribadi. Waktu yang mereka habiskan untuk menatap layar seharusnya menjadi investasi untuk hal bermanfaat, bukan justru membuat mereka kehilangan arah.
Menuju Generasi yang Lebih Sadar dan Tangguh
Teknologi akan terus berkembang, tetapi arah perkembangan remaja dapat diarahkan. Remaja tidak hanya perlu dilatih untuk melek digital, tetapi juga melek diri, yaitu mampu mengenali batas, memahami nilai, dan menentukan pilihan secara mandiri. Pada akhirnya, pertanyaan tentang siapa yang mengarahkan perkembangan remaja tidak bisa diserahkan kepada algoritma. Jawabannya berada pada sinergi antara orang tua, sekolah, masyarakat, dan remaja itu sendiri. Jika pendampingan berjalan seimbang, maka generasi muda bukan hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi individu yang kuat, kritis, dan berkarakter di tengah derasnya arus digital.
Remaja harus dibimbing agar media digital dapat menjadi alat pendukung pembelajaran, bukan penyebab menurunnya prestasi atau kesehatan mental. Dengan kerja sama antara orang tua, pendidik, dan peserta didik, perkembangan mereka dapat diarahkan ke arah yang positif, meskipun berada di tengah pesatnya arus teknologi dan informasi. Media digital dapat menjadi partner yang baik selama penggunaannya diawasi dan diarahkan dengan tepat.
Kelas: 01GSDE001
Disusun oleh: Kelompok 3
1. Dilla Puspita Sari [ 251012400090 ]
2. Liza Kamelia Putri [ 251012400032 ]
3. Tya Septiani [ 251012400008 ]
Universitas Pamulang Tangerang Selatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Semester Ganjil Tahun 2025/2026
DAFTAR PUSTAKA
Haidt, J. (2019). The Anxious Generation: How the Great Rewiring of Childhood Is Causing an Epidemic of Mental Illness.
Rahmawati, D., & Sari, N. (2021). Pengaruh Penggunaan Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Psikologi Indonesia.
Lestari, R. (2020). Kecanduan Media Sosial dan Perbandingan Sosial pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi.
Pratama, G., & Utami, N. (2022). Pengaruh Konten Video Pendek terhadap Rentang Perhatian Remaja. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Wulandari, A. (2020). Literasi Digital dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Remaja di Indonesia. Jurnal Komunikasi Nusantara.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































