Malang, 25 Agustus 2025 – Sebanyak 27 petugas kesehatan dari Kabupaten Situbondo mengikuti Pelatihan Pelayanan Kesehatan bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang diselenggarakan oleh UPT Latkesmas Murnajati. Pelatihan ini berlangsung selama lima hari efektif, mengombinasikan pembelajaran interaktif, praktik lapangan, serta studi kasus untuk memperkuat pemahaman peserta secara menyeluruh.
Sebagai kawah candradimuka bagi pengembangan SDM aparatur kesehatan, UPT Latkesmas Murnajati mendukung penuh Asta Cita keempat Presiden Prabowo yang menitikberatkan pada peningkatan kualitas pembangunan sumber daya manusia, termasuk pendidikan dan pelatihan di bidang sains, teknologi, pendidikan, dan kesehatan. Dukungan ini diwujudkan melalui program pelatihan yang dirancang adaptif dengan kebutuhan terkini, selaras dengan tantangan penanganan kasus KtP/A dan TPPO di lapangan.
Kepala UPT Latkesmas Murnajati, Ahmat, S.KM., M.Kes., menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas tenaga kesehatan. “Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk perdagangan orang, masih menjadi fenomena gunung es. Layanan kesehatan merupakan garda terdepan dalam deteksi dan penanganan korban. Melalui pelatihan ini, kami berharap para peserta dapat meningkatkan sensitivitas, keterampilan, dan koordinasi lintas sektor untuk memberikan layanan yang cepat, tepat, dan berperspektif korban,” ungkapnya.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), hingga 3 Juli 2025 tercatat 14.039 kasus KtP/A, dengan lonjakan lebih dari 2.000 kasus hanya dalam 17 hari. Komnas Perempuan juga melaporkan adanya 330.097 kasus pada 2024, meningkat 14,17% dibanding 2023. Mayoritas korban merupakan anak dan remaja usia 13–17 tahun, yang mengindikasikan bahwa kekerasan dan eksploitasi masih menjadi ancaman serius di masyarakat. Terkait TPPO, maraknya eksploitasi dan penipuan lintas negara juga menjadi perhatian besar. Baru-baru ini, pemerintah memfasilitasi pemulangan lebih dari 500 WNI korban penipuan daring di Myanmar, menegaskan kompleksitas penanganan perdagangan orang di tingkat global.
Materi yang disampaikan dalam pelatihan ini berfokus pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta. Di antaranya Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan Kasus KtP/A, yang membekali peserta dengan pemahaman regulasi terkini; Deteksi Dini dan Skrining Kasus Kekerasan, yang menekankan pentingnya kemampuan mengidentifikasi korban secara cepat dan akurat; serta Tatalaksana Psikososial Korban, yang mengajarkan pendekatan sensitif untuk membantu pemulihan fisik dan mental korban.
Pelatihan ini menghadirkan narasumber berkompeten dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Bidang Kedokteran Kesehatan (BIDDOKES) Polda Jatim, RS Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso Surabaya, Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, serta Widyaiswara UPT Latkesmas Murnajati. Dengan kehadiran praktisi dan pakar dari berbagai bidang, peserta mendapat wawasan komprehensif mulai dari aspek medis, hukum, hingga psikososial.
Ahmat menambahkan, “Kami berharap peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut di Puskesmas, Rumah Sakit, maupun layanan kesehatan lainnya. Layanan yang ramah, aman, dan berorientasi pada kebutuhan korban harus menjadi standar utama.”
Selain mendukung peningkatan kualitas pelayanan, pelatihan ini juga mengacu pada regulasi penting seperti Permenkes No. 68 Tahun 2013 yang mengatur kewajiban layanan kesehatan memberikan informasi atas dugaan kekerasan terhadap anak, serta Permenkes No. 64/Menkes/Per/VIII/2015 terkait pengembangan Puskesmas tanggap KtP/A. Keduanya menjadi payung hukum penting bagi tenaga kesehatan untuk memberikan layanan profesional dan terukur.
Kegiatan ini diharapkan menjadi bagian dari upaya mewujudkan target Indonesia Layak Anak 2030 sesuai amanat Rencana Aksi Nasional Perlindungan Anak (RAN-PA), sekaligus memperkuat peran tenaga kesehatan sebagai ujung tombak perlindungan masyarakat. Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, peserta diharapkan mampu mengimplementasikan pelayanan yang responsif dan berkelanjutan di wilayah kerjanya.