Artikel ini membahas peran hukum dalam mewujudkan tatanan sosial-politik yang adil di Sulawesi Tenggara melalui perspektif sosiologi hukum. Sulawesi Tenggara sebagai wilayah multi-etnik menghadapi dinamika sosial-politik yang kompleks, antara lain konflik lahan, eksklusi masyarakat adat, serta tantangan dalam penegakan hukum. Dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum, artikel ini menganalisis bagaimana hukum, baik yang bersumber dari negara maupun adat, dapat berfungsi sebagai instrumen resolusi konflik, perlindungan hak masyarakat, dan pembentuk integrasi sosial.
Peran hukum sangat penting dalam membentuk tatanan sosial-politik yang adil, terutama di wilayah dengan dinamika unik seperti Sulawesi Tenggara. Wilayah dengan keragaman etnik dan budayanya, menyajikan tantangan sekaligus peluang. Berbagai kelompok etnik dan adat istiadat hidup berdampingan, menciptakan potensi konflik horizontal maupun vertikal. Dalam artikel ini akan menggunakan middle-range theory dengan menitikberatkan pada konsep law in action, legal pluralism, dan struggle for law sebagai alat analisis dalam memahami dinamika peran hukum di Sulawesi Tenggara. Pemilihan pendekatan ini bertujuan agar dapat menjabani teori besar dengan kenyatan empiris.
Hukum sebagai Pilar Ketertiban dan Keadilan Formal di Sulawesi Tenggara
Hukum formal di Sulawesi Tenggara, yang diatur konstitusi dan undang-undang, berfungsi sebagai kerangka utama untuk mengatur kehidupan sosial dan politik, seperti dalam pengelolaan sumber daya alam, tata ruang, dan administrasi pemerintahan. Penerapannya terlihat di pengadilan, kepolisian, dan kejaksaan, bertujuan menciptakan ketertiban, kepastian, dan keadilan prosedural. Namun, mewujudkan keadilan substantif dengan hukum formal ini seringkali menghadapi tantangan. Akses terhadap keadilan formal masih sulit bagi sebagian masyarakat, terutama di daerah terpencil atau kelompok rentan yang kurang literasi hukum dan finansial. Selain itu, integritas aparat penegak hukum dan intervensi kepentingan politik/ekonomi dapat mengurangi kepercayaan publik. Fenomena ini menunjukkan kesenjangan antara hukum dalam teori dan praktiknya (law in book dan law in action), sebuah isu penting dalam sosiologi hukum.
Pluralisme Hukum dan Peran Hukum Adat dalam Tatanan Sosial
Sulawesi Tenggara dicirikan oleh adanya pluralisme hukum, di mana hukum negara hidup berdampingan dengan beragam sistem hukum adat yang masih dipegang teguh oleh komunitas lokal. Hukum adat, seperti yang berlaku di masyarakat Tolaki, Muna, atau Buton, memiliki mekanisme penyelesaian sengketa tradisional yang unik, seringkali menekankan pada musyawarah, mufakat, dan pemulihan hubungan sosial ketimbang penghukuman semata. Pengakuan terhadap hukum adat ini, meskipun tidak selalu eksplisit dalam setiap kasus, telah diatur dalam kerangka hukum nasional, khususnya terkait keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional mereka.
Dinamika Sosial-Politik dan Implikasinya terhadap Penegakan Keadilan
Dinamika sosial-politik di Sulawesi Tenggara sangat memengaruhi peran hukum dalam keadilan. Pembangunan dan investasi, khususnya eksploitasi nikel, telah memicu ketegangan sosial seperti konflik lahan dan degradasi lingkungan. Isu korupsi dan patronase politik menjadi hambatan serius, melemahkan institusi hukum dan memengaruhi pengambilan keputusan yang adil. Meskipun demikian, keterlibatan masyarakat sipil dalam advokasi dan pengawasan kekuasaan menjadi indikator penting untuk mewujudkan keadilan sosial-politik.
Tantangan dan Peluang Menuju Keadilan yang Lebih Baik
Berdasarkan analisis data sekunder, tantangan utama dalam mewujudkan tatanan sosial-politik yang adil di Sulawesi Tenggara adalah:
1. Kesenjangan antara idealisme hukum dan realitas implementasi (law in book vs. law in action).
2. Harmonisasi antara hukum negara dan hukum adat yang belum sepenuhnya tercapai, terutama dalam konteks konflik sumber daya alam.
3. Integritas dan akuntabilitas aparat penegak hukum yang masih perlu diperkuat.
4. Minimnya literasi hukum dan akses terhadap keadilan bagi kelompok rentan.
5. Pengaruh kepentingan politik dan ekonomi yang dapat mengintervensi proses hukum.
Dengan adanya hasil kajian ini menunjukkan bahwa hukum bukan sekedar sistem normatif, tetapi merupakan institusi sosial yang di bentuk dan membentuk tatanan sosial-politik. Dalam pendekatan sosiologi hukum menunjukkan, meskipun hukum formal berupaya menciptakan ketertiban dan keadilan prosedural, tantangan seperti akses, integritas aparat, dan intervensi kepentingan masih menjadi hambatan serius dalam mewujudkan keadilan substantif. Oleh karena itu, terwujudnya keadilan di Sulawesi Tenggara memerlukan pemahaman mendalam tentang interaksi antara hukum tertulis dan praktik sosial, mengakui peran kearifan lokal, serta memperkuat akuntabilitas seluruh aktor hukum.
Upaya yang dapat di lakukan adalah Pertama, harmonisasikan hukum negara dan hukum adat, terutama dalam penyelesaian konflik agraria dan sumber daya alam, dengan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif. Kedua, tingkatkan akses dan literasi hukum bagi masyarakat, khususnya kelompok rentan, agar mereka lebih mudah mendapatkan bantuan dan informasi hukum. Ketiga, perkuat akuntabilitas aparat penegak hukum melalui peningkatan integritas dan profesionalisme serta pengawasan internal dan eksternal yang efektif. Terakhir, dorong partisipasi aktif publik, termasuk tokoh adat dan organisasi lokal, dalam perumusan dan pengawasan kebijakan hukum agar lebih responsif terhadap kebutuhan dan kearifan lokal.
SUMBER :
Junaedi, R. (2020). Dominasi Kapital dan Pelemahkan Hak Adat dalam Investasi Pertambangan di Sulawesi Tenggara. Jurnal Studi Pembangunan, 9(2), 130-145.
Kurniawan, H. (2023). Dampak Sosial-Ekonomi Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian Pusat Studi Pembangunan Regional, hlm. 50-65.
Lestari, S. (2021). Akses Keadilan bagi Masyarakat Adat di Daerah Pesisir Sulawesi Tenggara. Jurnal Hukum Masyarakat, 8(2), 112-128.