TANGSEL– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terus mendorong pemerataan akses pendidikan menengah bagi seluruh masyarakat melalui program sekolah gratis.
Upaya ini, dibahas dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang digelar untuk mengevaluasi pelaksanaan program sekolah gratis tahun ajaran 2025–2026.
Gubernur Banten, Andra Soni menyampaikan, bahwa program ini merupakan solusi atas keterbatasan daya tampung sekolah negeri yang tidak sebanding dengan jumlah pendaftar.
“Alhamdulillah hari ini saya menghadiri kegiatan FGD terkait realisasi sekolah gratis di Provinsi Banten. Saya mengapresiasi kegiatan ini sebagai bagian dari upaya kita mengevaluasi dan mencari solusi atas permasalahan pemerataan hak pendidikan di tingkat SMA, SMK, dan SKH,” kata Andra Soni, di salah satu hotel di bilangan Serpong, Selasa 8 Juli 2025.
Menurutnya, jumlah sekolah negeri di Banten masih sangat terbatas, terutama di daerah-daerah padat penduduk. Sejak kewenangan pengelolaan SMA, SMK, dan SKH dialihkan ke Provinsi pada tahun 2017, pembangunan sekolah memang terus dilakukan.
Namun, lanjut Andra, keterbatasan anggaran dan lahan menyebabkan pertumbuhan sekolah negeri belum bisa mengimbangi jumlah lulusan SMP setiap tahunnya.
“Dari sekitar 166 ribu pendaftar ke sekolah negeri, hanya sekitar 80 ribu siswa yang bisa tertampung. Sisanya, kurang lebih 80 ribu siswa lainnya harus melanjutkan ke sekolah swasta,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Andra menerangkan, Pemprov Banten menjalankan program sekolah gratis dengan menggandeng sekolah swasta yang bersedia menyesuaikan biaya operasional sesuai pagu pemerintah.
“Kita menyadari bahwa tidak semua warga mampu membiayai pendidikan di sekolah swasta. Maka sekolah gratis ini hadir sebagai solusi. Tentu tidak semua sekolah swasta bisa ikut, karena kami sesuaikan dengan komponen biaya seperti SPP, uang gedung, daftar ulang, dan LKS. Itu semua yang kami gratiskan,” terangnya.
Kemudian, Andra Soni menambahkan, dalam sistem Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) saat ini, masyarakat sudah bisa memilih sekolah swasta sebagai salah satu opsi, terutama bagi yang tidak tertampung di sekolah negeri.
Namun, Andra mengakui, bahwa implementasinya masih perlu evaluasi lebih lanjut karena ada beberapa sekolah swasta peserta program yang sudah kelebihan kuota.
“Yang paling penting, kami ingin program ini benar-benar memberikan kemanfaatan. Kalau sekolah sudah ikut program gratis, maka seluruh siswanya dalam satu kelas harus gratis. Tidak boleh ada diskriminasi antara siswa yang gratis dan yang berbayar dalam satu ruang kelas,” tegasnya.
Andra mengingatkan, bahwa sekolah swasta yang sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemprov tetapi masih memungut biaya tambahan, telah melakukan pelanggaran yang bisa dikenai sanksi hukum.
“Kalau dia sudah tanda tangan MoU, tapi masih menarik biaya dari siswa, itu pelanggaran. Bisa kami proses secara hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Andra mengatakan, bahwa evaluasi program sekolah gratis akan terus dilakukan, termasuk pengkajian anggaran yang bersumber dari pergeseran pos anggaran pemerintah.
“Anggaran ini tidak bisa serta-merta ditambah, tapi kita lakukan melalui pergeseran. Dan insyaAllah akan berjalan. FGD ini salah satu cara kita mengumpulkan saran dan masukan dari pakar serta masyarakat,” tutupnya.(Mario)