RUU Perampasan Aset, sebuah rancangan undang-undang yang diharapkan menjadi senjata pamungkas dalam memberantas korupsi, kembali menjadi sorotan utama. Setelah bertahun-tahun lamanya menjadi wacana yang tak kunjung usai, RUU ini akhirnya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Namun, apakah ini benar-benar babak baru bagi pemberantasan korupsi, atau sekadar janji manis menjelang pemilu?
RUU Perampasan Aset bukanlah barang baru di dunia perpolitikan Indonesia. RUU ini sudah lama bergulir, bahkan sejak tahun 2008! Berikut adalah perjalanan panjang RUU Perampasan Aset:
– 2008: PPATK mulai melakukan kajian.
– 2023: Presiden Jokowi mengirim Surpres ke DPR.
– 2024: Hingga akhir periode DPR lama, pembahasan tak dimulai.
– 2025: Masuk Prolegnas Prioritas sebagai inisiatif DPR.
Dari timeline di atas, bisa dilihat bahwa RUU ini memang sudah lama menjadi “anak tiri” di DPR. Padahal, kita tahu bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa yang harus diberantas. Tapi, kenapa ya RUU ini selalu diabaikan? Apakah karena banyak “oknum” di DPR yang takut kalau asetnya ikut dirampas? Atau jangan-jangan karena ada kepentingan lain yang lebih penting daripada kepentingan rakyat? Ah, sudahlah. Yang penting sekarang RUU ini sudah masuk Prolegnas Prioritas. Semoga saja kali ini benar-benar dibahas dan disahkan. Jangan sampai kita cuma dikasih harapan palsu lagi.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menunjukkan tajinya dengan mengusulkan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) inisiatif. Dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 9 September 2025, tiga RUU yang diusulkan adalah RUU Perampasan Aset, RUU Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dan RUU Kawasan Industri.
Tentu saja, usulan ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Apakah DPR benar-benar serius ingin memberantas korupsi dengan RUU Perampasan Aset? Atau jangan-jangan ini hanya pengalihan isu dari masalah-masalah lain yang lebih mendesak? Kita tahu bahwa DPR seringkali mengusulkan RUU yang kontroversial, tapi ujung-ujungnya tidak pernah disahkan. Apakah RUU Perampasan Aset ini akan bernasib sama?
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyambut baik keputusan DPR terkait penyusunan RUU Perampasan Aset. Pemerintah siap membantu penyusunan naskah akademik dan draf, sambil menyerahkan inisiatif kepada DPR.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, menegaskan bahwa RUU ini ditargetkan rampung pada 2025. Ia menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan RUU ini. “Masyarakat harus tahu isi perampasan aset, bukan hanya judulnya,” tegas Bob Hasan.
Pernyataan Bob Hasan ini patut diapresiasi. Kita sebagai masyarakat memang harus tahu apa saja yang akan diatur dalam RUU ini. Jangan sampai kita cuma dikasih janji-janji manis, tapi ujung-ujungnya malah merugikan kita sendiri. Kita harus kritis dan aktif dalam memberikan masukan kepada DPR agar RUU ini benar-benar bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berjanji akan melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset secara terbuka, termasuk melalui siaran di YouTube. Substansi yang akan dibahas meliputi:
– Apakah perampasan aset masuk ranah pidana atau perdata?
– Hubungannya dengan pidana pokok dan pidana asal.
Janji DPR untuk membahas RUU ini secara terbuka tentu saja patut diapresiasi. Dengan adanya siaran di YouTube, masyarakat bisa ikut memantau jalannya pembahasan dan memberikan masukan kepada para wakil rakyat. Tapi, kita juga harus realistis. Apakah siaran YouTube ini benar-benar akan transparan dan objektif? Atau jangan-jangan hanya sekadar формальность untuk menutupi kepentingan-kepentingan tertentu?
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyatakan siap jika pembahasan RUU Perampasan Aset dialihkan ke komisi mereka. “Tentu kalau memang sikap dan pernyataan Baleg bahwa rencana pembahasan RUU Perampasan Aset bisa diserahkan ke Komisi III, tentu pimpinan dan anggota Komisi III akan siap menjalankan tugas itu,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Itu teknis. Bisa paralel atau siapa yang didahulukan.”
Pernyataan Nasir Djamil ini terdengar sangat meyakinkan. Tapi, kita sebagai masyarakat tentu tidak boleh langsung percaya begitu saja. Komisi III DPR memang dikenal sebagai komisi yang “keras” dan seringkali menjadi sorotan media. Apakah kesiapan mereka untuk membahas RUU Perampasan Aset ini benar-benar didasari oleh niat baik untuk memberantas korupsi, atau hanya sekadar mencari panggung dan popularitas?
Presiden Prabowo Subianto menegaskan agar DPR segera menindaklanjuti RUU Perampasan Aset. “Karena itu, Pak Prabowo menegaskan juga kepada Ibu Puan Maharani supaya DPR segera mengambil langkah membahas RUU ini,” ujar Yusril Ihza Mahendra.
Perintah dari Presiden Prabowo ini tentu saja menjadi angin segar bagi para pendukung RUU Perampasan Aset. Tapi, kita sebagai masyarakat tentu tidak boleh langsung terlena dengan janji-janji manis. Kita tahu bahwa politik itu penuh dengan intrik dan kepentingan. Apakah perintah Presiden Prabowo ini benar-benar didasari oleh niat baik untuk memberantas korupsi, atau hanya sekadar pencitraan untuk meningkatkan elektabilitas?
RUU Perampasan Aset adalah sebuah harapan bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, di balik harapan itu, tersimpan pula keraguan dan kekhawatiran. Apakah RUU ini benar-benar akan disahkan dan diimplementasikan dengan baik? Atau jangan-jangan hanya menjadi pajangan di lemari DPR, seperti RUU-RUU lainnya?
Kita sebagai masyarakat harus terus mengawasi dan mengingatkan para wakil rakyat agar tidak melupakan janji-janji mereka. Jangan sampai kita cuma dijadikan alat untuk meraih kekuasaan, lalu ditinggalkan begitu saja. Kita harus kritis dan aktif dalam memberikan masukan kepada DPR agar RUU ini benar-benar bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”