Pernahkah Anda merasa bahwa sebuah kasus hukum baru akan diproses jika sudah ramai dibicarakan di media sosial? Fenomena yang dikenal dengan adagium “No Viral, No Justice” ini menjadi cerminan pahit dari krisis kepercayaan publik terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang kini berada di titik paling krusial. Krisis ini diperparah oleh serangkaian skandal besar yang menunjukkan bahwa reformasi yang digulirkan dua dekade lalu belum benar-benar tuntas. Alih-alih membenahi diri, RUU Polri terbaru justru berpotensi menarik institusi ini kembali ke era absolut dengan menjadikannya “lembaga super” yang kebal pengawasan. Namun, harapan untuk perbaikan masih ada. Berikut adalah 6 langkah konkret yang dapat ditempuh untuk memulihkan kepercayaan dan mengembalikan Polri pada hakikatnya sebagai pelindung sejati masyarakat.
Akar Masalah yang Perlu Disembuhkan
Akar masalah yang menggerogoti Polri bersifat sistemik dan mendalam. Budaya militeristik yang represif masih bertahan, yang seringkali mengabaikan hak asasi manusia. Laporan Kontras (Juli 2023-Juni 2024) bahkan mencatat ada 641 hingga 645 peristiwa kekerasan yang melibatkan polisi. Komnas HAM juga secara konsisten menempatkan Polri sebagai institusi yang paling banyak diadukan oleh masyarakat. Masalah ini semakin rumit dengan adanya politisasi institusi, yang melahirkan julukan sinis “Parcok” (Partai Coklat) karena posisinya yang rentan ditarik ke dalam kepentingan politik penguasa. Ditambah lagi dengan isu korupsi yang kronis—di mana ICW memberi nilai ‘E’ atau sangat buruk—serta gaya hidup hedonis sebagian anggotanya, jurang antara polisi dan rakyat pun semakin lebar.
6 Langkah Konkret untuk Reformasi Total Polri
Untuk keluar dari krisis ini, diperlukan peta jalan yang jelas, terbagi dalam tindakan jangka pendek yang cepat dan perubahan jangka panjang yang mendasar.
Jangka Pendek: 3 Langkah Cepat Membangun Kembali Kepercayaan
- Wajibkan Kamera Tubuh (Body-Worn Cameras) Nasional: Implementasi kamera tubuh bagi setiap petugas di lapangan adalah alat pengawasan paling efektif untuk mengurangi kekerasan, mencegah pungli, dan menyediakan bukti objektif saat terjadi pelanggaran.
- Ciptakan Sistem Pengaduan Publik yang Transparan: Untuk melawan fenomena “No Viral, No Justice”, Polri harus membangun portal pengaduan nasional di mana pelapor dapat melacak perkembangan kasusnya secara langsung. Ini akan memulihkan kepercayaan pada mekanisme formal.
- Hentikan Gaya Hidup Hedonis Secara Tegas: Menegakkan aturan internal tentang larangan hidup mewah adalah langkah simbolis yang kuat. Ini menunjukkan empati dan komitmen Polri untuk menjadi bagian dari masyarakat, bukan kelompok elite yang terpisah.
Jangka Panjang: 3 Fondasi untuk Perubahan Sistemik
- Rombak Struktur Kelembagaan: Posisi Polri yang langsung di bawah Presiden terbukti problematis. Solusi idealnya adalah model hibrida: tempatkan Polri di bawah kementerian sipil untuk urusan kebijakan dan anggaran, sambil membentuk Komisi Kepolisian Nasional yang baru dan berdaya untuk mengawasi standar profesional, promosi, dan investigasi independen.
- Revolusi Pendidikan di Akpol dan SPN: Kurikulum pendidikan Polri harus dirombak total, meninggalkan paradigma militeristik dan beralih ke mentalitas pelayanan. Materi inti harus fokus pada de-eskalasi -proses mengurangi tingkat- konflik, HAM, dan etika pelayanan publik untuk mencetak generasi polisi yang humanis.
- Audit Total Anggaran dan Berantas “Ekonomi Bayangan”: Lakukan audit investigatif terhadap semua sumber pendanaan, termasuk dana non-APBN yang diduga menjadi bahan bakar faksionalisme – konflik kepentingan- dan impunitas -kebal hukum. Anggaran harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan pelatihan, bukan hanya untuk membeli peralatan represif.
Reformasi Polri bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk menyelamatkan demokrasi kita. Tujuannya bukan untuk melemahkan institusi, melainkan memperkuat negara dengan memastikan penegak hukumnya benar-benar bekerja untuk rakyat.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”