Bandung – Di balik bilik suara, ada proses panjang yang bermula dari ruang kelas: Pendidikan. Bagaimana pendidikan memengaruhi cara masyarakat berpartisipasi? Mengapa partisipasi warga kota berbeda dengan warga kabupaten? Merupakan hal yang menarik bukan? Terutama ketika kita melihat kenyataan bahwa politik bukan hanya urusan elit, tapi juga rakyat di akar rumput.
Pendidikan Politik: Jembatan Menuju Kesadaran Demokrasi
Pendidikan politik ibarat bekal bagi warga agar tidak tersesat dalam pusaran janji-janji kampanye. Dengan pendidikan politik, masyarakat diajak memahami hak dan kewajiban mereka, mengenal visi dan misi calon, serta tidak mudah terbujuk oleh iming-iming sesaat. Tanpa itu, pemilu bisa berubah menjadi sekadar formalitas tanpa makna.
Penelitian Tim SIGAPILKADA menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal memiliki korelasi langsung dengan kualitas partisipasi politik. Warga dengan pendidikan menengah hingga tinggi cenderung lebih kritis dalam menilai calon, mencari informasi dari media, dan membandingkan program kandidat. Namun ironisnya, partisipasi pemilih di kota sering lebih rendah karena muncul sikap apatis seperti “suara saya tidak akan mengubah apa-apa”. Sebaliknya, mereka yang pendidikannya rendah lebih mudah dipengaruhi oleh tokoh masyarakat atau faktor tradisional. Meskipun dalam angka partisipasi pemilih tinggi, kualitasnya masih menghadapi tantangan. Sebagian pemilih beralasan bahwa memilih karena ikut-ikutan orang sekitar, atau sekadar mengikuti arahan tokoh lokal. Di sini terlihat bahwa pendidikan politik sangat penting, agar antusiasme masyarakat kabupaten bisa diiringi dengan keputusan yang lebih rasional.
Dari Kelas ke Bilik Suara
Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan erat kaitannya dengan demokrasi. Pendidikan formal membekali warga dengan kemampuan berpikir kritis, sementara pendidikan politik mengarahkan mereka untuk menggunakan pengetahuan itu dalam konteks pemilu. Dengan kata lain, perjalanan dari kelas ke bilik suara adalah perjalan dari pengetahuan menuju kesadaran.
Membangun kualitas demokrasi tidak cukup hanya mengandalkan partisipasi tinggi, tetapi juga partisipasi yang cerdas. Di kota menghadapi tantangan mengikis apatisme, di kabupaten, pun menghadapi tantangan meningkatkan kualitas pilihan. Keduanya hanya bisa dijawab melalui pendidikan politik yang berkelanjutan, seperti yang ditekankan dalam temukan penelitian Tim SIGAPILKADA.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”