Yogyakarta, 04 Oktober 2025 — Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 akan berlangsung pada 11–18 Oktober di Lapangan Desa Logandeng, Gunungkidul Yogyakarta, mengusung tema “Adoh Ratu, Cedhak Watu” atau jauh dari raja, dekat dengan batu. Tema ini merefleksikan filosofi masyarakat Gunungkidul yang hidup mandiri, bersahaja, dan tetap terhubung dengan alam.
Sejak pertama kali digelar pada 1989, FKY bukan sekadar pesta seni, melainkan laboratorium budaya — ruang pertemuan seniman, sastrawan, dan pemikir untuk mencipta, berdialog, serta menghidupkan kembali nilai-nilai kebudayaan Yogyakarta. Diselenggarakan dengan dana keistimewaan DIY, FKY menjadi ajang memperkuat identitas, memberdayakan komunitas, dan membuka ruang bagi inovasi lintas generasi.
Setelah mengangkat tema pangan di Kulon Progo (2023) dan benda di Bantul (2024), tahun ini FKY memasuki babak ketiga peta jalan lima tahunan dengan fokus pada “adat istiadat”. Gunungkidul dipilih karena kekayaan tradisinya yang tumbuh secara organik dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Tema “Adoh Ratu, Cedhak Watu” mengandung makna filosofis mendalam. “Jauh dari raja” bukan sekadar jarak geografis dari pusat kekuasaan, tetapi simbol kemandirian dan kesadaran kolektif dalam menjaga jati diri budaya. Sedangkan “dekat dengan batu” menandai hubungan spiritual masyarakat dengan tanah karst dan sejarah Gunungkidul.
FKY 2025 ingin menegaskan bahwa adat istiadat bukan sekadar ritual masa lalu, melainkan daya hidup yang menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Rangkaian kegiatan FKY 2025 dirancang untuk melibatkan masyarakat secara aktif, di antaranya:
Pawai Rajakaya (11 Oktober 2025): Upacara pembukaan yang mengadaptasi tradisi Gumbrengan, ungkapan syukur petani dan peternak Gunungkidul. Pawai menampilkan hewan ternak berhias, bregada, dan pasukan Panji Desa dari berbagai kabupaten di DIY.
Kompetisi Panji Desa, Ternak Sehat, dan Jurnalisme Warga: Ruang kolaborasi dan inovasi berbasis kearifan lokal, yang melibatkan warga lintas profesi.
Jelajah Budaya: Eksplorasi adat melalui Telusur Tutur, Lokakarya, dan Sandiswara, yang membuka pemahaman baru tentang relevansi adat di masa kini.
Pameran Olah Rupa: Menampilkan karya seni visual dengan semangat “bertamu”, menghadirkan ruang dialog antara seniman dan masyarakat Gunungkidul.
FKY Rembug: Forum refleksi budaya yang mempertemukan akademisi, budayawan, dan masyarakat dalam format wicara panel, siniar, serta wedangan kebudayaan.
Penyelenggaraan FKY 2025 dibangun atas prinsip kolaborasi setara antara panitia, seniman, dan komunitas lokal. Warga Gunungkidul tidak hanya menjadi penonton, melainkan turut berperan aktif dalam perancangan dan pelaksanaan program.
FKY menjadi bukti bahwa pelestarian budaya tidak hanya bergantung pada lembaga, tetapi juga pada kekuatan gotong royong masyarakat yang memahami dan menghidupkan tradisinya sendiri.
Antusiasme warga Yogyakarta terhadap FKY 2025 sangat tinggi. Festival ini dinilai mampu menjaga semangat kebersamaan dan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
“FKY itu selalu punya cara menghidupkan semangat Yogya yang guyub. Tema tahun ini pas sekali untuk Gunungkidul,” ujar Ratri (27), seniman muda asal Sleman.
“Adoh Ratu, Cedhak Watu itu filosofi hidup kami. Hidup sederhana tapi mandiri, dekat dengan alam,” kata Sutrisno (52), warga Wonosari.
“Sekarang FKY bukan cuma tontonan, tapi ruang belajar dan refleksi budaya,” tambah Bagas (21), mahasiswa UGM.
Melalui tema Adoh Ratu, Cedhak Watu, FKY 2025 meneguhkan pesan bahwa kekuatan kebudayaan sejati tumbuh dari akar masyarakat, bukan dari pusat kekuasaan.
Festival ini bukan hanya merayakan adat, tetapi juga mendefinisikan ulang cara masyarakat berinteraksi dengan sejarah dan lingkungan, sambil membuka ruang bagi generasi muda untuk meneruskan warisan budaya Yogyakarta yang berjiwa merdeka, mandiri, dan bermartabat. ( Yusuf )
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”