Antara Produktivitas, Ambisi, dan Kewarasan: Dilema Mahasiswa Masa Kini
Mahasiswa sering dianggap sebagai simbol semangat muda dan keberhasilan. Masyarakat memandang mahasiswa ideal sebagai sosok aktif, berprestasi di akademik, berorganisasi, dan memiliki citra baik di media sosial. Gambaran sempurna ini menumbuhkan standar baru tentang “mahasiswa luar biasa”, yang harus terlihat produktif dan sukses dalam segala hal. Namun di balik semua itu, banyak mahasiswa yang diam-diam berjuang menjaga kesehatan mental di tengah tuntutan untuk terus menjadi lebih baik.
Tekanan akademik, persaingan sosial, serta pengaruh media sosial membuat mahasiswa sulit menemukan keseimbangan. Keberhasilan sering diukur dari IPK dan aktivitas yang terlihat, bukan dari kesejahteraan mental. Budaya ini menimbulkan dilema: bagaimana bisa tetap produktif dan ambisius tanpa kehilangan kewarasan?
Produktivitas memang penting, tetapi jika dijadikan satu-satunya tolok ukur, ia bisa menjebak mahasiswa dalam siklus perbandingan sosial yang melelahkan. Media sosial memperparah kondisi ini dengan menampilkan kesuksesan semu—pencapaian tanpa proses di baliknya. Berdasarkan survei Katadata (2022), lebih dari 60% mahasiswa kerap membandingkan diri di media sosial dan kehilangan rasa percaya diri setelah melihat prestasi orang lain.
Ambisi sejatinya positif, tetapi jika berlebihan dapat menjadi bumerang. Banyak mahasiswa mengabaikan istirahat demi mengejar target, hingga berujung pada stres dan kelelahan emosional. Data Kementerian Kesehatan RI (2023) menyebut 38% mahasiswa mengalami stres akademik sedang hingga tinggi, dan 21% menunjukkan gejala kelelahan mental.
Sistem pendidikan pun sering memperkuat budaya ini. Universitas menuntut mahasiswa memiliki portofolio gemilang, namun minim menyediakan dukungan kesehatan mental. Padahal, produktivitas sejati tak akan tercapai tanpa keseimbangan psikologis. Mahasiswa yang sehat mentalnya cenderung lebih fokus, inovatif, dan tangguh menghadapi tantangan
Istirahat bukan tanda kelemahan, melainkan bagian dari produktivitas berkelanjutan. Mengelola waktu, mengenali batas diri, dan memberi ruang untuk tenang justru membantu menjaga semangat. Seperti kata Prayitno (2017), keseimbangan pribadi merupakan kunci proses pembelajaran yang bermakna.
Tanggung jawab menjaga keseimbangan ini bukan hanya pada mahasiswa, tetapi juga lembaga pendidikan. Kampus perlu menciptakan lingkungan yang menghargai proses, bukan hanya hasil. Program konseling gratis, pelatihan pengelolaan stres, dan perubahan sistem penilaian adalah langkah nyata yang dibutuhkan.
Selain itu, masyarakat juga perlu berhenti memberi tekanan berlebihan dengan standar kesuksesan yang sempit. Empati dan dukungan jauh lebih berarti daripada sekadar dorongan untuk “selalu sukses”.
Pada akhirnya, kesuksesan sejati mahasiswa bukan diukur dari seberapa banyak pencapaiannya, melainkan seberapa sehat dan utuh dirinya dalam menjalani proses tersebut. Mahasiswa yang hebat adalah mereka yang mampu menjaga keseimbangan antara ambisi, kewarasan, dan kebahagiaan.
Sumber Informasi :
Penulis : Aida Salsabila (14020125140239)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK, PRODI ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO 2025
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”