Beberapa tahun terakhir, pemandangan pengemudi dengan jaket hijau di jalan raya menjadi simbol perubahan lanskap kerja Indonesia. Di balik helm dan layar ponsel, ribuan orang kini menggantungkan hidup pada aplikasi. Fenomena ini dikenal sebagai gig economy—sistem kerja fleksibel berbasis platform digital yang tumbuh pesat di tengah tekanan ekonomi pasca pandemi dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pekerjaan Baru, Ketidakpastian Lama
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada awal 2025 terdapat lebih dari 7 juta penganggur terbuka di Indonesia. Banyak di antara mereka berasal dari sektor formal yang tertekan akibat otomatisasi dan efisiensi perusahaan.
Kondisi ini mendorong ribuan orang beralih ke pekerjaan berbasis aplikasi—mulai dari pengemudi ojek daring, kurir paket, hingga penjual dan pekerja lepas digital.
Laporan Kompas.id (Februari 2025) menunjukkan, pekerja gig kini menjadi fenomena sosial ekonomi tersendiri di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang.
“Dulu saya kerja di toko elektronik, tapi sejak pandemi usaha tutup. Sekarang bawa motor. Nggak tetap, tapi cukup buat hidup,” ujar Dimas (32), pengemudi daring di Semarang, kepada Kompas.id (Maret 2025).
Namun, meski fleksibel, penghasilan mereka cenderung tidak menentu akibat kenaikan harga bahan bakar, potongan aplikasi, dan persaingan ketat.
Kesenjangan Perlindungan Sosial
Masalah utama dalam sistem kerja digital adalah minimnya perlindungan sosial.
Menurut Bank Dunia (2024), sebagian besar pekerja digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan, jaminan hari tua, atau perlindungan kecelakaan kerja.
Peneliti ketenagakerjaan Dr. Nurina Hapsari dari Universitas Gadjah Mada menyebut, pekerja gig berada di “zona abu-abu”.
“Mereka bukan pegawai tetap, tapi juga bukan wirausahawan sepenuhnya. Karena hubungan kerja berbasis platform, tanggung jawab perlindungan sering kali lepas dari perusahaan,” ujarnya kepada Kompas.com (Juli 2025).
Pemerintah tengah menyiapkan regulasi tentang “pekerja digital mandiri” agar mereka bisa ikut program BPJS Ketenagakerjaan dengan skema fleksibel. Namun, implementasinya masih terbatas.
Ekonomi Fleksibel, Risiko Tetap
Secara ekonomi, model kerja berbasis platform membantu menjaga daya beli rumah tangga di masa sulit.
Kepala Ekonom BPS menyebut pekerjaan daring sebagai “penopang konsumsi” di tengah ketidakpastian pasar kerja formal (BPS, 2025).
Namun, ketergantungan jangka panjang pada pekerjaan informal digital bisa menimbulkan masalah baru: produktivitas rendah, pendapatan tidak stabil, dan minim perlindungan sosial.
Banyak pekerja gig sulit menabung, tidak memiliki akses kredit, dan hidup dari pesanan ke pesanan—munculnya apa yang disebut sebagai generasi rentan digital.
Mencari Keadilan di Dunia Kerja Baru
Di tengah keterbatasan regulasi, beberapa komunitas mulai berinisiatif.
Koperasi Ojol Nusantara di Yogyakarta, misalnya, mengembangkan sistem tabungan mikro dan dana darurat bagi anggotanya.
Ekonom sosial Teten Masduki, dalam wawancara dengan Kompas TV (Agustus 2025), menilai langkah ini sebagai bentuk solidaritas ekonomi baru.
“Kalau menunggu sistem besar bergerak, bisa lama. Tapi kalau pekerja bersatu dan membangun kekuatan bersama, perlindungan sosial bisa tumbuh dari bawah,” ujarnya.
Membangun Ekonomi yang Manusiawi
Gig economy telah menjadi bagian dari struktur ekonomi modern Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah menjadikannya lebih adil dan manusiawi.
Pekerja digital bukan sekadar pengguna aplikasi—mereka juga warga negara yang berhak atas perlindungan sosial.
Pertumbuhan ekonomi digital seharusnya tidak memperlebar jurang kesejahteraan, tetapi menjadi jalan menuju ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Referensi
Bank Dunia. (2024). Southeast Asia Digital Labor Outlook 2024. World Bank Publications.
Badan Pusat Statistik. (2025). Statistik Ketenagakerjaan Indonesia 2025. BPS RI.
Hapsari, N. (2025, Juli). Masa Depan Kerja di Era Platform [Diskusi publik]. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kompas.com. (2025, Juli 12). Pemerintah siapkan skema jaminan sosial untuk pekerja digital. https://www.kompas.com/ekonomi
Kompas.id. (2025, Februari 25). Gelombang pekerja gig di tengah tekanan pasar kerja formal. https://www.kompas.id/ekonomi
Kompas.id. (2025, Maret 10). Wawancara lapangan dengan pengemudi daring Semarang.
Kompas TV. (2025, Agustus 8). Wawancara dengan Teten Masduki tentang pekerja digital. https://www.kompastv.com
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”