Pernahkah kalian melihat seseorang yang rela mengeluarkan uangnya untuk membeli jam tangan Rolex dengan harga selangit, padahal memiliki fungsi yang sama dengan jam arloji biasa? Atau, kalian sendiri pernah membeli roti yang harganya 5x lipat daripada roti di warung tetangga, padahal sama-sama mengenyangkan? Kenapa ya kita rela membeli barang yang dibandrol dengan harga jauh lebih mahal?
Perilaku ini mungkin tampak aneh dan bertentangan dengan konsep ekonomi klasik, di mana manusia dilihat sebagai makhluk rasional yang selalu mencari keuntungan dan memaksimalkan kepuasan dengan usaha yang seminim mungkin. Faktanya, kehidupan modern telah mendorong masyarakat untuk memutuskan tindakan ekonomi yang tidak hanya berdasar pada harga dan kualitas, tetapi juga faktor yang berkembang di lingkungannya. Dalam sudut pandang sosiologi ekonomi, perilaku ini dapat dijelaskan melalui konsep embeddedness yang menegaskan bahwa tindakan ekonomi selalu tertanam dalam struktur sosial budaya dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat.
Lalu, apa itu konsep embeddedness?
Konsep embeddedness digagas oleh Karl Polanyi (1994) melalui bukunya “The Great Transformation” yang mengungkap konsep ketertanaman ekonomi. Ia menekankan bahwa ekonomi itu tidak pernah berdiri sendiri dan selalu berkaitan dengan struktur sosial, budaya, bahkan politik. Lebih lanjut, Mark Granovetter (1985) mengembangkan teori embeddedness dalam jurnalnya “Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness ” yang mengkritik dua pendekatan mengenai pandangan undersocialized dalam teori ekonomi klasik dan pandangan oversocialized dalam sosiologi struktural. Sebagai jalan tengah, Granovetter menjelaskan bahwa tindakan ekonomi berlangsung dalam jaringan sosial yang konkret, seperti hubungan kepercayaan, reputasi, dan ikatan personal yang dapat membentuk keputusan ekonomi.
Kaitan embeddedness dalam pengaruh konsumsi barang mewah publik
Barang mewah mampu mengkomunikasikan nilai yang tak terucap. Visual yang mudah tertangkap oleh mata sering dikaitkan dengan penanda sosial seseorang yang tak perlu digaungkan. Sebuah tas atau jam tangan bermerek tak hanya digunakan sebagai aksesoris pelengkap, tetapi juga menjadi bukti keberhasilan ekonomi mereka. Harga tinggi yang melekat pada barang, bertindak membangun kredibilitas dan jati diri di mata publik. Itulah sebabnya mengapa saat menghadiri acara penting atau bertemu dengan orang-orang ternama, individu akan berusaha untuk meningkatkan kepercayaan diri dengan penggunaan barang mewah ini. Bahkan, di lingkungan eksekutif, memiliki barang dengan brand besar menjadi norma tak tertulis. Tidak memilikinya bisa membuat seseorang merasa tak tergabung dalam kelompok tersebut.
Di lain sisi, masih banyak orang yang membeli barang mewah dengan tujuan self reward atau penghargaan diri, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semata. Saat seseorang merasa telah berhasil menyelesaikan sesuatu, ia akan mencari cara untuk memberikan kepuasan pada dirinya, salah satunya dengan berbelanja. Membeli barang mewah memberikan sensasi pencapaian yang kuat dan sering diasosiasikan sebagai simbol atas kerja keras selama ini. Secara psikologis, kegiatan ini akan menstimulasi hormon dopamin yang berperan dalam memberikan rasa senang. Pembelian ini tak hanya sekadar konsumsi ekonomi, tetapi juga mengapresiasi diri dengan pemenuhan kepuasan.
Lalu, apakah pertimbangan membeli barang mewah hanya untuk nilai tambah dan kepuasan individu? Tentu tidak.
Selain memberikan kepuasan psikologis, barang mewah identik dengan keawetannya. Pemilihan bahan baku yang premium dengan proses pengerjaan yang detail dijadikan pertimbangan rasional yang mendasari keputusan seseorang untuk membeli barang. Sistem manajemen produksi juga telah memastikan bahwa barang yang dipasarkan telah melewati proses pemeriksaan sesuai standar, mereka juga berani untuk memberikan garansi jangka panjang. Contohnya, carrier dari brand Arei berani menawarkan garansi seumur hidup apabila terjadi cacat bahan atau pengerjaan. Hal ini, membuat konsumen berani mengeluarkan uang lebih demi mendapatkan barang yang berumur panjang.
Tak hanya dari segi keawetan produk, barang mewah memiliki daya tarik timeless, tak lekang oleh waktu. Visualnya yang klasik dan simple membuat tampilan produk tak ketinggalan zaman serta dapat digunakan dalam berbagai kegiatan. Dalam perspektif ekonomi, pembelian barang bermutu tinggi dan berorientasi pada masa depan dapat digolongkan sebagai investasi yang menguntungkan.
Contoh penerapan keputusan ekonomi dengan orientasi masa depan
Pembelian tas dengan harga 400 ribu. Produk dirancang dengan bahan yang lebih ringan dan jahitan yang kuat. Secara kasat mata, tak ada yang membedakan produk ini dengan tas pada umumnya, tetapi feels dari penggunaannya akan terasa jauh berbeda, misalnya tidak membuat pegal walau bawaan banyak, nyaman dipakai dalam waktu yang lama, dan awet hingga bertahun-tahun. Keputusan ini lebih rasional daripada membeli tas dengan harga yang murah, tetapi hanya bertahan dalam kurun waktu 1-2 tahun.
Pada akhirnya, keputusan ekonomi tidak hanya didasarkan pada barang yang lebih murah. Banyak dari individu yang rela mengeluarkan uang lebih karena pertimbangan faktor sosiologis maupun faktor psikologis. Barang mewah tak hanya dianggap sebagai penambah value diri, tetapi juga memberikan kepuasan pada konsumen karena memiliki mutu yang baik.
Namun, kita tak boleh serta merta membeli barang mewah untuk mendapatkan kualitas terbaik. Keputusan pembelian tetap harus disertai dengan pertimbangan rasional, apakah barang itu benar-benar dibutuhkan dan akan memberi manfaat dalam jangka panjang.
Jangan sampai kita membeli barang mewah hanya untuk kepuasan sesaat, bukan keberlanjutan hidup. 😉
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”