Drama bukan hanya sekadar tontonan panggung atau rangkaian gerakan tubuh dan dialog antar tokoh, melainkan pantulan kehidupan manusia dengan segala dinamika di dalamnya. Melalui tokoh, konflik, dan percakapan, drama menghadirkan kembali realitas yang dekat dengan pengalaman sehari-hari—baik tentang harapan, pertentangan, kekecewaan, keputusasaan, maupun cinta dan perjuangan. Apa yang terjadi di dalam drama sering kali merupakan refleksi dari masyarakat pada zamannya, sehingga penonton bukan hanya menyaksikan cerita, tetapi juga bercermin pada dirinya sendiri. Karena itulah, drama layak disebut sebagai cermin kehidupan manusia.
Secara historis, drama bermula dari budaya ritual keagamaan di Yunani Kuno, terutama dalam upacara penghormatan kepada Dewa Dionysus, dewa anggur dan kesuburan. Pada masa itu, drama dipentaskan sebagai bagian dari persembahan dan perayaan, bukan semata-mata untuk menghibur.
Lalu drama berkembang seiring berjalannya waktu, terutama dalam hal bentuk pementasan, fungsi sosial, dan tema yang diangkat. Jika pada awal kemunculannya drama bersifat ritual dan religius, maka dalam perkembangannya drama mulai beralih menjadi sarana hiburan, kritik sosial, pendidikan, dan refleksi moral. Bentuk penyajiannya pun semakin beragam, tidak hanya dipentaskan di ruang terbuka atau amfiteater, tetapi juga memasuki panggung modern, radio, televisi, hingga drama digital di era sekarang. Perubahan ini menunjukkan bahwa drama selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan manusia pada zamannya.
Salah satu drama yang mencerminkan kehidupan adalah Orang-Orang di Tikungan Jalan karya W.S. Rendra. Drama ini menggambarkan bagaimana manusia sering berada dalam persimpangan batin maupun sosial—terjebak antara keinginan untuk bergerak dan ketidakpastian akan arah yang harus ditempuh. Para tokohnya tidak sekadar hadir sebagai pelaku cerita, tetapi sebagai representasi dari kegelisahan, ketakutan, dan kebingungan masyarakat yang mengalami tekanan sosial. Melalui dialog dan situasi yang simbolik, drama ini menunjukkan bahwa diam, bimbang, dan keresahan adalah bagian nyata dari perjalanan hidup manusia.
Selain itu, drama tersebut juga mencerminkan eksistensi manusia yang terpinggirkan, baik secara sosial, ekonomi, maupun pemikiran. Tokoh-tokoh dalam Orang-Orang di Tikungan Jalan tidak digambarkan sebagai sosok yang berdaya, melainkan sebagai individu yang tersisih dan kehilangan arah. Kondisi ini sesungguhnya menjadi cermin bagi penonton untuk membangun kesadaran bahwa keterpinggiran bukan hanya terjadi di panggung, tetapi juga dalam realitas kehidupan sehari-hari. Melalui drama ini, penonton diajak untuk tidak sekadar menyaksikan, tetapi merenungkan posisi manusia dalam struktur masyarakat yang tidak selalu adil.
Pada akhirnya, drama bukan hanya ruang penceritaan, tetapi ruang perenungan. Melalui tokoh, konflik, dan simbol, drama mengajak penonton melihat kembali dirinya sendiri dan realitas sosial yang sedang berlangsung. Orang-Orang di Tikungan Jalan menjadi bukti bahwa panggung adalah cermin, dan penonton adalah bagian dari bayangannya. Pada akhirnya, drama bukan hanya ruang penceritaan, tetapi ruang perenungan. Melalui tokoh, konflik, dan simbol, drama mengajak penonton melihat kembali dirinya sendiri dan realitas sosial yang sedang berlangsung. Orang-Orang di Tikungan Jalan menjadi bukti bahwa panggung adalah cermin, dan penonton adalah bagian dari bayangannya
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”