Banyuwangi kembali menarik perhatian publik tanah air dengan digelarnya Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2025, sebuah gelaran budaya tahunan yang menggabungkan warisan tradisi masyarakat lokal dengan sentuhan seni modern. Acara berlangsung meriah dari Alun-Alun Taman Blambangan hingga Kantor Bupati Banyuwangi, dipadati ribuan warga dan wisatawan yang ingin menyaksikan parade spektakuler bertema “Ngelukat – The Tradition Ritual of Usingnese.”
Tema “Ngelukat” menyoroti lima ritus penting dalam siklus kehidupan suku Osing, masyarakat asli Banyuwangi. Rangkaian tradisi tersebut meliputi selapanan, mudun lemah, mitoni, tarub, dan panggih manten, yang keseluruhannya menggambarkan proses pensucian diri serta perjalanan kehidupan dalam bingkai budaya lokal.
Dari jajaran peserta parade, perhatian publik turut tertuju pada dua wakil dari Akademi Penerbang Indonesia (API) Banyuwangi, yakni I Komang Rama Adhitya Bagas Kara (Taruna Program Diploma III Operasi Pesawat Udara Angkatan 4 Alpha) dan Ezralya Prithania Nainggolan (Taruni Program Non Diploma Penerbang Sayap Tetap Angkatan XXVI), yang merupakan bagian dari program kerja sama API dengan unit Polisi Udara.
Keduanya menampilkan kostum bertajuk “Garuda Dirgantara Nusantara”—sebuah kreasi busana yang memadukan unsur kedirgantaraan dengan kekayaan budaya daerah. Sayap garuda berwarna emas yang mencolok berpadu dengan motif batik Gajah Oling dan elemen khas Banyuwangi lainnya, menciptakan kesan megah yang sarat simbolisme nasionalisme serta inovasi.
Keterlibatan API Banyuwangi di ajang budaya nasional ini menjadi representasi nyata keberadaan kampus vokasi penerbangan yang aktif berkontribusi di masyarakat. Hal ini juga menunjukkan dedikasi dalam membentuk karakter taruna-taruni melalui penanaman nilai sosial, budaya, dan kebangsaan. Menurut Dr. Capt. Daniel D. Rumani, M.M., M.A., Direktur API Banyuwangi, keikutsertaan dalam BEC merupakan bagian dari upaya pembinaan soft skills mahasiswa.
“Sebagai institusi pendidikan vokasi di bidang penerbangan, kami tidak hanya fokus pada penguasaan teknis, tetapi juga membentuk pribadi dengan kepemimpinan kuat, karakter mulia, dan rasa hormat terhadap budaya lokal. Kegiatan seperti BEC adalah ruang belajar yang tepat untuk itu,” jelasnya.
Gelaran BEC 2025 dimulai pukul 12.00 WIB dengan pembukaan resmi di Taman Blambangan, kemudian dilanjutkan parade besar menuju Kantor Bupati. Berdasarkan jadwal dari panitia, rangkaian acara mencakup pertunjukan pembuka, parade busana etnik modern, pertunjukan teatrikal, dan puncaknya di panggung utama di depan gedung pemerintahan.
Selama parade sepanjang 2,5 kilometer, masyarakat disuguhkan penampilan visual yang mencerminkan filosofi hidup suku Osing, dikemas dalam bentuk karnaval modern. Setiap kontingen membawa simbol budaya, mulai dari elemen air sebagai lambang penyucian, hingga interpretasi alam sebagai metafora kehidupan.
Dalam wawancaranya, I Komang Rama Adhitya mengungkapkan rasa bangga bisa tampil dalam acara sebesar ini. “Ini pengalaman luar biasa. Kami belajar tampil percaya diri, disiplin, dan merasa lebih dekat dengan masyarakat serta kebudayaannya,” ucapnya.
Sementara itu, Ezralya Prithania Nainggolan menyampaikan rasa harunya dapat mewakili institusi penerbangan di panggung budaya. “Sebagai perempuan yang berkecimpung di dunia aviasi, saya ingin menunjukkan bahwa penerbang juga bisa menjiwai budaya. Kita tak hanya terampil di langit, tapi juga punya jati diri budaya yang kuat,” katanya.
Penampilan perwakilan API Banyuwangi disambut positif oleh para penonton. Banyak dari mereka yang kagum dan mengabadikan momen tersebut, mengapresiasi integrasi antara pendidikan vokasi dan pelestarian budaya lokal yang unik dan inspiratif.
BEC 2025 sendiri merupakan salah satu agenda unggulan dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) yang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Acara ini telah menjadi ikon pariwisata Kabupaten Banyuwangi sekaligus menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi kreatif dan budaya daerah.
Lewat partisipasi aktif dalam BEC 2025, API Banyuwangi menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi dapat turut membangun lanskap budaya yang dinamis dan berkelanjutan. Kehadiran taruna-taruni dalam parade tidak sekadar sebagai representasi akademi, namun juga sebagai simbol generasi muda Indonesia yang berakar kuat pada budaya, dan siap menjulang tinggi dalam dunia profesional.