Bara di Glora Compang: Perkemahan Kwaran Pacar Menyalakan Semangat yang Tak Akan Padam
Pacar, Manggarai Barat — Lapangan Glora Compang malam itu bukan sekadar hamparan rumput yang luas. Ia menjadi panggung raksasa yang memeluk ratusan jiwa muda dalam satu ikatan: Pramuka. Udara pegunungan yang sejuk menusuk kulit, tapi tidak mampu meredam panasnya semangat yang membuncah di dada setiap peserta.
Bumi perkemahan Kwartir Ranting (Kwaran) Pacar tahun ini terasa istimewa. Dipimpin langsung oleh Ketua Kwaran, Mikael Serap, S.Pd, yang memimpin dengan ketegasan sekaligus kehangatan, dan didukung sepenuh hati oleh Ketua Gugus, Afrianus Geofani, S.Pd.Gr, yang dengan langkah cepat dan energi tanpa lelah memastikan semua berjalan lancar. Keduanya seperti nahkoda yang mengarahkan kapal besar bernama kebersamaan ini, agar semua penumpangnya sampai pada tujuan: persaudaraan, keterampilan, dan semangat juang.
Sejak fajar pertama, suara yel-yel dan tepukan tangan telah mengisi udara. Dari gugus depan SD hingga SMA, semua bergabung dalam harmoni yang indah. Tenda-tenda berdiri tegak, bendera berkibar gagah, dan wajah-wajah muda penuh senyum siap menjalani setiap tantangan. Para pembina muda tidak hanya menjadi pengawas, tapi juga motor penggerak—mereka ikut berlari, ikut tertawa, dan ikut memotivasi. Mereka membimbing lomba, melatih disiplin, dan mengajarkan kerja sama dengan cara yang bersahabat namun penuh makna.
Di antara deretan tokoh yang menghidupkan suasana, Ibu Leni dari SMPN 3 Pacar menjadi sosok yang tak bisa diabaikan. Dengan suara yang lantang, intonasi teratur, dan senyum yang selalu hadir, ia memandu setiap jalannya acara dari awal hingga akhir. Setiap momen di perkemahan ini seakan dipeluk oleh caranya berbicara—membuat semua yang hadir merasa terlibat dan dihargai.
Namun, malam puncak adalah detak jantung dari seluruh kegiatan ini: Api Unggun di Lapangan Glora Compang. Ketika matahari tenggelam dan langit mulai dihiasi bintang-bintang, bara mulai disusun. Lalu… api dinyalakan. Lidah-lidah api menari di udara, menghangatkan tubuh yang mulai digigit udara malam. Tapi semua yang hadir tahu—yang lebih menyala adalah hati mereka sendiri.
Api unggun itu bukan sekadar cahaya di tengah lapangan, melainkan simbol tekad dan persatuan. Ia memantulkan cahaya di mata setiap peserta: dari si paling kecil di regu SD, hingga kakak pembina yang telah lama mengabdi. Di bawah cahaya itu, semua batas menghilang—tak ada lagi pembeda antara sekolah, usia, atau jabatan. Yang ada hanyalah keluarga besar Pramuka Pacar, duduk melingkar, menyanyi, tertawa, dan menyimpan janji untuk menjaga bara itu agar tak pernah padam.
Dan ketika esoknya kabut pagi turun perlahan, saat tenda-tenda mulai dilipat dan jejak langkah terhapus embun, semua tahu bahwa perkemahan ini telah meninggalkan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar kegiatan tahunan. Ia meninggalkan kisah, kenangan, dan semangat yang akan terus hidup.
Lapangan Glora Compang kembali sepi, tapi di hati setiap peserta, api itu masih menyala. Bukan di tungku kayu, tapi di dalam jiwa—siap untuk menyinari jalan mereka sampai kita semua bertemu lagi di perkemahan berikutnya.