Belajar Disiplin Lewat Melipat Baju
Inovasi Bapak Insan Faisal Ibrahim, S.Pd Di Mis Ar-Raudhotun Nur Garut Tanamkan Nilai Hidup Melalui Kurikulum Berbasis Cinta Dan Deep Learning
Garut, 30 Oktober 2025 — Di ruang kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Ar-Raudhotun Nur, Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, suasana belajar pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Alih-alih membuka buku pelajaran, para siswa tampak sibuk menata baju mereka di atas meja. Dengan penuh semangat, mereka mendengarkan arahan guru mereka, Bapak Insan Faisal Ibrahim, S.Pd, yang hari itu mengajarkan cara melipat baju dengan dua teknik berbeda. Mungkin sepintas kegiatan seperti ini terlihat sederhana, tapi di balik kesederhanaan itu tersembunyi filosofi pembelajaran mendalam berbasis Kurikulum Berbasis Deep Learning dan Kurikulum Berbasis Cinta. Dua pendekatan yang menekankan proses pembentukan karakter melalui pengalaman nyata dan hubungan emosional yang hangat antara guru dan murid.
Dalam kegiatan tersebut, Bapak Insan mengenalkan dua cara melipat baju yang berbeda.
 Teknik pertama dilakukan secara manual, yaitu dengan menggunakan kedua tangan tanpa bantuan alat apa pun. Anak-anak diajarkan langkah demi langkah, mulai dari meratakan baju, melipat sisi kanan dan kiri, hingga merapikan bagian bawah agar hasil lipatan tampak simetris.
Setelah para siswa cukup memahami teknik manual, mereka kemudian diajak mencoba teknik kedua, yaitu melipat baju menggunakan kardus bekas yang telah disiapkan oleh sang guru. Kardus tersebut dibentuk seperti alat bantu lipat sederhana, cukup diletakkan di tengah baju, lalu sisi kanan dan kiri dilipat mengikuti bentuk kardus, dan hasilnya langsung rapi dalam hitungan detik. Bagi siswa, teknik dengan kardus bekas terasa seperti permainan yang menyenangkan.
“Ternyata pakai kardus lebih cepat dan hasilnya rapi,” ujar salah satu siswa dengan penuh semangat sambil memperlihatkan hasil lipatannya.
Menurut Bapak Insan, penggunaan kardus bukan hanya untuk mempermudah, tetapi juga menanamkan nilai kreativitas dan kepedulian terhadap lingkungan, karena alat bantu itu berasal dari barang daur ulang.
“Saya ingin anak-anak memahami bahwa barang bekas pun bisa berguna. Dari situ mereka belajar menghargai, berkreasi, dan tidak boros,” ujarnya.
Bapak Insan menuturkan bahwa kegiatan melipat baju ini adalah bagian dari pembelajaran karakter yang dirancang agar siswa tidak hanya belajar dari teori, tetapi dari pengalaman langsung yang dekat dengan kehidupan mereka. Ia percaya bahwa kedisiplinan bukanlah sesuatu yang dipaksakan, melainkan hasil dari kebiasaan kecil yang dilakukan dengan kesadaran dan cinta.
“Melipat baju adalah latihan sederhana untuk menumbuhkan tanggung jawab dan ketertiban. Kalau mereka terbiasa merapikan bajunya sendiri, kelak mereka akan terbiasa pula menata hidupnya,” ujarnya.
Dengan cara ini, anak-anak tidak hanya belajar tentang kerapian fisik, tetapi juga melatih keteraturan pikiran, kesabaran, serta rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri. Kegiatan ini sejalan dengan prinsip Kurikulum Berbasis Deep Learning, di mana pembelajaran diarahkan agar siswa memahami makna mendalam dari setiap tindakan, bukan sekadar meniru.
Bapak Insan dikenal sebagai guru yang menerapkan pendekatan Kurikulum Berbasis Cinta, yakni pembelajaran yang berlandaskan kasih sayang, empati, dan kedekatan emosional dengan siswa. Ia tak sekadar mengajar, tetapi juga menyentuh hati anak-anak agar mereka merasa dihargai dan dicintai. Dalam proses belajar melipat baju, ia tidak hanya memberi instruksi, melainkan mendampingi langsung setiap anak, memberi pujian kecil, dan membantu yang kesulitan. Suasana kelas pun terasa hangat dan penuh tawa. Anak-anak saling membantu, ada yang membetulkan lipatan teman, ada pula yang tertawa gembira saat hasil lipatannya tampak sempurna.
“Anak-anak itu belajar paling baik kalau hatinya bahagia. Kalau mereka merasa dicintai, mereka akan disiplin bukan karena takut, tapi karena ingin membuat gurunya bangga,” tutur Bapak Insan dengan nada lembut.
Satu hal yang menarik, setelah kegiatan selesai, hampir semua siswa mengaku ingin mempraktikkan kembali teknik melipat baju di rumah. Mereka merasa tertantang untuk menunjukkan kepada orang tua bahwa mereka kini bisa melipat baju sendiri, bahkan dengan dua cara! Salah satu siswa bercerita, “Saya mau bantu mama di rumah. Nanti saya pakai kardus biar cepat,” katanya dengan polos namun antusias. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut berhasil menumbuhkan motivasi intrinsik yakni keinginan belajar dan berbuat baik tanpa disuruh.
Kepala MIS Ar-Raudhotun Nur memberikan apresiasi atas inisiatif Bapak Insan. Menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi contoh nyata penerapan pendidikan karakter kontekstual, yang mampu mengubah aktivitas harian menjadi sarana belajar bermakna.
Pendekatan tersebut juga menunjukkan bahwa inovasi dalam pendidikan tidak harus selalu menggunakan teknologi tinggi.
“Yang terpenting adalah makna dan nilai yang ditanamkan. Dari melipat baju saja, anak-anak belajar disiplin, tanggung jawab, kreativitas, dan cinta lingkungan,” ujarnya.
Dengan cara seperti ini, madrasah tidak hanya mencetak siswa yang cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter, mandiri, dan memiliki empati tinggi. Kegiatan ini sejalan dengan semangat Kurikulum Berbasis Deep Learning dan Kurikulum Berbasis Cinta yang kini menjadi arah baru pendidikan bermakna.
#guru #madrasah
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
 
 













































 
 












 
 




