Bayangkan sebuah kelas di mana hampir semua siswa membawa gadget di meja belajarnya. Pemandangan ini kini bukan lagi hal yang asing. Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, gadget sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan belajar. Dengan sekali sentuh, siswa bisa mengakses ribuan informasi, menonton video pembelajaran, atau berdiskusi melalui aplikasi daring. Namun, di balik semua kemudahan itu muncul pertanyaan: apakah gadget benar-benar membantu proses belajar, atau justru menjadi pengganggu utama konsentrasi siswa?
Tidak bisa dipungkiri, gadget membawa banyak manfaat dalam dunia pendidikan. Melalui internet, siswa dapat memperoleh informasi lebih cepat dibandingkan membuka buku teks tradisional. Aplikasi pembelajaran seperti Ruangguru atau Google Classroom memudahkan siswa untuk mengakses materi kapan saja dan di mana saja. Menurut survei Kominfo tahun 2023, lebih dari 75% siswa di Indonesia pernah menggunakan gadget untuk mengerjakan tugas sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa gadget sudah menjadi media belajar yang efektif dan praktis. Konten visual interaktif dari YouTube atau aplikasi edukasi juga membuat pembelajaran lebih menarik. Misalnya, video animasi tentang sistem tata surya jauh lebih mudah dipahami dibandingkan sekadar membaca teks di buku.
Namun, manfaat itu tidak datang tanpa risiko. Banyak siswa yang awalnya membuka gadget untuk belajar, tetapi akhirnya terjebak menonton video hiburan atau bermain game online. Fenomena ini dikenal sebagai digital distraction. Data dari We Are Social tahun 2024 menunjukkan bahwa rata-rata waktu penggunaan internet oleh remaja Indonesia mencapai lebih dari tiga jam per hari, sebagian besar dihabiskan untuk media sosial seperti TikTok dan InstagramKondisi ini tentu berpotensi menurunkan fokus siswa terhadap materi pelajaran. Selain gangguan konsentrasi, penggunaan gadget berlebihan juga berdampak pada kesehatan. Mata yang lelah, pola tidur terganggu, hingga berkurangnya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar menjadi masalah nyata yang dihadapi siswa.
Dari dua sisi tersebut, jelas terlihat bahwa gadget bersifat netral: ia bisa menjadi sahabat atau musuh belajar, tergantung bagaimana penggunaannya. Agar gadget benar-benar bermanfaat, siswa perlu memiliki kesadaran literasi digital, yaitu kemampuan menggunakan teknologi secara cerdas dan bertanggung jawab. Guru dan orang tua berperan penting dalam membimbing siswa mengatur waktu belajar, membatasi durasi penggunaan gadget, serta memastikan bahwa aplikasi yang digunakan memang mendukung proses pendidikan.
Belajar lewat gadget sebenarnya bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan sekaligus efektif. Asalkan penggunaannya diarahkan dengan baik, gadget mampu memperluas wawasan siswa dan meningkatkan motivasi belajar. Namun, jika digunakan tanpa kendali, gadget hanya akan menambah distraksi dan mengikis kemampuan fokus.
Gadget bukanlah musuh yang harus dijauhi, tetapi juga bukan sahabat yang bisa dipercaya sepenuhnya. Ia hanyalah alat, yang hasilnya ditentukan oleh penggunanya. Bagi siswa, tantangan terbesar bukanlah memiliki gadget, melainkan bagaimana menggunakannya dengan bijak. Dengan keseimbangan yang tepat, gadget dapat menjadi jembatan menuju pembelajaran yang lebih modern dan efektif, tanpa harus mengorbankan konsentrasi dan kualitas belajar.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”