Bisakah Koperasi Menjadi Motor Ekonomi Indonesia?
Bisakah Koperasi Menjadi Motor Ekonomi Indonesia? – Kontribusi koperasi terhadap perekonomian Indonesia tercatat masih relatif kecil meski menunjukkan trend peningkatan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan banyak negara di Eropa maupun Australia dan Jepang yang makin mengandalkan koperasi dalam menggerakan perekonomian mikro dan sektor riil.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, peran koperasi dalam PDB nasional sekitar 5,7% pada 2023 dan meningkat menjadi sekitar 6,2% pada 2024. Meskipun naik, angka ini masih di bawah potensi, apalagi anggota koperasi hanya kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 30 juta orang. Saat ini terdapat sekitar 130 ribu unit koperasi aktif di Indonesia (menurun dari 209 ribu pada 2014 setelah pendataan ulang), dengan total modal bersama mencapai Rp. 254 triliun. Pemerintah pun menargetkan peran ekonomi koperasi terus ditingkatkan secara signifikan, bahkan diharapkan bisa mencapai 10–20% dari PDB pada masa mendatang.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan terbaru untuk memperkuat koperasi dan mengatasi hambatan yang ada. Kebijakan terkini difokuskan pada modernisasi dan transformasi koperasi. Kemenkop telah menetapkan empat strategi utama: modernisasi koperasi, transformasi usaha informal ke formal, digitalisasi (pemanfaatan teknologi), serta integrasi koperasi dalam rantai nilai global.
Dari sisi regulasi, pemerintah mendorong revisi Undang-Undang Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 agar lebih relevan dengan perkembangan zaman, dan telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi No. 8/2021 yang membuka model koperasi “multi-pihak” untuk memungkinkan kemitraan yang lebih luas dalam koperasi. Selain itu, pemerintah gencar meningkatkan partisipasi masyarakat dengan menargetkan jumlah anggota koperasi naik menjadi 60 juta melalui akselerasi digital dan keterlibatan generasi muda
Program konkret juga dijalankan, misalnya pembangunan pabrik minyak makan merah berbasis koperasi di berbagai daerah untuk memberdayakan petani sawit dan meningkatkan nilai tambah dari hulu ke hilir. Namun, koperasi masih menghadapi tantangan utama – antara lain partisipasi anggota yang rendah, kapasitas SDM dan tata kelola yang lemah, serta kesulitan bersaing di pasar yang lebih luas. Beberapa kasus gagal bayar koperasi besar belakangan ini juga menggerus kepercayaan masyarakat, sehingga penguatan pengawasan dan reformasi manajemen koperasi menjadi krusial.
Potensi Koperasi dalam Perekonomian
Di banyak negara maju, koperasi tidak hanya terbatas pada sektor keuangan dan pertanian, tetapi juga berperan besar dalam industri, energi, dan teknologi. Finlandia mencatat kontribusi koperasi sebesar 15% terhadap PDB, Italia sebesar 14%, dan Kanada sekitar 10-12%. Bahkan di negara dengan kapitalisme kuat seperti Amerika Serikat, koperasi tetap memiliki peran yang signifikan, terutama dalam sektor pertanian dan keuangan. Jika model ini diterapkan di Indonesia, maka koperasi dapat menjadi salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Banyak contoh keberhasilan gerakan koperasi di negara lain dapat menjadi model inspiratif bagi Indonesia. Salah satunya adalah Mondragon Corporation di Spanyol, sebuah federasi koperasi yang tumbuh menjadi salah satu grup perusahaan terbesar di negara tersebut. Mondragon kini membawahi sekitar 96 koperasi (beroperasi di sektor keuangan, manufaktur, ritel, hingga pendidikan) dan secara keseluruhan mempekerjakan lebih dari 81 ribu orang. Contoh lain adalah Amul di India, koperasi susu yang menghimpun jutaan peternak sapi perah kecil menjadi satu kekuatan bersama.
Amul berhasil memasarkan produk susu secara efisien atas nama para anggotanya, hingga mampu mengubah India menjadi salah satu produsen susu terbesar dunia serta meningkatkan kesejahteraan peternak lokal. Keberhasilan model-model koperasi tersebut menunjukkan bahwa dengan inovasi, manajemen profesional, dan keterlibatan anggota yang kuat, koperasi dapat tumbuh pesat serta memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, hal yang dapat dijadikan teladan bagi pengembangan koperasi di Indonesia.
Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan dalam sektor-sektor yang banyak dapat dikelola melalui koperasi, seperti pertanian, perikanan, energi terbarukan, serta sektor mikro dan kecil. Petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang selama ini berjuang sendiri dalam mengakses pasar dan modal bisa mendapatkan dukungan lebih besar melalui koperasi. Dengan sistem yang kuat, koperasi dapat memperkuat posisi para pelaku ekonomi kecil dalam menghadapi dominasi perusahaan besar, menciptakan keseimbangan ekonomi yang lebih berkeadilan.
Kontribusi Nyata: Koperasi Pertanian
Indonesia, meskipun volume usahanya di sektor riil masih tergolong kecil, hanya sekitar Rp 8,37 triliun pada 2023. Namun, dalam beberapa sub-sektor, koperasi telah menunjukkan kontribusi yang besar, seperti di industri susu segar. Sebanyak 59 koperasi susu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) mampu menyuplai sekitar 71% dari total produksi susu segar nasional. Keberhasilan ini membuktikan bahwa koperasi dapat menjadi tulang punggung produksi pertanian tertentu, membantu petani dalam mengelola hasil panen, dan meningkatkan daya tawar mereka di pasar.
Pemerintah terus mendorong transformasi kelompok petani menjadi koperasi modern guna meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional. Salah satu kebijakan yang dijalankan adalah model bisnis koperasi petani padi yang diuji coba di Tuban, Jawa Timur. Model ini memungkinkan petani tergabung dalam koperasi yang mengelola sarana pascapanen, seperti Rice Milling Unit (RMU), sehingga dapat menghasilkan beras berkualitas premium dan memperoleh harga jual lebih baik. Selain itu, pemerintah juga menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi untuk mendampingi koperasi pertanian serta memperkuat pendataan koperasi dan UMKM agar kebijakan yang diterapkan lebih tepat sasaran.
Sejumlah koperasi pertanian telah terbukti sukses dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Misalnya, koperasi petani agroekologi di Tuban yang mengelola pertanian berkelanjutan dan koperasi produsen kakao serta kopi yang berhasil menembus pasar ekspor, seperti Koperasi Kerta Semaya di Bali. Di sektor peternakan, koperasi susu seperti KUD SAE Pujon dan KPBS Pangalengan telah berkontribusi besar dalam pemberdayaan peternak sapi perah dan memasok mayoritas susu domestik. Keberhasilan koperasi-koperasi ini ditopang oleh layanan yang terintegrasi, mulai dari penyediaan sarana produksi hingga akses permodalan, serta manajemen profesional yang berorientasi pada kesejahteraan anggota.
Agar koperasi semakin berkontribusi terhadap perekonomian nasional, diperlukan langkah-langkah strategis yang terarah. Pertama, pemerintah perlu menciptakan regulasi yang lebih mendukung koperasi, termasuk insentif pajak dan kemudahan akses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kedua, koperasi perlu melakukan modernisasi dalam tata kelola dan manajemen dengan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Ketiga, literasi koperasi harus diperkuat di kalangan generasi muda agar mereka melihat koperasi sebagai model bisnis yang relevan dan inovatif. Dengan strategi yang tepat, koperasi dapat menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
*Penulis: Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian