Kisah ini diambil langsung dari ibu bernama (Liela) yang sudah dua tahun lewat berpisah, tempat tinggal ibu(liela) desa taman gede dukuh Krajan (kecamatan gemuh kabupaten kendal)
Atas Info yang kami dapat dari kesaksian orang tua ibu (Liela) dan keluarga nya, teman terdekatnya.
ibu (Liela), mempunyai 3 anak, dan seorang suami yang bernama (Iwan) yang dikenal kerap menceraikan istrinya ibu (liela), tidak memberikan nafkah, dengan ucapan talak. Setiap kali terjadi perselisihan kecil, emosinya memuncak, lidahnya ringan mengucapkan, “Aku ceraikan kamu!” dan sesekali suka melakukan KDRT terhadap istrinya (ibu Liela)
Yang lebih ironis, meski berkali-kali melafazkan talak, ia tetap membawa-bawa nama agama, seakan-akan tindakannya sahih dan dibenarkan. Padahal, saksi-saksi di sekitar mereka—baik keluarga, orang tua si istri, Tantenya maupun tetangga—sudah berkali-kali mendengar langsung ucapan itu. Agama dengan jelas mewajibkan suami (Iwan),tidak memberi nafkah lahir dan batin kepada istrinya. Nafkah bukan hanya uang, tetapi juga perhatian, perlindungan, dan kasih sayang.
Menurut si ibuk (Liela), ia telah berkali-kali mengajukan permintaan perceraian ke pengadilan agama, tetapi prosesnya tidak berjalan dengan lancar, karna hanya foto yang sudah dua tahun, bisa menjadi kemenangan suaminya.menurut ibu (Liela), sudah tiga kali ia ke pengacara.Pesan Keadilan
Suami seperti ini seharusnya bercermin. Pernikahan bukan sekadar gengsi mempertahankan status, tetapi tentang menjalankan amanah. Bila tidak mampu menunaikan kewajiban, jangan jadikan agama dan hukum sari’at,HAM.sebagai tameng untuk melanggengkan kedzaliman.
Bagi istri yang dizalimi, perjuangan menuntut keadilan adalah hak. Islam memberi ruang untuk khulu’ (gugatan cerai dari pihak istri,ibu(liela) termaksud hukum HAM) bila kehidupan rumah tangga sudah tak lagi layak dipertahankan.
Dan bagi siapa pun yang menyaksikan, termasuk saksi maupun aparat hukum, jangan biarkan agama dipermainkan. Agama adalah jalan menuju rahmat, bukan alasan untuk menahan seseorang dalam penderitaan,HAM,tindakan hukum harus ambil seadil-adilnya.Pernah dalam satu persidangan, justru suami yang menghadirkan foto lama—foto yang diambil dua tahun lalu—sebagai bukti. Anehnya, pengadilan agama menjadikan foto lama itu sebagai pertimbangan, lalu memutuskan bahwa gugatan cerai tidak sah Di sinilah letak ironi. Masalah utama rumah tangga adalah penelantaran, tiadanya nafkah, dan talak yang terus diucapkan. Tetapi kenyataan pahitnya, perkara besar itu justru tertutupi oleh formalitas teknis tentang “foto lama.” Seakan-akan penderitaan bertahun-tahun seorang istri bisa dipatahkan hanya dengan selembar gambar foto yang sudah dua tahun.disini atas info yang kami dapatkan.langsung dari ibu(Liela) Dan keluarga dekatnya.atas apa yang kami dapatkan dari narasumber,kami mohon polri dan HAM, pengadilan agama.untuk bertindak adil
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”