Aceh Barat, 14 Juni 2025
Isu alih status empat pulau di Aceh ke wilayah Sumatera Utara terus menuai respon, kali ini datang dari kalangan pemuda yang pernah terlibat dalam forum internasional Student SDGs Conference 2023 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Delegasi Aceh dalam konferensi tersebut menyoroti bahwa persoalan batas wilayah ini mencakup aspek keadilan, kedaulatan masyarakat, dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Empat pulau yang dimaksud Mangkir gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang telah lama menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil. Namun, dalam peta nasional terbaru, wilayah ini diartikan sebagai bagian dari Sumatera Utara. Perubahan tersebut menimbulkan keresahan dan pertanyaan serius mengenai proses administrasi dan pertimbangan sosial-sejarah dalam kebijakan batas wilayah.
Chayroel Wahied, salah satu utusan Aceh dalam Student SDGs Conference 2023, menyampaikan pandangan kritis terhadap isu ini. Ia menekankan bahwa problematika ini tidak bisa dipisahkan dari prinsip pembangunan berkelanjutan.
“Isu ini menyentuh langsung poin ke-16 SDGs, tentang (perdamaian, keadilan dan institusi masyarakat yang kuat). Ketika wilayah bisa bergerak tanpa proses yang transparan dan melibatkan lokal, kita sedang mencederai prinsip keadilan itu sendiri,” tegas Chayroel Wahied.
Sebagai peserta konferensi yang membahas berbagai aspek pembangunan global, Chayroel menilai bahwa keterlibatan pemuda dan masyarakat sipil sangat penting dalam menjaga kedaulatan wilayah dan hak-hak masyarakat pesisir.
“Empat pulau itu bukan sekadar titik di peta. Di sana ada identitas, sejarah, dan kehidupan masyarakat yang harus dihormati. Jika negara mengabaikan suara mereka, maka kita gagal membangun institusi yang inklusif dan responsif seperti yang mencita-citakan SDGs,” lanjutnya.
Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, dan aktivis muda, untuk mengawali isu ini secara serius.
“Sebagai pemuda Aceh yang pernah berbicara di forum global, saya merasa punya tanggung jawab moral untuk menyuarakan hal ini. Kita tidak boleh diam ketika wilayah kita, hak kita, dan masa depan kita dipertaruhkan,” tutupnya.
Tujuannya juga berharap agar proses peninjauan ulang dapat dilakukan secara terbuka dan adil, serta memastikan masyarakat terdampak dilibatkan secara aktif. Isu ini, menurut mereka, bukan hanya tentang Aceh dan Sumatera Utara, melainkan tentang bagaimana Indonesia membangun keadilan wilayah dan pemerintahan yang kuat.