SPBU Shell dan BP mendadak kering, antrean mengular, dan konsumen kelimpungan. Di tengah drama kelangkaan BBM swasta pada September 2025, pemerintah melalui Kementerian ESDM datang dengan “solusi” ajaib: semua SPBU swasta yang butuh pasokan tambahan wajib membeli dari Pertamina. Dalih resminya? Kedaulatan energi dan menjaga neraca perdagangan. Namun, banyak yang curiga ada agenda lain di balik layar: sebuah operasi terselubung untuk memoles kembali citra Pertamina yang sedang meredup.
Faktanya, kepercayaan publik terhadap Pertamina memang sedang diuji. Keluhan soal kualitas Pertalite yang dianggap lebih boros hingga isu miring soal produk oplosan membuat banyak konsumen “pindah hati” ke SPBU swasta. Buktinya jelas: kuota impor SPBU swasta yang sudah dinaikkan 110% ludes lebih cepat karena diserbu pembeli. Pergeseran pasar ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap produk BUMN tersebut.
Di sinilah kebijakan “satu pintu” menjadi janggal. Saat SPBU swasta kehabisan bensin, ke mana larinya konsumen? Tentu kembali ke Pertamina. Dengan menjadikan Pertamina sebagai “penyelamat” tunggal, pemerintah seolah memberinya panggung untuk kembali tampil sebagai pahlawan energi nasional. Saya bahkan menilai, jika akses impor swasta terus dibatasi, kepercayaan terhadap Pertamina justru bisa semakin tergerus karena konsumen merasa tidak punya pilihan lain.
Meskipun Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berkali-kali menegaskan ini demi “hajat hidup orang banyak” dan bukan monopoli, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) justru melihat sebaliknya. KPPU khawatir kebijakan ini secara nyata memperkuat dominasi pasar Pertamina yang sudah mencapai 92,5% dan secara efektif mematikan pilihan konsumen.
Jadi, apakah kelangkaan BBM swasta ini murni masalah teknis kuota, atau sebuah “krisis by design” yang secara strategis mengembalikan konsumen ke pelukan Pertamina? Mungkin jawabannya tergantung dari pompa bensin mana Anda mengisi bahan bakar.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”