Perubahan kurikulum di indonesia tampak seperti siklus yang terus berulang tanpa disertai jeda untuk melakukan refleksi mendalam. Hampir setiap tahun, pemerintah kembali meluncurkan kurikulum baru mulai dari KTSP, K13, Kurikulum Darurat, hingga Kurikulum Merdeka dengan janji bahwa pembaruan ini akan menjadi jawaban atas berbagai persoalan pendidikan. Namun kenyataannya, perubahan nama dan konsep tersebut tidak selalu berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Pergantian kurikulum kerap tidak diikuti dengan kesiapan sistem yang memadai, seperti guru kurang mendapatkan pendampingan, fasilitas pendidikan belum merata, dan evaluasi kurikulum sebelumnya sering dilakukan secara terbatas. Alhasil, sekolah maupun guru seperti terperangkap dalam rangkaian percobaan kebijakan yang tak pernah diselesaikan secara tuntas.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persoalan utama pendidikan Indonesia bukanlah terletak pada judul kurikulum, melainkan pada ketidaksesuaian antara kebijakan nasional dan kondisi di lapangan. Setiap perubahan kurikulum memang dilandasi keinginan untuk memodernisasi sistem, namun keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh kemampuan sekolah yang berbeda-beda. Banyak guru mengalami kesulitan beradaptasi karena perubahan terjadi terlalu cepat, pelatihan tidak menjawab kebutuhan nyata, dan tugas administratif justru semakin membebani. Akibatnya, berbagai inovasi sering berhenti pada tingkatan dokumen, sementara tantangan di kelas tetap sama seperti sebelumnya yaitu minimnya sarana, kurangnya dukungan, dan tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan baru yang terus berganti.
Selain itu, pergantian kurikulum yang tidak ditunjang oleh evaluasi komprehensif membuat sistem pendidikan kehilangan arah dan konsistensi. Padahal, kurikulum seharusnya menjadi pedoman jangka panjang yang stabil, bukan kebijakan sesaat yang berubah mengikuti dinamika politik. Tanpa dasar data yang kuat, perubahan kebijakan cenderung lebih reaktif daripada solutif. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan untuk membangun praktik pedagogis yang kokoh dan berkesinambungan, sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh guru maupun siswa.
Saran:
Untuk keluar dari lingkaran eksperimen kurikulum tanpa akhir, pemerintah perlu menempatkan stabilitas kebijakan sebagai prioritas utama serta melakukan evaluasi secara menyeluruh sebelum mengganti kurikulum. Upaya pembaruan sebaiknya diarahkan pada peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi nyata di sekolah. Pemerataan infrastruktur dan sumber belajar harus dipastikan agar implementasi kurikulum berjalan lebih efektif. Selain itu, penyusunan kurikulum harus melibatkan guru dan praktisi pendidikan secara lebih mendalam, bukan sekadar formalitas. Dengan langkah yang berbasis data, partisipatif, dan konsisten, perubahan kurikulum dapat menghasilkan perbaikan nyata, bukan hanya pergantian merek tanpa dampak yang berarti.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































