Fenomena #KaburAjaDulu: Tren Pindah Kewarganegaraan di Kalangan Generasi Muda Indonesia
Beberapa waktu terakhir, linimasa media sosial di Indonesia diramaikan dengan tagar #KaburAjaDulu. Unggahan dengan tagar ini memperlihatkan sejumlah anak muda yang membagikan foto paspor baru mereka dari negara lain, lengkap dengan caption bernada bangga karena telah “berhasil pindah kewarganegaraan”. Fenomena ini dengan cepat menjadi bahan perbincangan hangat, baik di dunia maya maupun di kalangan akademisi dan pemerintah.
Awalnya, tagar ini muncul sebagai bentuk kelakar—sebuah ekspresi lelucon tentang keinginan meninggalkan Indonesia demi kehidupan yang lebih mapan di luar negeri. Namun, seiring waktu, semakin banyak pengguna media sosial yang benar-benar mengekspresikan keinginan serius untuk menetap di negara lain. Mereka beralasan bahwa kualitas hidup, kesempatan kerja, dan stabilitas ekonomi di luar negeri lebih menjanjikan dibandingkan di dalam negeri.
Tren ini menggambarkan perubahan cara pandang sebagian generasi muda terhadap konsep kewarganegaraan dan nasionalisme. Jika dahulu menjadi warga negara Indonesia dianggap sebagai identitas yang harus dijaga dan dibanggakan, kini sebagian anak muda menilai bahwa kewarganegaraan hanyalah “status administratif” yang bisa dipilih sesuai kebutuhan hidup. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai: dari loyalitas terhadap negara menuju loyalitas terhadap kesejahteraan pribadi.
Dari sisi hukum, perpindahan kewarganegaraan bukanlah hal sederhana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, seorang WNI yang memperoleh kewarganegaraan asing secara sukarela akan kehilangan status WNI-nya. Artinya, keputusan untuk berganti paspor bukan sekadar simbol gaya hidup, tetapi memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang besar.
Namun, di balik kehebohan tagar ini, tersimpan persoalan yang lebih dalam. Banyak pakar menilai bahwa tren ini mencerminkan ketidakpuasan generasi muda terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan peluang karier di Indonesia. Keterbatasan lapangan kerja, ketimpangan ekonomi, hingga birokrasi yang rumit membuat sebagian anak muda merasa sulit berkembang di negeri sendiri. Mereka menganggap bahwa mencari peluang di luar negeri adalah satu-satunya jalan untuk mencapai impian dan stabilitas hidup.
Pemerintah merespons fenomena ini dengan hati-hati. Menteri Ketenagakerjaan menegaskan bahwa meningkatnya minat bekerja atau menetap di luar negeri tidak selalu berarti menurunnya rasa nasionalisme, melainkan bentuk adaptasi generasi muda terhadap globalisasi dan ekonomi terbuka. Meski demikian, pemerintah tetap mengingatkan bahwa setiap keputusan terkait kewarganegaraan harus dipertimbangkan secara matang agar tidak menimbulkan kerugian hukum di kemudian hari.
Di sisi lain, sejumlah akademisi dan pegiat pendidikan berpendapat bahwa fenomena #KaburAjaDulu seharusnya menjadi bahan refleksi bagi bangsa. Apakah negara sudah cukup memberikan rasa aman, adil, dan sejahtera bagi warganya? Apakah pendidikan kewarganegaraan di sekolah masih relevan untuk menanamkan rasa cinta tanah air di era digital ini? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul sebagai bentuk keprihatinan terhadap menurunnya semangat nasionalisme di kalangan muda.
Pada akhirnya, fenomena #KaburAjaDulu bukan sekadar tren viral di media sosial. Ia menjadi cermin dari dinamika sosial baru, di mana batas antarnegara semakin kabur dan pilihan kewarganegaraan tak lagi ditentukan oleh tempat lahir, melainkan oleh kesempatan hidup yang dianggap lebih baik.
Sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepatutnya anak muda Indonesia tidak hanya memandang kewarganegaraan sebagai dokumen hukum, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap tanah air. Meningkatkan kualitas diri, berkontribusi di lingkungan sekitar, dan tetap mencintai Indonesia adalah cara terbaik untuk membuktikan bahwa nasionalisme tidak harus hilang, bahkan di tengah arus globalisasi yang semakin deras.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
(Menjadi dasar hukum dalam pembahasan status kewarganegaraan dan kehilangan WNI.)
Anderson, Benedict. (2008). Komunitas-Komunitas Terbayang: Renungan tentang Asal-usul dan Penyebaran Nasionalisme. Yogyakarta: Insist Press.
→ Membahas konsep nasionalisme modern yang mulai luntur akibat globalisasi.
Heryanto, Ariel. (2018). Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
→ Mengulas bagaimana budaya populer dan media sosial membentuk ulang identitas kebangsaan generasi muda.
Suwignyo, Agus. (2019). Pendidikan Kewarganegaraan dan Nasionalisme di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
→ Menjelaskan peran pendidikan kewarganegaraan dalam memperkuat rasa cinta tanah air di era modern.
Wuryandani, W. (2020). “Tantangan Nasionalisme di Era Globalisasi: Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.” Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 17(2), 123–135.
→ Mengulas perubahan cara pandang generasi muda terhadap nasionalisme dan global citizenship.
Rahman, F. (2022). “Migrasi Generasi Muda dan Perubahan Konsep Kewarganegaraan di Era Global.” Jurnal Sosial Humaniora, 26(1), 45–58.
→ Menjelaskan fenomena perpindahan warga negara sebagai bentuk adaptasi sosial-ekonomi generasi muda.
Kompas.com. (2024, 3 Januari). Tagar #KaburAjaDulu dan Fenomena Anak Muda Ingin Pindah Negara: Sekadar Lelucon atau Sinyal Krisis Nasionalisme?
Diakses dari: https://www.kompas.com
DetikNews. (2024, 5 Januari). Menaker: Keinginan Anak Muda Pindah Negara Bukan Berarti Tak Cinta Indonesia.
Diakses dari: https://news.detik.com
Puspitasari, D. (2021). “Globalisasi dan Identitas Nasional Generasi Milenial Indonesia.” Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 9(1), 77–88.
→ Menganalisis pengaruh globalisasi dan media digital terhadap perubahan identitas nasional.
UNESCO. (2023). Youth and Global Citizenship: Understanding Youth Mobility and Identity. Paris: UNESCO Publishing.
→ Sumber internasional yang membahas pandangan global tentang mobilitas kewarganegaraan generasi muda.
Oleh: Nur yoga Zein alfin setiawan
Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Dosen pengampu: Dr. Ujang Jamaludin, S.Pd., M. Si., M.Pd
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
































































