Gunungkidul, 18 Oktober 2025 — Suasana hangat dan khidmat menyelimuti Lapangan Kalurahan Logandeng, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, saat Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 resmi ditutup, Sabtu (18/10/2025). Acara penutupan dilakukan oleh Asisten Sekretaris Daerah DIY Bidang Administrasi Umum, Aria Nugrahadi, dengan penarikan janur sebagai simbol penutup dalam ritual sakral Midhang Pasar Kawak.
Pertunjukan teatrikal yang dibawakan seniman Gunungkidul itu menjadi puncak FKY 2025. Dengan iringan gamelan dan gerak simbolik, Ritual Midhang Pasar Kawak menggambarkan doa dan harapan masyarakat untuk menolak bala serta menjaga keseimbangan hidup dengan alam sekitar.
Sebelum pementasan, para seniman, tokoh masyarakat, dan warga mengikuti kenduri serta doa bersama, diikuti penanaman bibit pohon elo di sekitar lapangan. Prosesi ini menjadi wujud nyata pesan festival tahun ini yang mengusung tema “Adoh Ratu Cedak Watu” — sebuah perenungan tentang jarak antara kekuasaan dan akar budaya rakyat.
“FKY ini bukan hanya festival seni, tapi juga ruang perjumpaan budaya antara masyarakat dan seniman. Di sinilah nilai keistimewaan Yogyakarta hidup,” ujar Aria Nugrahadi usai acara penutupan.
Aria menambahkan, FKY yang sudah berlangsung sejak tahun 1980-an kini telah menjadi wadah kolaborasi dan ekspresi lintas generasi. “Bagaimana kebudayaan bisa tumbuh dan berdaya dari masyarakat, itu yang paling penting. Ke depan, kami berharap pelaksanaannya bisa semakin kuat dari sisi partisipasi publik,” imbuhnya.
Masyarakat Jadi Tulang Punggung Festival
Direktur FKY 2025, Basundara Murba Anggana, menjelaskan bahwa pelibatan masyarakat menjadi ciri khas utama penyelenggaraan tahun ini. “Kami ingin masyarakat tidak hanya menonton, tapi menjadi bagian dari FKY itu sendiri. Mulai dari pelaku UMKM, seniman, pegiat budaya, hingga pelajar, semuanya berkontribusi,” katanya.

Menurut Anggana, perubahan dari Festival Kesenian Yogyakarta menjadi Festival Kebudayaan Yogyakarta juga memperluas cakupan kegiatan. “Kebudayaan tidak bisa dikerjakan segelintir orang. Karena FKY ini ditopang oleh Dana Keistimewaan, maka hasilnya harus benar-benar kembali kepada masyarakat,” ujarnya menegaskan.
Suara dari Lapangan: Antusiasme dan Harapan
Bagi warga lokal, FKY bukan sekadar tontonan, melainkan kebanggaan. Sutarmi (48), warga Logandeng yang sejak pagi ikut menyiapkan kenduri, mengaku senang kampungnya menjadi tuan rumah penutupan.
“Rasane bangga, wong-wong kene dadi melu urun. Ora mung nonton, tapi masak, nyiapke sesaji, nganti nandur wit. Kaya nguripi tradisi maneh,” (Rasanya bangga, orang-orang sini jadi ikut menyumbangkan-karya-, tidak hanya menonton, tetapi memasak, menyiapkan sesaji, sampai menanam pohon. Seperti menghidupkan tradisi kembali) tuturnya dalam bahasa Jawa yang lembut.
Sementara Rian Nugroho (22), mahasiswa asal Wonosari yang ikut dalam tim dokumentasi FKY, mengaku mendapatkan pengalaman berharga.
“Saya jadi sadar kalau budaya itu bukan cuma pertunjukan, tapi cara hidup. Selama FKY ini, saya ketemu banyak orang hebat yang bekerja diam-diam demi acara berjalan lancar,” katanya.
Para pengunjung juga menunjukkan antusiasme tinggi. Salah satunya Rika Dewanti (30), pelaku UMKM batik asal Playen, mengatakan bahwa festival ini berdampak langsung pada ekonomi lokal.
“Selama acara, omzet saya naik dua kali lipat. Tapi yang lebih penting, banyak pembeli dari luar kota mulai mengenal batik khas Gunungkidul,” ujarnya dengan senyum bangga.
Ritual Penutup, Awal Baru Kebudayaan
Saat senja mulai turun, bunyi gamelan dan aroma dupa menyatu dengan semilir angin pegunungan. Penarikan janur oleh Aria Nugrahadi menandai berakhirnya FKY 2025 — namun juga membuka lembaran baru untuk perjalanan kebudayaan Yogyakarta ke depan.

Dengan semangat kolaborasi dan keberdayaan masyarakat, Festival Kebudayaan Yogyakarta tak hanya menutup satu perhelatan, tapi juga meneguhkan kembali pesan bahwa budaya hidup karena rakyat yang menjaganya. (Yusuf)
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”