Jakarta,18/6/2025. Dalam upaya mendorong terciptanya ekosistem perfilman yang ramah, adil, dan inklusif bagi semua, termasuk penyandang disabilitas, Direktorat Perfilman, Musik, dan Seni Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia mengadakan “Forum Group Discussion (FGD) Perumusan Buku Panduan Perfilman yang Inklusif” pada Rabu-kamis,11–12 Juni 2025 jam 09:30 sd 17:00 selama 2 (dua) hari, di Hotel Somerset, Bendungan Hilir, tanah Abang Jakarta Pusat .
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dr. Syaifullah Agam, SE., M.Ec., Ph.D., Direktur Perfilman, Musik, dan Seni. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa panduan ini tidak hanya penting sebagai dokumen teknis, tetapi juga sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah terhadap akses budaya yang merata.
“Kita membangun ruang kreatif bersama yang tidak menyisihkan siapa pun. Dunia perfilman harus bisa diakses, diikuti, dan dinikmati oleh semua, termasuk teman-teman disabilitas. Panduan ini akan menjadi acuan etik, teknis, dan budaya untuk semua pemangku kepentingan perfilman nasional,” tegasnya.
Dalam FGD ini menghadirkan para narasumber dari lintas sektor yang relevan dalam penguatan nilai inklusi, antara lain:
- Dr. Dante Rigmalia, M.Pd. – Ketua Komisi Nasional Disabilitas (melalui Zoom dari Mekkah),
- Dr. Suzen HR Tobing, S.Sn., M.Hum. – Wakil Rektor II Institut Kesenian Jakarta (IKJ),
- Dra. Mimi Mariani Lusli, M.Si., M.A. – Direktur Mimi Institute,
- Drs. Gufron Sakaril, MM – Perwakilan dari PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia),
- Dr. Naswardi, SE.I, M.M, M.E,Ketua Lembaga Sensor Film,
- Rully Sofyan, SH – Divisi Advokasi Badan Perfilman Indonesia (BPI),
- Budi Sumarno – Ketua Umum Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI) dan Founder Inklusi Film Indonesia, sebagai penggagas kegiatan tersebut.
Para peserta yang hadir terdiri dari akademisi (IKJ, Universitas Islam Al Azhar, Citra Film School), perwakilan organisasi profesi (KFT Indonesia), penyandang disabilitas dari berbagai latar hambatan (fisik, sensorik, intelektual, mental), komunitas seni dan film, serta pegiat inklusi budaya. Dalam FGD tersebut para peserta yang di damping fasilisatori dari akademi perfilman dan pegiat Disabilitas membahas tentang Kode Etik, Akses Set/lokasi Film, Development, Praproduksi, produksi dn Paska produksi hingga Eksibisi yang Ramah Disabilitas, untuk membuat sebuahrumusan buku panduan yang inklusif
FGD berlangsung secara penuh dalam dua hari. Agenda mencakup:
Etika dan Budaya Interaksi Disabilitas dalam Dunia Film
Praktik Inklusif pada development, Pra-produksi, Produksi, Pasca Produksi, dan Eksibisi
Aksesibilitas Infrastruktur Film dan Penggunaan Juru Bahasa Isyarat
Audiodeskripsi untuk Disabilitas Netra dan penulisan Subtitlief untuk Teman Tuli
Kebijakan, Advokasi, dan Peran Negara dalam Menjamin Akses Budaya bagi Disabilitas
Seluruh proses diskusi didampingi oleh juru bahasa isyarat (JBI) untuk menjamin akses komunikasi yang merata selama forum berlangsung.
FGD menghasilkan draft awal “Buku Panduan Perfilman Inklusif” yang akan disempurnakan sebagai dokumen referensi resmi bagi sineas, komunitas film, akademisi, lembaga pendidikan, dan masyarakat penyandang disabilitas. Panduan ini mencakup dari proses pengembangan ide (development), representasi tokoh disabilitas, rekrutmen inklusif, aksesibilitas set/lokasi dan alat bantu, hingga penyediaan sarana eksibisi dan distribusi yang inklusif.
Dalam penutupan resmi FGD,Dr. Syaifullah Agam menyampaikan harapan;
“Buku ini bukan hanya untuk komunitas disabilitas, tapi untuk seluruh sineas yang ingin membangun karya dengan perspektif keberagaman manusia. Ia akan menjadi alat advokasi, edukasi, sekaligus instrumen transformasi budaya.” ;ujar beliau
Direktorat Perfilman, Musik, dan Seni memastikan komitmennya untuk terus memfasilitasi upaya inklusi melalui penerbitan, sosialisasi, dan pelatihan berbasis panduan ini secara nasional.(BS)