Dalam beberapa tahun belakangan, layanan pinjaman online semakin berkembang di Indonesia karena kemudahannya dalam memperoleh akses kredit secara segera. Pinjaman online muncul sebagai hasil dari kemajuan teknologi yang bertujuan untuk mendukung perekonomian nasional dan menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat, yang biasa disebut dengan teknologi finansial atau fintech. Fintech adalah sektor keuangan yang telah mengalami inovasi untuk memudahkan pengguna dalam menjalankan transaksi keuangan.
Alasan masyarakat saat ini tertarik menggunakan pinjaman online adalah adanya pola pikir “Beli Sekarang Bayar Nanti. ” Para pengguna pinjaman online berasal dari berbagai kalangan, seperti pelajar, karyawan, mahasiswa, dan ibu rumah tangga. Ironisnya, fenomena ini bukan hanya diakibatkan oleh kebutuhan uang yang mendesak, melainkan juga oleh perilaku konsumtif. Setiap individu pasti memiliki kebutuhan yang seharusnya dapat dipenuhi untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup.
Namun, pemenuhan kebutuhan tersebut seringkali masih tidak memadai untuk memuaskan mereka, karena kebutuhan hidup yang terus meningkat membuat kesejahteraan individu tidak hanya dinilai dari kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga dari keinginan untuk mengikuti gaya hidup yang lebih mementingkan kepuasan (Darmawan, 2019; 2020). Hal ini sering dialami oleh individu yang keuangannya belum stabil tetapi tetap berusaha untuk mengikuti gaya hidup demi kepuasan pribadi, yang selanjutnya membuatnya menjadi pribadi yang konsumtif.
Fenomena “self-reward” atau memberi penghargaan pada diri sendiri setelah berusaha keras. Pada mulanya, konsep ini dianggap sehat bagi psikologis seseorang, namun dalam praktiknya sering kali berubah menjadi alasan untuk melakukan belanja impulsif. Dengan kemajuan teknologi, bagi sebagian orang yang memiliki perilaku konsumtif, adanya aplikasi e-commerce sangat membantu karena kini masyarakat bisa berbelanja dengan lebih mudah dan cepat di mana saja.
Faktor lain yang berpengaruh adalah banyak orang yang terpancing untuk berbelanja, meskipun kondisi keuangan mereka tidak memungkinkan. Sebagian dari mereka tidak sabar menunggu untuk memiliki uang terlebih dahulu, dan lebih memilih meminjam dari layanan pinjaman online sebagai cara untuk memenuhi keinginan mereka. Kemudahan mendapatkan uang dalam waktu singkat justru mendorong perilaku konsumtif karena mereka bisa dengan mudah berbelanja tanpa memikirkan bahwa dana tersebut berasal dari pinjaman dan bukan dari tabungan pribadi.
Perilaku ini membuat individu lebih mudah dipengaruhi untuk melakukan konsumsi demi kepuasan jangka pendek, tanpa mempertimbangkan dampak yang akan datang. Dengan sifat konsumtif, individu memperoleh pengakuan atau status sosial. Djaelani dan Sudjai (2015); serta Scully dan Moital (2016) juga menyebutkan bahwa individu rentan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal karena secara psikologis, kognitif, dan sosial, mahasiswa berada dalam fase yang mudah terpengaruh oleh perubahan karena emosi yang belum stabil.
Wood (1998) menyatakan bahwa orang berusia 18-39 tahun cenderung membeli barang-barang berlebihan tidak karena kebutuhan, tetapi untuk mencari kepuasan. Del-Rio dan Young (2005) menambahkan bahwa kelompok usia muda lebih tertarik untuk mengambil pinjaman dibandingkan kelompok usia tua, karena mereka lebih berani mengambil risiko. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki potensi untuk terlibat dalam pinjaman, termasuk pinjaman online.
Fenomena ini tentu membawa berbagai dampak yang perlu diperhatikan bersama, baik dari segi individu, keluarga, maupun masyarakat secara umum. Dari sisi pribadi, ketergantungan yang tidak terkelola terhadap pinjaman online dapat berujung pada masalah keuangan yang serius, seperti utang yang menumpuk, bunga yang tinggi, hingga risiko gagal bayar. Tidak hanya merugikan secara finansial, ini juga bisa menyebabkan stres dan masalah kesehatan mental.
Keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat juga bisa terdampak ketika salah satu anggotanya mengalami masalah keuangan akibat perilaku konsumtif dan pinjaman yang tidak bijak. Ketidakharmonisan dalam keluarga dan ketidakstabilan ekonomi rumah tangga dapat menjadi akibat nyata dari masalah ini. Di tingkat masyarakat dan ekonomi nasional, munculnya pinjaman online tanpa disertai edukasi finansial yang cukup dapat meningkatkan risiko terjadinya krisis keuangan mikro.
Selain itu, pertumbuhan cepat fintech tanpa regulasi yang ketat juga dapat membuka peluang praktik pinjaman ilegal atau rentenir digital yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga keuangan untuk mengatur dan mengawasi layanan pinjaman online agar tetap aman, transparan, dan bertanggung jawab. Ditekankan juga perlunya pendidikan literasi keuangan yang lebih luas dan mendalam, terutama bagi kaum muda seperti pelajar dan mahasiswa yang rentan terhadap ajakan konsumtif dan risiko pinjaman online.
Dengan pemahaman yang baik mengenai pengelolaan keuangan pribadi, risiko utang, dan dampak jangka panjang, diharapkan mereka dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan layanan fintech. Sebagai solusi, masyarakat juga dapat didorong untuk mengembangkan budaya menabung dan berinvestasi dari usia dini sebagai alternatif untuk pemenuhan kebutuhan finansial yang lebih sehat. Selain itu, penguatan nilai-nilai kesederhanaan dan pengendalian diri dalam konsumsi juga harus ditanamkan agar tidak terperangkap dalam siklus konsumtif yang merugikan.