Oleh: IKIN
Apakah pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM) benar-benar dilindungi oleh sistem hak cipta dan royalti di Indonesia? Pertanyaan ini semakin relevan ketika ekonomi kreatif tumbuh pesat, tetapi perlindungan hukum dan keadilan ekonomi belum berjalan seimbang.
Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf, 2024), kontribusi sektor ekonomi kreatif telah mencapai Rp1.300 triliun terhadap PDB nasional, dengan lebih dari 20 juta tenaga kerja. Namun, sebagian besar pelaku UMKM kreatif belum menikmati manfaat ekonomi dari hak cipta dan royalti atas karya mereka.
Ketimpangan antara Kreativitas dan Perlindungan Hukum
Hak cipta dan royalti sejatinya adalah fondasi keadilan dalam ekosistem ekonomi kreatif. Di atas kertas, pemerintah mendorong masyarakat berinovasi dan menghasilkan karya orisinal. Namun, di lapangan, banyak pelaku UMKM yang tidak memahami atau tidak mampu menegakkan hak kekayaan intelektual mereka.
Sering kali, desain batik, kemasan produk, atau logo usaha lokal dijiplak tanpa izin. Bagi pelaku kecil, proses pendaftaran hak cipta dianggap rumit dan mahal, sementara pelanggaran jarang ditindak tegas. Akibatnya, karya orisinal mereka mudah diambil alih pihak lain, termasuk produsen besar atau bahkan klaim asing.
Kasus batik, anyaman, hingga kuliner khas daerah yang diklaim di luar negeri menjadi bukti lemahnya perlindungan hak cipta nasional. Padahal, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjamin hak moral dan ekonomi pencipta. Sayangnya, implementasi dan penegakan hukum masih jauh dari ideal.
Royalti dan Dilema Keadilan Ekonomi Kreatif
Masalah royalti tidak hanya tentang pembayaran, tetapi juga distribusi nilai ekonomi yang adil. Banyak musisi, seniman, dan desainer lokal yang tak mendapatkan royalti layak atas penggunaan karyanya di ruang publik atau media digital.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memang berupaya menyalurkan royalti, tetapi jangkauannya masih terbatas. Di sisi lain, perusahaan besar dan platform digital mampu memonetisasi konten kreatif dengan cepat dan skala luas. Ketimpangan ini memperlebar jarak antara pencipta kecil dan pemilik platform besar.
Dalam konteks globalisasi, hak cipta bukan hanya isu hukum, melainkan juga strategi ekonomi nasional. Tanpa perlindungan yang kuat, UMKM kreatif kehilangan peluang ekspor, lisensi, dan kolaborasi internasional.
Solusi: Regulasi Inklusif dan Pembiayaan Kreatif
Ada tiga langkah strategis yang dapat memperkuat keadilan dalam ekosistem ekonomi kreatif.
Pertama, sederhanakan pendaftaran hak cipta melalui digitalisasi sistem. Pendaftaran harus bisa dilakukan daring dengan biaya terjangkau, bahkan gratis bagi UMKM kreatif pemula.
Kedua, dorong pembiayaan berbasis ekonomi syariah untuk membantu pelaku kreatif mengakses perlindungan hukum tanpa beban finansial berat. Skema maslahah financing dapat menjadi alternatif pendanaan inklusif berbasis kemanfaatan sosial.
Ketiga, pendidikan hukum kekayaan intelektual harus dimasukkan dalam pelatihan UMKM kreatif di seluruh daerah. Kolaborasi antara kampus, komunitas, dan pemerintah daerah dapat memperkuat kesadaran hukum sekaligus melatih pelaku usaha memahami potensi ekonomi dari lisensi dan royalti.
Menuju Ekosistem Kreatif yang Adil dan Berdaya
Ekonomi kreatif tidak hanya berbicara soal inovasi, tetapi juga soal keadilan distribusi nilai. Hak cipta dan royalti adalah bentuk penghargaan atas jerih payah dan identitas budaya bangsa.
Jika pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas kreatif dapat bersinergi, maka UMKM akan menjadi pemilik sah dari nilai ekonomi karyanya, bukan sekadar produsen ide. Sudah saatnya Indonesia melangkah menuju ekosistem kreatif yang berkeadilan, berdaya, dan berdaulat di tengah arus digital global.
IKIN
Mahasiswa Magister Ekonomi Syari’ah UIN GUSDUR Pekalongan
Email: ikinbatang@gmail.com
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”