Klaten, 6 Agustus 2025 — Suasana Balai Dukuh Gatak, Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Klaten, tampak berbeda pada Rabu siang itu. Puluhan ibu-ibu PKK berkumpul bukan sekadar untuk arisan atau kegiatan rutin, melainkan mengikuti edukasi bertajuk “Hukum dan Manajemen Keuangan Digital”. Materi ini dibawakan oleh Erfendy Sesar Haryuwono, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta dengan NPM 22100140, bersama timnya.
Mengapa Hukum dan Keuangan Digital? Di era serba digital, keuangan rumah tangga tidak lagi hanya berputar pada catatan buku tulis. Dompet digital, aplikasi mobile banking, hingga belanja daring menjadi bagian keseharian masyarakat. Namun, kemudahan ini sering dibarengi dengan ancaman baru: penipuan online. Fenomena inilah yang menjadi alasan Erfendy menghadirkan kombinasi pembahasan hukum dan manajemen keuangan. “Ibu-ibu PKK harus menjadi manajer keuangan keluarga yang tidak hanya cerdas dalam mengatur uang, tetapi juga melek hukum agar tidak menjadi korban kejahatan digital,” jelasnya. Mengenal Unsur Tindak Pidana Penipuan Online Dalam perspektif hukum, penipuan online tidak berbeda jauh dengan penipuan konvensional.
Hanya saja, media yang digunakan adalah internet. Erfendy menguraikan setidaknya ada dua dasar hukum yang paling relevan: Pasal 378 KUHP tentang Penipuan Unsur “dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum” terpenuhi ketika pelaku mengambil uang korban dengan cara tidak sah. Unsur “tipu muslihat atau rangkaian kebohongan” tampak pada modus link palsu, SMS undian, atau tawaran investasi bodong. Unsur “mendorong orang untuk menyerahkan barang” terbukti saat korban mengirim uang, data pribadi, atau akses akun.
Ancaman pidana: penjara maksimal 4 tahun. Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A Unsur “menyebarkan berita bohong dan menyesatkan” terpenuhi bila pelaku mengirim pesan atau iklan palsu. Unsur “merugikan konsumen dalam transaksi elektronik” terpenuhi karena korban mengalami kerugian nyata, baik uang maupun data. Ancaman pidana: penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar. Menurut Erfendy, unsur-unsur pidana ini penting dipahami masyarakat. “Korban penipuan online sering kali pasrah karena merasa itu kesalahan pribadi. Padahal, secara hukum, tindakan itu jelas masuk kategori tindak pidana yang bisa dituntut,” tegasnya.
Studi Kasus Penipuan Digital di Indonesia Untuk memperkuat pemahaman, Erfendy menyinggung kasus-kasus nyata yang marak terjadi. Salah satunya modus phishing melalui pesan WhatsApp yang menawarkan hadiah undian palsu. Korban diminta mengklik tautan tertentu dan memasukkan data pribadi, lalu saldo rekeningnya dikuras. Kasus lain adalah investasi bodong berkedok aplikasi trading. Pelaku menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat, padahal sistemnya hanyalah ponzi scheme.
Banyak korban terjebak karena kurang memahami legalitas perusahaan investasi tersebut. Dalam kasus-kasus seperti ini, aparat penegak hukum menggunakan kombinasi KUHP, UU ITE, dan UU Perlindungan Konsumen untuk menjerat pelaku. Manajemen Keuangan Digital sebagai Pencegahan Selain aspek hukum, ibu-ibu PKK Gatak juga diajarkan praktik sederhana manajemen keuangan digital: Mencatat setiap pengeluaran, sekecil apapun, menggunakan aplikasi pencatat keuangan.
Menyisihkan dana tabungan harian di e-wallet seperti DANA atau GoPay. Membuat rekening terpisah untuk tabungan agar tidak bercampur dengan dana operasional. Hanya berbelanja lewat aplikasi resmi untuk mencegah risiko penipuan. “Ibu-ibu yang disiplin mencatat keuangan akan lebih sulit ditipu, karena mereka paham pola keluar-masuk uang. Jadi manajemen keuangan adalah perisai pertama sebelum hukum melindungi,” ujar Erfendy. Hukum sebagai Pelindung, Literasi sebagai Kunci, Kegiatan ini disambut hangat oleh para peserta.
Banyak ibu yang mengaku baru mengetahui bahwa penipuan online bisa diproses melalui situs resmi pemerintah seperti cekrekening.id atau lapor.go.id. Bagi Erfendy, inti dari edukasi ini adalah membangun kesadaran hukum sejak level keluarga. “Hukum hadir untuk melindungi masyarakat. Tetapi literasi, baik literasi hukum maupun literasi keuangan digital, adalah benteng pertama agar kita tidak menjadi korban,” pungkasnya.
Penutup Kegiatan edukasi di Dukuh Gatak ini bukan hanya transfer pengetahuan, melainkan juga langkah nyata pemberdayaan hukum di tingkat masyarakat desa. Ibu-ibu PKK kini tidak hanya memahami cara mengelola keuangan rumah tangga, tetapi juga menyadari bahwa setiap bentuk penipuan digital memiliki konsekuensi hukum yang jelas. Dengan literasi hukum dan manajemen keuangan digital, keluarga diharapkan lebih tangguh menghadapi tantangan era digital: cakap mengelola, waspada menghadapi, dan berani melawan kejahatan finansial online.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”