Di tengah arus deras informasi digital yang tak terbendung, pendidikan agama Islam (PAI) memiliki peran krusial dalam membentuk karakter generasi muda yang moderat, toleran, dan berpikiran terbuka. Era digital, dengan segala kemudahan akses informasi dan interaksi globalnya, menuntut pendekatan baru dalam internalisasi nilai-nilai moderasi beragama agar tidak terjebak dalam ekstremisme atau pemahaman agama yang sempit.
Urgensi Moderasi Beragama di Era Digital
Era digital membawa tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, kemudahan penyebaran informasi, termasuk paham-paham radikal, menjadi ancaman serius. Konten-konten yang memecah belah, menyebarkan kebencian, atau mengagungkan kekerasan dapat dengan cepat memengaruhi pikiran generasi muda yang belum memiliki benteng spiritual dan intelektual yang kuat. Di sisi lain, digitalisasi juga membuka peluang besar untuk menyebarkan narasi moderasi, dialog antaragama, dan pemahaman Islam yang rahmatan lil alamin secara lebih luas dan interaktif.
Oleh karena itu, kurikulum PAI tidak bisa lagi hanya berfokus pada aspek ritual semata, melainkan harus secara proaktif mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama sebagai fondasi utama. Ini mencakup pemahaman tentang toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), keadilan (i’tidal), dan musyawarah (syura) dalam setiap aspek kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Transformasi Kurikulum PAI: Membangun Benteng Digital
Untuk mencapai tujuan ini, internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dalam kurikulum PAI di era digital memerlukan beberapa transformasi kunci:
1. Pembaharuan Konten dan Materi Ajar
Materi PAI harus diperkaya dengan studi kasus yang relevan dengan konteks kekinian dan tantangan era digital. Misalnya, membahas etika bermedia sosial dalam perspektif Islam, pentingnya tabayyun (klarifikasi) terhadap berita atau informasi yang diterima, serta bahaya hoaks dan ujaran kebencian. Penekanan pada narasi Islam yang inklusif, menghargai keberagaman, dan mendorong perdamaian global perlu diperkuat.
2. Pemanfaatan Teknologi sebagai Media Pembelajaran
Kurikulum PAI harus memanfaatkan potensi teknologi digital secara optimal. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada teks cetak, melainkan bisa melalui video interaktif, podcast, aplikasi pembelajaran agama berbasis game edukasi, atau platform e-learning yang memungkinkan diskusi dan kolaborasi antar siswa dari berbagai latar belakang. Ini akan membuat pembelajaran lebih menarik dan relevatif bagi generasi digital.
3. Pengembangan Kompetensi Guru
Guru PAI adalah garda terdepan dalam internalisasi nilai. Mereka harus dibekali dengan pemahaman mendalam tentang moderasi beragama dan kemampuan pedagogis yang relevan dengan era digital. Pelatihan tentang pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, literasi digital, serta strategi menghadapi penyebaran paham radikal di dunia maya menjadi sangat penting. Guru juga perlu menjadi teladan dalam bersikap moderat dan bijak dalam menggunakan media digital.
4. Keterlibatan Berbagai Pihak
Internalisasi nilai-nilai moderasi beragama bukanlah tugas tunggal sekolah atau guru PAI. Peran serta orang tua, komunitas, tokoh agama, dan pemerintah sangat dibutuhkan. Kolaborasi dalam menyusun materi, mengadakan seminar, atau bahkan kampanye digital tentang moderasi beragama akan memperkuat ekosistem pendidikan yang mendukung tujuan ini.
Menuju Generasi Muslim Digital yang Moderat
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama secara komprehensif dalam kurikulum PAI dan memanfaatkan teknologi digital secara bijak, kita berharap dapat melahirkan generasi muslim yang tidak hanya cerdas secara intelektual dan spiritual, tetapi juga memiliki imunitas digital yang kuat. Mereka akan mampu memilah informasi, bersikap kritis, menghargai perbedaan, serta menjadi agen perdamaian dan kerukunan di tengah masyarakat global. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa yang harmonis dan beradab.
Oleh: Humaira
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe