Selama bertahun-tahun, micin atau MSG (monosidium glutamate) selalu menjadi kambing hitam dalam perbincangan soal kesehatan dalam makanan. Setiap kali obrolan soal makanan muncul, micin hampir selalu ikut terseret. Baik di ruang makan, di grup chat keluarga, atau di media sosial, pasti ada saja yang bilang, “Jangan kebanyakan micin, nanti bodoh.” Kalimat tersebut sangat sering terdengar sehingga orang-orang banyak yang percaya seolah-olah menjadi kebenaran umum. Tapi, kalau dipikirkan lagi, apakah memang ada hubungan langsung antara micin dan penurunan kecerdasan? Atau mungkin ini hanya ketakutan lama yang terus diwariskan tanpa pernah tahu akan kebenarannya dan tidak pernah dipertanyakan?
Micin, atau MSG ini sebenarnya hanyalah penyedap rasa yang membuat makanan terasa lebih “mantap”. Sudah puluhan tahun micin digunakan di banyak negara. Penelitian tentang spekulasi ini bukanlah hal yang baru, dan hasilnya selalu dikatakan micin aman dikonsumsi selama tidak berlebihan. Tetapi, mitos micin membuat menurunnya kecerdasan tidak pernah hilang. Ada semacam ketakutan kolektif yang melekat, seolah-olah micin adalah bahan kimia yang dapat membuat otak rusak dalam sekejap.
Spekulasi ini biasanya muncul dari penilaian cepat terhadap istilah “glutamate” yang terdengar rumit. Padahal, Glutamat yang menjadi komponen utama MSG sebenarnya merupakan asam amino non-esensial yang secara alami sudah ada di dalam tubuh dan banyak ditemukan pada makanan seperti tomat, keju, rumput laut, dan daging. Glutamat memang memberikan rasa gurih atau umami, sehingga ketika dipadukan dengan natrium terbentuklah monosodium glutamate (MSG) yang digunakan sebagai penyedap makanan.
Berdasarkan penjelasan dr. Tirta dalam sebuah podcast di Youtube milik Raditya Dika, “Selama micin dikonsumsi dalam batas harian 30 mg/kg berat badan, it’s okay.”
Lalu dari mana munculnya isu “micin bikin bodoh”? Kebanyakan berasal dari spekulasi dan pengalaman personal yang diperluas menjadi kesimpulan umum. Faktanya masalah yang bisa muncul akibat konsumsi MSG berlebihan bukanlah turunnya kecerdasan, melainkan hal yang serupa dengan efek garam atau natrium berlebih. Risiko utama jika MSG dikonsumsi melebihi batas dengan jangka waktu yang lama, yaitu:
1. Hipertensi,
2. Sindroma metabolik, dan
3. Sensorik lidahnya akan menurun, akibat toleransi terhadap rasa gurih meningkat.
Ketiga risiko itu tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau kemampuan otak. Tetapi, faktor-faktor seperti istirahat tidak cukup, stres, tidak fokus, atau pola makan yang berantakan jauh lebih memengaruhi fungsi otak dari pada sekadar bumbu penyedap. Namun, karena micin terlihat “mudah disalahkan”, mitos ini terus bertahan.
Jadi, apakah micin benar-benar membuat bodoh? Jawabannya, tidak. Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung spekulasi tersebut, dan dr. Titra mengatakan “Bahwa konsumsi berlebihan is not good for your life, terutama dalam jangka panjang. Tapi, kalau kamu makan sesuai dengan dosis anjuran, kamu juga hidup sehat dan makanannya bukan Ultraprocessed food, ya tidak masalah.” Dengan kata lain, masalahnya bukan pada micinnya, melainkan kebiasaan konsumsi yang berlebihan. Semua hal di kehidupan yang dilakukan secara berlebihan, tidaklah bagus.
Pada akhirnya, kita tidak bisa menyalahkan micin atas kebodohan yang terjadi pada otak kita. Micin hanya bahan dapur, sama seperti garam atau gula yang harus digunakan dengan bijak. Membesar-besarkan spekulasi tanpa penjelasan yang akurat hanya membuat kita terjebak dalam ketakutan yang tidak perlu. Akan lebih baik jika kita fokus pada suatu hal yang benar-benar berdampak pada hidup kita, daripada sibuk menyalahkan penyedap rasa yang tidak tahu apa-apa soal kemampuan berpikir kita.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”




































































