Kita, Rasa Takut, dan Kekuasaan: Mengapa Rasa TakutMembuat Kita Tunduk Pada Kekuasaan.
Masyarakat sering kali tunduk pada kekuasaan bukan karenakekuasaan tersebut terlalu kuat, Tetapi rasa takut terlalu dalamlah yang membuat mereka tunduk pada kekuasaan. Takut akan hukuman, takut kehilangan posisi, takut mengkritik, atau bahkan takut memberi masukan di luar batas yang ditentukan kekuasaan. Saat ini kita hidup di Tengah Masyarakat yang pandai menormalisasikan rasa takut tersebut.
Di negeri ini, Rasa takut telah menjadi budaya bagimasyarakatnya. Dalam ketakutan yang terus dipelihara itulah kekuasaan merasa rasa takut adalah alat paling efektif dari pengendalian masyarakatnya. Kekuasaan tidak selalu menindas dengan tangan besi lagi. Terkadang, ia cukup berdiam diri, karena Masyarakat sudah pasti akan menunduk tanpa ada yang memperintahkan.
Rasa takut yang membuat Masyarakat tunduk biasanyaberakar dari kebutuhan dasar manusia, Dimana keinginan mereka untuk merasa aman dan diterima di lingkungannya. Rasa takut sendiri bisa hadir dalam bentuk yang berbeda, seperti tekanan sosial, rasa tidak enak, atau bahkan merasa bahwa melawan adalah Tindakan yang sia sia. Kita merasa lebih baik memilih diam daripada kehilangan posisi sosial, pekerjaan, atau kenyamanan.
Di era modern, kekuasaan tidak hanya hadir dalam bentukpolitik, tetapi juga dalam bentuk media dan opini publik. Narasi-narasi yang dibangun di ruang digital sering kali meciptakan rasa takut akan perbedaan pendapat. Orang takut dibenci, dikritik, atau bahkan mereka takut kehilangan “citrabaik”nya di mata publik. Pada akhirnya kekuasaan bukan hanya milik penguasa, tetapi juga hidup dalam masyarakat itu sendiri.
Rasa takut adalah energi sosial yang kuat, ia bisa sajamempersatukan tetapi ia juga bisa jadi tempat untukmenindas. Terkadang Masyarakat tidak sadar bahwaketundukan meraka justru memperpanjang umur kekuasaanyang menindas. Kita tumbuh dalam sistem yang mengajarkankepatuhan lebih dahulu daripada keberanian berpikir. Denganpola pikir seperti ini yang terus berlanjut hingga dewasa, Masyarakat lebih terbiasa untuk tunduk pada otoritas, seolah-olah kekuasaan selalu identik dengan kebenaran.
Masyarakat yang terus hidup dengan penuh ketakutannya dan menjadikan budaya dalam hidupnya, akan kehilangankeberanian untuk menjadi diri mereka sendiri. Selain itukekuasaan juga akan tumbuh tanpa batas. Mereka membuatdiri mereka sendiri berhenti menjadi warga dan berubahmenjadi penonton saja di dunianya, Karena mereka tidak lagimemiliki ruang untuk mengkritik. Mereka tidak memilikikeberanian untuk berbeda, karena menurut mereka meilikiperbedaan pendapat bisa disamakan dengan pemberontak oleh para penguasa.
Ketika kita membiarkan rasa takut menjadi kebiasan, kekuasaan tidak perlu lagi membangun tembok untukmenahan rakyatnya, karena tembok itu sudah tumbuh di dalam diri Masyarakat sendiri. Sering kali kita membatasi dirisebelum ada larangan, menahan suara sebelum ada ancaman, dan pada akhirnya kita hidup dalam ilusi stabilitas yang rapuh, dalam kondisi seperti itu kekuasaan akan tersenyum karenamereka tahu mereka telah menang tanpa melawan.
Namun, Rasa takut bisa manusia kendalikan dengan adanyaKesadaran dan Keberanian. Dengan adanya kesadaranmanusia tahu bahwa kebebasan tidak diberikan, tetapi di perjuangkan dan keberanian menjadi nilai yang langka, karenakeberanian tidak lahir dari ketiadaan rasa takut, tetapi berasaldari keputusan untuk tidak dikendalikan oleh kekuasaan itusendiri. Kita tidak harus berteriak untuk melawan, kita hanyaperlu mempertanyakannya.
Sejarah selalu berpihak pada seseorang yang berani melawanrasa takut, setiap perubahan besar selalu dimulai darikeberanian kecil untuk tidak setuju, dan memilih untukberbicara disaat yang lainnya memilih untuk diam. Barangkaliperlawanan terbesar bukan hanya menggulingkan penguasa, melainkan memulihkan keberanian untuk berpikir, bersuaradan melawan rasa takut yang selama ini kita pelihara dalamdiri kita.
Saat manusia berani berpikir, berdebat, dan memberikanpendapat tanpa adanya rasa takut, maka kekuasaan kehilanganalat paling efektif yang selama ini mengendalikanmasyarakatnya. Dengan keberanian manusia melawan rasa takut untuk mempertanyakan, kekuasaan tak akan pernahbenar-benar menang. Karena pada akhirnya, kekuasaan hanyabisa tumbuh jika kita mengizinkannya, dan ia akan runtuhKetika Masyarakat berhenti takut.
Intinya rasa takut sering kali menjadi fondasi tak kasat matayang menompang kekuasaan. Ia membuat kita percaya bahwadengan diam kita akan aman, dan patuh adalah cara untukbertahan. Padahal, dibalik itu ada harga yang harus dibayar, yaitu kebebasan kita untuk menjadi diri sendiri, untuk berpikirkritis, bertanya, dan bahkan tanpa sadar menyerahkan kendalikepada mereka yang memanfaatkan rasa takut kita.
Maka sekarang tugas kita bukanlah mengulingkan kekuasaan, melainkan menyeimbangkannya dengan kesadarn. Kesadaran untuk terus mempertanyakan, mengawasi, dan menolak tunduk secara buta. Ketika Masyarakat memilikikeberanian untuk berpikir dan berbicara tanpa rasa takut, kekuasaan akan Kembali pada fungsinya yaitu bukan untukditakuti, tetapi untuk melayani. Dan di situlah, keseimbanganantara manusia dan kekuasaan benar-benar menemukanmaknanya. Karena sejatinya, kekuasaan tanpa kesadaranhanyalah dominasi, dan kesadaran tanpa keberanian hanyalahwacana. Saat keduannya saling bersatu, barulah disituMasyarakat bisa benar-benar Merdeka.
Oleh: Azzahra najwa paramitha
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”































































