Sebagai mahasiswa, sering banget kita dengar slogan “bersih dari korupsi”atau“reformasi birokrasi” dari pejabat pemerintah. Tapi kalau kita buka berita setiap hari, yang muncul justru kasus-kasus korupsi baru. Belum lagi fenomena politik dinasti yang makin kentara, di man ajabatan publik seolah jadi warisan keluarga. Hal ini bikin mahasiswa jadi bertanya-tanya: apakah pemerintah benar-benar serius membangun negara ini dengan integritas, atau hanya sibuk mempertahankan kekuasaan?
Korupsi masih jadi penyakit kronis di negeri ini. Mulai dari level pejabat desa, kepala daerah, sampai menteri, semua pernah terseret kasus. Dana bantuan sosial, yang seharusnyadipakai untuk masyarakat kecil, malah dikorupsi oleh oknum. Belum lagi kasus suap proyek infrastruktur, jual beli jabatan, sampai manipulasi anggaran. Semua itu bikin rakyat, termasuk mahasiswa, makin kehilangan kepercayaan pada pemerintah. Selain korupsi, politik dinasti juga makin terlihat jelas.
Banyak daerah yang kepala daerahnya digantikan oleh istri, anak, atau kerabat dekat. Secara aturan mungkin tidak melanggar hukum, tapi ini jelas menunjukkan betapa politik kita masih dikuasai oleh segelintir keluarga. Mahasiswa jadi khawatir bahwa politik dinasti ini akan menutup ruang bagi generasi muda atau tokoh baru yang sebenarnya punya kapasitas, tapi kalah modal dan jaringan. Fenomena ini memperlihatkan wajah buram pemerintahan yang seolah lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan ketimbang melayani rakyat.
Dari perspektif saya, korupsi dan politik dinasti ini seperti dua sisi mata uang yang saling terkait. Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada satu keluarga atau kelompok, peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang makin besar. Transparansi jadi berkurang, pengawasan lemah, dan akhirnya rakyat yang dirugikan. Saya juga melihat bahwa penegakan hukum di negeri ini masih tebang pilih. Ada pejabat yang ditangkap karena kasus korupsi, tapi ada juga yang seolah kebal hukum karena punya “backing” politik kuat. Hal ini jelas menurunkan semangat generasi muda untuk percaya pada sistem demokrasi. Kita sering bertanya: buat apa belajar keras tentang etika dan integritas, kalau akhirnya yang menang tetap yang punya uang dan kekuasaan?
Fenomena ini juga memperkuat pandangan sinis saya bahwa pemerintah lebih sibuk menjaga citra politik daripada menuntaskan masalah bangsa. Aksi-aksi pemberantasan korupsi sering hanya dijadikan panggung pencitraan, bukan langkah serius untuk memperbaiki sistem. Sebagai mahasiswa, kita punya tanggung jawab moral untuk terus mengkritisi fenomenaini. Kritik kita bukan sekadar omelan tanpa dasar, tapi suara keresahan generasi muda yang menginginkan perubahan nyata.
Mahasiswa perlu menuntut pemerintah agar:
1) Penegakan hukum terhadap korupsi dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu.
2) Mekanisme pengawasan dana publik diperketat, supaya tidak ada lagi celah penyalahgunaan.
3) Regulasi politik diperbaiki agar politik dinasti tidak semakin mengakar dan menghambat regenerasi kepemimpinan.
4) Pemerintah membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi generasi muda untuk ikut menentukan arah kebijakan.
Selain itu, kita juga harus sadar bahwa perubahan tidak bisa hanya datang dari luar. Gerakan mahasiswa perlu konsisten, baik lewat advokasi, diskusi kritis di kampus, maupun aksi nyatadi lapangan. Kalau kita diam, maka korupsi dan politik dinasti akan terus dianggap wajar. Korupsi dan politik dinasti adalah masalah serius yang masih membayangi wajah pemerintahan Indonesia. Alih-alih menunjukkan kemajuan, fenomena ini justru memperlihatkan betapa rapuhnya komitmen pemerintah terhadap demokrasi dan integritas. Dari sudut pandang mahasiswa, masalah ini tidak hanya soal penyalahgunaan uang rakyat, tapi juga soal masa depan bangsa yang terancam dikuasai oleh segelintir elit. Kritik saya dalam isu ini seharusnya dipandang sebagai alarm bagi pemerintah. Kalau pemerintah terus abai, makake percayaan rakyat, terutama generasi muda, akan semakin luntur. Dan tanpa kepercayaa rakyat, mustahil ada pemerintahan yang kuat. Pada akhirnya, kita hanya ingin satu hal: pemerintahan yang benar-benar bersih, adil, dan terbuka. Karena tanpa itu, Indonesia hanya akan terjebak dalam lingkaran korupsi dan politik dinasti yang tidak ada habisnya. Dan kalau lingkaran ini terus dibiarkan, maka cita-cita kita untuk jadi bangsa besar hanya akan jadi slogan kosong.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”