Siapa yang tidak suka jajan? Apalagi bagi anak-anak SD yang matanya langsung berbinar saat melihat aneka camilan berwarna-warni di depan gerbang sekolah. Mulai dari cilok berwarna merah muda, es lilin yang sangat manis, sampai kerupuk dengan bumbu pedas yang membuat lidah berwarna merah. Sayangnya, kebiasaan jajan sembarangan ini sudah menjadi masalah serius yang perlu kita perhatikan bersama.
Jika kita perhatikan, hampir setiap jam istirahat, kantin sekolah dan pedagang kaki lima di sekitar sekolah selalu ramai dipadati anak-anak. Mereka rela menghabiskan uang saku untuk membeli jajanan yang belum tentu sehat. Bahkan, ada yang lebih memilih membeli cilok daripada sarapan pagi. Hal ini tentu mengkhawatirkan, karena masa SD merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan asupan gizi lengkap.
Bahaya Jajanan Tidak Sehat bagi Anak Sekolah Dasar
Masalahnya bukan hanya soal jajan atau tidak jajan. Tetapi jenis jajanan yang dibeli seperti apa. Banyak jajanan yang dijual mengandung pewarna makanan berlebihan, pemanis buatan, hingga bahan pengawet yang tidak sehat. Pernahkah mendengar tentang jajanan yang membuat tangan anak-anak berwarna merah atau kuning mencolok? Nah, itu pertanda bahwa pewarna yang digunakan kemungkinan besar bukan pewarna makanan yang aman.
Dr. Siti, salah seorang dokter anak di Puskesmas setempat, mengatakan bahwa ia sering menemukan anak-anak yang datang dengan keluhan sakit perut atau diare setelah jajan sembarangan. “Anak-anak itu belum memahami mana makanan yang bersih dan sehat. Mereka hanya melihat tampilannya menarik lalu langsung membeli,” ungkapnya. Belum lagi risiko jangka panjang seperti obesitas atau justru kekurangan gizi karena anak merasa kenyang dengan jajanan tetapi nutrisinya kosong.
Dampak jangka pendeknya memang terlihat sepele, paling hanya sakit perut satu atau dua hari. Akan tetapi, jika kebiasaan ini terus berlanjut, efeknya bisa sangat serius. Anak dapat mengalami gangguan pertumbuhan karena nutrisi yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang. Ada pula yang menjadi sulit berkonsentrasi saat belajar karena kekurangan gizi. Padahal usia SD merupakan masa emas perkembangan otak yang sangat membutuhkan asupan gizi lengkap.
Kebersihan jajanan juga menjadi permasalahan. Banyak pedagang yang berjualan tanpa memperhatikan aspek kebersihan. Seperti halnya, makanan yang tidak ditutup dengan baik, dihinggapi lalat, atau bahkan diambil langsung tanpa menggunakan sarung tangan. Belum lagi air yang digunakan untuk mencuci peralatan, apakah benar-benar bersih atau tidak. Semua hal ini dapat menjadi sumber penyakit bagi anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya masih dalam tahap perkembangan.
Peran Pendidik dalam Menanamkan Kesadaran Gizi
Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab? Jawabannya bukan hanya orang tua. Di sinilah peran pendidik di sekolah menjadi sangat penting. Sebagai orang yang setiap hari berinteraksi dengan anak-anak, guru memiliki kesempatan besar untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat sejak dini.
Guru dapat menyelipkan edukasi gizi dalam berbagai mata pelajaran. Saat mengajar IPA tentang sistem pencernaan, dapat dijelaskan makanan apa yang baik untuk tubuh. Ketika pelajaran Bahasa Indonesia, anak diminta menulis karangan tentang makanan favorit yang menyehatkan. Bahkan dalam pelajaran matematika, dapat dibuat soal cerita tentang menghitung kandungan gizi makanan. Dengan cara ini, anak belajar tanpa merasa sedang digurui.
Guru dapat memperhatikan makanan yang dibeli anak-anak, lalu memberikan teguran dengan cara yang baik. Misalnya dengan berkata, “Wah, ciloknya warnanya mencolok sekali, ya. Lain kali coba pilih yang warnanya lebih alami, supaya lebih aman untuk tubuhmu.” Teguran seperti ini biasanya lebih efektif dibandingkan dengan larangan langsung atau memarahi anak. Selain itu, berbagai bentuk teguran atau pembelajaran bisa diterapkan. Misalnya, dengan mengadakan kegiatan “Hari Bekal Sehat”, di mana anak-anak diminta membawa bekal dari rumah dan berbagi cerita tentang makanan yang mereka bawa.
Kerja sama dengan orang tua sangat penting. Melalui pertemuan wali murid, guru bisa menyampaikan pentingnya edukasi gizi di rumah. Orang tua diharapkan membiasakan anak sarapan sebelum berangkat sekolah agar tidak terlalu lapar saat istirahat, serta membekali anak dengan makanan sehat sederhana seperti roti isi telur atau buah potong.Sebaliknya, orang tua juga perlu memberi tahu guru tentang pola makan anak di rumah agar ada kesinambungan. Anak akan lebih mudah memahami pentingnya makanan sehat jika pesan dari rumah dan sekolah sejalan. Komunikasi dua arah ini memastikan pendidikan gizi tidak berhenti di sekolah saja.
Tantangannya memang tidak mudah. Anak-anak cenderung tertarik pada hal yang menarik secara visual, bukan yang sehat. Oleh karena itu, pendekatan dalam mengajarkan gizi harus disesuaikan dengan dunia anak. Gunakan bahasa yang mereka mengerti, contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka, dan metode yang tidak membosankan. Ketika anak merasa bahwa belajar tentang makanan sehat itu menyenangkan, mereka akan lebih mudah menerapkannya.
Pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan juga sudah mulai gencar mengkampanyekangerakan makanan sehat di sekolah. Program seperti pembagian susu dan makanan tambahan bergizi di sekolah-sekolah tertentu perlu diperluas jangkauannya. Sosialisasi kepada pedagang jajanan juga penting, agar mereka memahami standar keamanan pangan. Kita tidak dapat melarang anak-anak untuk jajan sama sekali. Itu hampir mustahil dilakukan. Akan tetapi, kita dapat mengajarkan mereka untuk pintar memilih. Ajari anak untuk melihat kebersihan tempat jualan, memperhatikan warna makanan yang tidak terlalu mencolok, dan sebisa mungkin memilih jajanan tradisional yang lebih alami seperti pisang goreng atau jagung rebus.
Jika sejak SD anak sudah terbiasa memilih makanan sehat, mereka akan membawa kebiasaan tersebut hingga dewasa. Pendidikan bukan hanya tentang membaca, menulis, dan berhitung. Tetapi juga tentang membentuk karakter dan kebiasaan hidup sehat yang akan mereka bawa sepanjang hidup. Oleh karena itu, mari kita semua berperan aktif menjaga kesehatan anak-anak dengan menanamkan edukasi gizi sejak dini. Baik sebagai pendidik, orang tua, maupun masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk membimbing generasi muda memilih yang terbaik bagi tubuh mereka. Kesehatan mereka hari ini adalah investasi masa depan bangsa.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”