Media Sosial: Membangun atau Merusak Sosialisasi Anak Sekolah Dasar?
Artikel dengan Judul “Media Sosial: Membangun atau Merusak Sosialisasi Anak Sekolah Dasar?” ditulis oleh Jessica Canda Allodya, Esti Susiloningsih dan Dwi Cahaya Nurani mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Di era digital seperti saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk bagi anak-anak usia sekolah dasar. Jika dahulu interaksi sosial anak banyak terjadi di lapangan, taman bermain, atau lingkungan sekitar rumah, kini sebagian besar aktivitas sosial mereka bergeser ke dunia maya. Platform seperti YouTube, TikTok, Instagram, dan WhatsApp menjadi sarana komunikasi dan hiburan yang mudah diakses, bahkan oleh anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Fenomena ini tentu membawa dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi, media sosial dapat menjadi alat pembelajaran, kreativitas, dan ekspresi diri. Namun di sisi lain, jika tidak diawasi dengan bijak, media sosial justru dapat menghambat kemampuan anak dalam bersosialisasi secara nyata, mengganggu perkembangan emosional, dan bahkan membentuk perilaku negatif.
Menurut laporan We Are Social (2024), lebih dari 30% anak di Indonesia yang berusia 8–12 tahun sudah aktif menggunakan media sosial, meski sebagian belum memenuhi usia minimum yang disyaratkan oleh platform tersebut. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang bagaimana media sosial memengaruhi proses pembentukan karakter dan keterampilan sosial mereka.
Dalam konteks pendidikan dasar, di mana anak-anak sedang belajar mengenali diri dan lingkungannya, media sosial memiliki peran penting yang harus dikelola dengan hati-hati. Pertanyaannya: apakah media sosial mampu menjadi jembatan untuk membangun kemampuan sosial anak, atau justru menjadi tembok yang memisahkan mereka dari kehidupan sosial yang sesungguhnya?
Media sosial sejatinya diciptakan untuk memperkuat hubungan sosial dan mempermudah komunikasi. Bagi anak-anak sekolah dasar, media sosial bisa menjadi wadah belajar dan berinteraksi secara positif. Melalui platform seperti YouTube Kids, anak dapat belajar tentang ilmu pengetahuan, seni, maupun budaya dengan cara yang menyenangkan. Beberapa sekolah juga mulai memanfaatkan media sosial sebagai sarana pembelajaran kolaboratif, misalnya membuat proyek digital, vlog edukatif, atau kampanye literasi digital sederhana.
Dalam konteks ini, media sosial dapat membangun sosialisasi anak ketika digunakan dengan panduan yang tepat. Anak-anak belajar mengenali perbedaan, menghargai pendapat orang lain, serta berani mengekspresikan diri secara kreatif. Mereka juga dapat berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai daerah, memperluas wawasan sosial dan budaya.
Namun, sisi lain dari media sosial menunjukkan tantangan besar. Kemudahan akses tanpa kontrol seringkali membuat anak lebih nyaman berinteraksi di dunia maya daripada di dunia nyata. Akibatnya, kemampuan komunikasi tatap muka berkurang, empati menurun, dan anak menjadi lebih tertutup atau individualistis.
Bahkan, penelitian dari Indonesian Child Protection Commission (KPAI, 2023) mencatat peningkatan kasus perundungan siber (cyberbullying) di kalangan pelajar sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial tanpa literasi digital yang memadai dapat berdampak langsung terhadap kesejahteraan sosial dan emosional anak.
Selain itu, paparan konten yang tidak sesuai usia seperti kekerasan, ujaran kebencian, atau gaya hidup konsumtif dapat memengaruhi cara berpikir dan perilaku anak. Anak-anak yang terlalu sering menggunakan media sosial juga berisiko mengalami social comparison, yaitu kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain yang tampak “lebih sempurna” di media. Hal ini dapat menurunkan rasa percaya diri dan menimbulkan kecemasan sosial.
Maka, dibutuhkan keseimbangan antara dunia digital dan interaksi nyata. Orang tua, guru, dan lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam menanamkan literasi digital sejak dini. Literasi digital bukan sekadar kemampuan menggunakan perangkat, tetapi juga kemampuan memahami, menyeleksi, dan menanggapi informasi secara kritis dan etis.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan media sosial menjadi sarana yang membangun sosialisasi anak antara lain:
Membatasi waktu penggunaan media sosial dengan aturan yang konsisten.
Memberikan pendampingan aktif saat anak menjelajah dunia digital.
Mengenalkan nilai-nilai sosial dan empati melalui diskusi ringan tentang konten yang dilihat anak.
Mendorong interaksi sosial nyata, seperti bermain bersama teman, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, atau bergotong royong di lingkungan sekolah.
Mengintegrasikan literasi digital dalam pembelajaran agar anak memahami manfaat dan risiko dunia maya secara proporsional.
Jika langkah-langkah ini dilakukan secara berkelanjutan, media sosial dapat menjadi ruang belajar sosial yang positif, bukan ancaman terhadap perkembangan anak.
Media sosial merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari di era modern. Bagi anak sekolah dasar, media ini bisa menjadi jembatan menuju masa depan digital yang produktif, atau justru jebakan yang merusak kemampuan bersosialisasi mereka. Semua tergantung pada cara kita—orang tua, guru, dan masyarakat—dalam mendampingi dan membimbing mereka.
Media sosial bukanlah musuh, tetapi alat yang harus digunakan dengan bijak. Dengan literasi digital yang baik, anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang kritis, berempati, dan cakap berkomunikasi, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Namun, jika dibiarkan tanpa kontrol, media sosial dapat menggerus nilai-nilai sosial yang menjadi dasar kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, membangun sosialisasi anak di era digital tidak cukup hanya dengan mengajarkan etika berinternet, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya interaksi manusia yang nyata.
Jika seluruh elemen pendidikan dan keluarga mampu bekerja sama, maka media sosial dapat benar-benar menjadi “Media Sosial: Membangun Sosialisasi Anak Sekolah Dasar”, bukan sebaliknya. Sebab di tangan generasi inilah masa depan bangsa digital yang berkarakter akan terbentuk.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”