Membumikan Nilai Langit: Pendidikan Islam di Tengah Krisis Moral Zaman
Oleh: Ulfa Mahera
Mahasiswi Pendidikan Agama Islam, UIN Sultanah Nahrasyiyah Lhokseumawe
Di era ketika prestasi akademik seringkali menjadi satu-satunya tolok ukur keberhasilan pendidikan, kita kerap lupa bahwa pendidikan sejatinya adalah tentang pembentukan manusia seutuhnya. Pendidikan Islam, dengan warisan nilainya yang sangat kaya, sejatinya membawa misi besar: membumikan nilai-nilai langit ke dalam kehidupan nyata.
Namun hari ini, dunia pendidikan kita menghadapi ujian berat. Di balik capaian teknologi dan angka-angka statistik, kita melihat krisis moral yang kian mengkhawatirkan: kekerasan di sekolah, intoleransi, penyalahgunaan media sosial, hingga degradasi sopan santun. Inilah saatnya kita bertanya: apakah pendidikan Islam masih relevan di tengah derasnya arus zaman?
Pendidikan Islam: Warisan yang Terlupakan
Pendidikan Islam sejatinya tidak pernah hanya soal hafalan ayat dan hukum fikih. Ia adalah jalan panjang menuju pembentukan akhlak, keadaban, dan kesadaran diri sebagai hamba sekaligus khalifah. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, pendidikan dimulai dari hati, bukan hanya dari lisan atau pena.
Sayangnya, dalam sistem pendidikan modern, kurikulum agama seringkali dipersempit menjadi mata pelajaran kognitif semata. Ia kehilangan ruh-nya. Ia dituntut selesai dalam ujian tertulis, tetapi tidak mampu mencetak pribadi yang jujur, adil, atau amanah.
Saatnya Membumikan Nilai Langit
“Membumikan nilai langit” bukanlah jargon puitis. Ini adalah seruan serius bahwa nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kasih sayang, dan keadilan harus menjadi jiwa dari sistem pendidikan kita. Nilai-nilai itu harus diajarkan, tetapi juga dihidupkan. Harus masuk dalam sistem, tetapi juga menjadi bagian dari budaya sekolah.
Pendidikan Islam menawarkan model itu—terutama melalui lembaga-lembaga seperti pesantren, madrasah diniyah, hingga komunitas pengajian. Di tempat-tempat itu, nilai-nilai langit tidak tinggal di buku; ia hadir dalam sikap, ucapan, dan tradisi.
Transformasi yang Relevan, Bukan Sekadar Modernisasi
Agar tetap relevan, pendidikan Islam harus bersedia bertransformasi, tapi tidak kehilangan jati dirinya. Perubahan bukan berarti meninggalkan prinsip. Justru sebaliknya: teknologi, media digital, dan strategi pembelajaran baru harus digunakan untuk menguatkan nilai, bukan menggantikannya.
Misalnya, pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dapat dikombinasikan dengan nilai-nilai Islam seperti kejujuran dalam pelaporan, kerja sama dalam kelompok, dan tanggung jawab dalam penyelesaian tugas. Demikian pula, konten dakwah atau pembelajaran agama dapat dikemas dalam bentuk video, podcast, atau komik digital yang disukai generasi muda.
Revolusi Sunyi: Peran Guru dan Orang Tua
Perubahan besar tidak selalu datang dari kebijakan pemerintah. Justru dalam pendidikan Islam, revolusi sunyi itu dimulai dari ruang kelas, dari masjid kecil di kampung, atau dari ruang keluarga. Guru yang sabar dan ikhlas, orang tua yang menjadi teladan, dan komunitas yang menjaga nilai—mereka adalah aktor utama dalam pembumian nilai-nilai langit.
Kita tidak butuh slogan besar. Kita butuh keteladanan kecil yang konsisten. Kita butuh guru yang tidak hanya mengajarkan “berbuat baik”, tapi juga memperlihatkannya dalam sikap.
Penutup: Merajut Harapan dalam Pendidikan Nilai
Jika bangsa ini ingin selamat dari krisis moral yang lebih besar, maka pendidikan berbasis nilai adalah jawabannya. Dan dalam hal ini, pendidikan Islam menyimpan potensi besar yang selama ini mungkin kita abaikan.
Membumikan nilai langit bukan tugas para kiai atau ustaz semata. Ini adalah tugas kolektif kita: akademisi, pendidik, orang tua, media, dan pemerintah. Jika pendidikan Islam berhasil membawa nilai-nilai ilahi turun dan hidup dalam perilaku anak-anak bangsa, maka masa depan Indonesia bukan hanya cerdas secara akademik, tapi juga mulia secara moral.
Ulfa Mahera
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”