Makan makanan cepat saji setiap hari memang terasa nikmat dan praktis kan? Namun apa yang terjadi pada tubuh kita, sehingga kita terus menerus ingin makan makanan olahan itu?
Fenomena Budaya Konsumsi Ultra-Processed Food
Pada era modern serba instan ini konsumsi Ultra-Processed Foods menjadi hal yang sangat digemari dalam pola makan masyarakat setiap hari. Ultra-Processed Foods adalah makanan yang telah mengalami proses pengolahan industri yang sangat tinggi sehingga hampir tidak menyerupai bentuk aslinya, seperti snack kemasan, minuman kemasan, sosis-nugget, keripik kemasan, dan sereal yang mengandung banyak pengawet, serta makanan siap saji yang diciptakan agar praktis untuk dikonsumsi, tahan lama dalam penyimpanannya, dan mayoritas rasanya lezat. Dibuktikan dengan tingginya peminat makanan UPF ini pada kelompok usia muda. Dalam survei di Amerika Serikat pada Agustus 2021-2023 menunjukkan bahwa rata-rata total kalori harian remaja (12-18 tahun) sebanyak 63.0% berasal dari UPF, sedangkan kelompok dewasa muda (19–39 tahun) mengonsumsi sekitar 54.4% kalori hariannya dari UPF (National Academies of Sciences, Engineering, & Medicine, 2024). Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat modern bukan hanya sekedar mengikuti trend untuk mengonsumsi UPF, tetapi sudah bergantung pada UPF dalam memenuhi kebutuhan pola makan dan gaya hidupnya, terutama pada kelompok yang paling rentan terhadap perilaku impulsif dan disregulasi reward. Fenomena ini menjadi bukti adanya pergeseran budaya makan dari makanan alami yang sehat menuju produk pangan industri yang praktis dan pastinya lebih lezat, sehingga adanya UPF ini sulit dihindari dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Bagaimana Konsumsi Ultra-Processed Memengaruhi Otak?
Ultra-Processed Foods memang dinilai sangat nikmat. Dari kenikmatan tersebut menunjukkan riset bahwa UPF dapat memengaruhi sistem saraf secara signifikan melalui mekanisme dopamin dan kontrol impuls. Berdasarkan laporan Current Obesity Reports (Avena et al., 2024), terdapat bukti bahwa UPF dapat menimbulkan respons otak yang mirip dengan pola perilaku adiktif. Artinya UPF dapat memicu sensitivitas pada sistem dopamin, lalu meningkatkan rasa craving, serta menimbulkan gejala mirip withdrawal ketika konsumsi dihentikan. Para peneliti menjadi semakin khawatir terhadap hal ini karena mekanisme tersebut dapat berkontribusi pada pola makan yang tidak sehat dalam jangka panjang dan berpotensi mengganggu proses metabolisme.
Jalur dopamin pada sistem reward otak memiliki fungsi untuk memberi sinyal bahwa aktivitas tersebut layak diulang. Pada makanan alami seperti sayur, buah, protein hewani, dan nabati, mereka memberikan jumlah dopamin yang cukup, sehingga hal tersebut menandakan bahwa kebutuhan dasar sudah terpenuhi. Sedangkan pada UPF, segala jenis makanan ini mengandung komposisi gula, lemak, garam, dan berbagai bahan aditif lainnya dalam jumlah tinggi, sehingga menyebabkan hyper palatabilitas, atau sensasi kelezatan tinggi yang membuat makanan tersebut lebih memuaskan dan sulit ditolak dibandingkan makanan alami. Kondisi ini dapat menghasilkan respons dopamin yang lebih tinggi, sehingga otak belajar bahwa UPF memberikan reward tinggi dalam waktu yang cepat.
Kondisi UPF menghasilkan respons dopamin yang lebih tinggi dibanding makanan alami ini berkaitan dengan konsep dopaminergic sensitization, yaitu kondisi ketika sistem dopamin menjadi semakin responsif terhadap pemicu yang berulang. Semakin sering seseorang mengonsumsi UPF, semakin sensitif pula sistem reward otaknya terhadap hal yang berkaitan dengan UPF, sehingga rasa cravingnya akan meningkat. Akibatnya, seseorang akan merasa ingin terus makan walau tidak lapar, dan kesulitan untuk berhenti makan.
Avena dan kolega (2024) mengatakan bahwa mengonsumsi UPF terlalu tinggi akan berdampak pada penurunan kontrol impuls. Impulsivitas adalah kemampuan untuk menunda respons dan mempertimbangkan konsekuensi, kondisi ini bergantung pada fungsi prefrontal korteks. Namun jika tubuh terlalu sering didominasi UPF berulang-ulang, kemampuan regulasi diri dapat melemah. Ketidakseimbangan antara reward sistem dan kontrol eksekutif ini membuat seseorang sebenarnya sadar bahwa makan berlebihan itu berisiko, tetapi dia tetap kesulitan untuk menahan dorongan tersebut (Hall & Kahan, 2018).
Jika konsumsi UPF dihentikan secara spontan, gejala withdrawal akan muncul, seperti iritabilitas, perubahan mood, dan peningkatan craving (Avena et al., 2024). Meskipun reaksi yang ditimbulkan belum sekuat reaksi pada narkotika, namun gejala ini menguatkan hipotesis bahwa UPF memiliki potensi adiktif melalui mekanisme neurobiologis yang memengaruhi emosi dan regulasi reward.
Strategi untuk Mengatasi Dampak Konsumsi UPF
Berdasarkan perspektif dari neurosains kesehatan masyarakat, temuan ini memberikan pengaruh yang besar. UPF bukan sekedar makanan yang tidak sehat, namun kelompok makanan yang dapat mengubah cara otak merespons makanan secara umum. Ketika dopamin didorong terus-menerus hingga menghasilkan dopamin yang berlebihan dan kontrol impuls melemah, upaya untuk menjaga pola makan dan gaya hidup sehat akan semakin sulit. Hal ini memperkuat alasan mengapa strategi edukasi saja tidak cukup tanpa kebijakan pendukung seperti pembatasan iklan produk UPF, penyusunan ulang komposisi UPF, dan strategi harga pemasaran UPF supaya tidak terlalu terjangkau, dan pembatasan akses UPF kepada kelompok rentan.
Dapat disimpulkan dalam risalah ini memberikan gambaran bahwa UPF mampu mengambil alih sistem reward otak melalui mekanisme dopamin dan impulsivitas. Meskipun tidak sepenuhnya mirip dengan reaksi adiksi obat, namun pola perubahan yang terjadi pada neurobiologis yang muncul mirip dapat menimbulkan kekhawatiran. Pemahaman ini penting sebagai dasar dalam langkah strategis melaksanakan kesehatan masyarakat dan edukasi tentang dampak neurologis konsumsi UPF. Dengan demikian, persoalan UPF perlu dipandang sebagai isu neurobiologis, bukan hanya isu nutrisi.
Avena, N. M., Gearhardt, A. N., Gold, M. S., Wang, G. J., & Potenza, M. N. (2024). Ultraprocessed food consumption and addictive-like eating: A review of evidence and neurobiological mechanisms. Current Obesity Reports, 13(2), 123–137.
Hall, K. D., & Kahan, S. (2018). Maintenance of lost weight and long-term management of obesity. Medical Clinics of North America, 102(1), 183–197.
National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine. (2024). Ultraprocessed food consumption patterns across age groups: Findings from U.S. dietary surveillance 2021–2023. Washington, DC: The National Academies Press.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”




































































