Di era media sosial, hampir setiap momen berharga—dari makan bersama teman, jalan-jalan singkat, hingga acara keluarga—sering kali tidak lepas dari kamera. Fenomena “ngonten tiap momen” sudah menjadi gaya hidup, di mana aktivitas sehari-hari diabadikan untuk diunggah ke publik. Namun, pertanyaan penting muncul: apakah kita benar-benar mengabadikan momen, atau justru kehilangan esensi dari momen itu sendiri?
Mengabadikan untuk Kenangan dan Eksistensi
Dokumentasi digital memang punya sisi positif. Foto dan video menjadi cara mudah menyimpan kenangan agar bisa dikenang kembali. Selain itu, berbagi momen di media sosial memberi rasa koneksi dengan orang lain—seakan-akan kita tidak sendirian dalam menjalani hidup.
Bagi sebagian orang, aktivitas ini juga menjadi bentuk ekspresi diri dan identitas digital. Apa yang dibagikan mencerminkan siapa kita, apa yang kita sukai, dan bagaimana kita ingin dilihat oleh orang lain.
Risiko: Hidup Demi Konten
Namun, ada sisi lain yang tak bisa diabaikan. Terlalu sibuk merekam bisa membuat kita abai menikmati momen secara nyata. Alih-alih larut dalam tawa bersama teman, kita sibuk mencari angle terbaik. Alih-alih fokus pada konser, tangan justru terangkat tinggi memegang ponsel.
Fenomena ini membuat banyak orang seakan hidup demi konten, bukan demi pengalaman asli. Momen yang seharusnya emosional dan berkesan bisa berubah menjadi sekadar bahan postingan.
Tekanan Sosial dan Fear of Missing Out (FOMO)
Budaya ngonten juga dipengaruhi tekanan sosial. Ada dorongan untuk menunjukkan kehidupan yang seru, produktif, atau estetik agar tidak ketinggalan tren. Sayangnya, hal ini bisa memunculkan rasa cemas, membandingkan diri dengan orang lain, bahkan menurunkan kualitas kebahagiaan itu sendiri.
Alih-alih menikmati, kita justru sibuk membuktikan. Alih-alih hidup di saat ini, kita terjebak pada bagaimana momen itu akan terlihat di layar orang lain.
Menemukan Keseimbangan
Mengabadikan momen tidaklah salah. Justru, foto dan video bisa menjadi harta berharga ketika suatu saat dikenang kembali. Namun, keseimbangan perlu dijaga. Ada kalanya kamera perlu diturunkan, agar kita benar-benar hadir dan merasakan suasana dengan sepenuh hati.
Karena pada akhirnya, kenangan terindah tidak selalu ada di galeri ponsel, tetapi di dalam ingatan dan perasaan yang kita alami saat itu.
Kesimpulan
Budaya “ngonten tiap momen” mencerminkan keinginan manusia untuk merekam dan berbagi kehidupan. Tetapi jika dilakukan berlebihan, ia justru bisa membuat kita kehilangan makna asli dari momen tersebut.
Hidup tidak harus selalu terdokumentasi. Terkadang, yang paling berharga adalah momen yang kita simpan untuk diri sendiri, bukan untuk dilihat semua orang.
Penulis: Enjelin Amanda Dewi
Sumber gambar: canva.com