“No Viral, No Justice”. Ungkapan pahit ini telah menjadi cerminan krisis kepercayaan publik terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang kini berada di titik terendah. Di tengah serangkaian skandal besar dan warisan budaya militeristik yang represif, RUU Polri terbaru justru mengancam menarik institusi ini kembali ke era absolut dengan menjadikannya “lembaga super” yang kebal pengawasan.
Akar masalahnya sistemik. Laporan Kontras (Juli 2023-Juni 2024) mencatat 641 hingga 645 peristiwa kekerasan oleh polisi, sementara Komnas HAM secara konsisten menempatkan Polri sebagai institusi yang paling banyak diadukan. Ditambah politisasi institusi yang melahirkan julukan sinis “Parcok” (Partai Coklat), korupsi yang diberi nilai ‘E’ oleh ICW, serta gaya hidup hedonis, jurang antara polisi dan rakyat semakin dalam.
Namun, harapan untuk perbaikan masih ada. Berikut adalah 6 langkah konkret untuk mereformasi total Polri dan mengembalikan kepercayaan publik:
3 Langkah Cepat Jangka Pendek:
1. Wajibkan Kamera Tubuh (Body-Worn Cameras) Nasional: Ini adalah alat pengawasan paling efektif untuk mengurangi kekerasan di lapangan, mencegah pungli, dan menyediakan bukti objektif saat terjadi pelanggaran.
2. Ciptakan Sistem Pengaduan Publik yang Transparan: Untuk melawan fenomena “No Viral, No Justice,” Polri harus membangun portal pengaduan nasional di mana pelapor bisa melacak perkembangan kasusnya secara real-time.
3. Hentikan Gaya Hidup Hedonis: Menegakkan aturan internal tentang larangan hidup mewah adalah langkah simbolis kuat yang menunjukkan empati dan komitmen Polri untuk menjadi bagian dari masyarakat, bukan elite terpisah.
3 Fondasi Perubahan Jangka Panjang:
1. Rombak Struktur Kelembagaan: Posisi Polri yang langsung di bawah Presiden terbukti problematis. Solusinya adalah model hibrida: tempatkan Polri di bawah kementerian sipil untuk kebijakan dan anggaran, sambil membentuk Komisi Kepolisian Nasional yang berdaya untuk mengawasi standar profesional.
2. Revolusi Pendidikan di Akpol dan SPN: Kurikulum pendidikan harus dirombak total, meninggalkan paradigma militeristik dan beralih ke mentalitas pelayanan (guardian, not warrior). Fokus utama harus pada de-eskalasi konflik, HAM, dan etika pelayanan.
3. Audit Total Anggaran: Lakukan audit investigatif terhadap semua sumber pendanaan, termasuk dana non-APBN yang diduga menjadi bahan bakar faksionalisme dan impunitas. Arahkan anggaran untuk kualitas pelayanan, bukan hanya membeli peralatan represif.
Reformasi Polri bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menyelamatkan demokrasi. Tujuannya bukan untuk melemahkan, tetapi memperkuat negara dengan memastikan penegak hukumnya benar-benar bekerja untuk rakyat.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”