Beberapa tahun lalu, pembayaran secara tunai hampir selalu terjadi saat berbelanja di toko terdekat, pedagang kaki lima, dan UMKM. Uang kertas dan koin menjadi penghuni tetap dompet dan selalu digunakan. Namun kini, transaksi dapat selesai dalam hitungan detik, hanya dengan mengeluarkan gawai, membuka aplikasi e-wallet atau m-banking, dan scan kode QR. Sistem baru ini menggambarkan adanya pergeseran budaya transaksi dan menjadi wajah baru sistem transaksi digital di Indonesia.
QRIS atau Quick Response Indonesian Standard, diluncurkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) 17 Agustus 2019 untuk menyatukan berbagai sistem pembayaran digital. One code for all, menjadi inovasi strategis dan simbol dari perubahan sosial ekonomi di Indonesia.
Bank Indonesia mencatat lebih dari 57 juta pengguna dan 39 juta merchant yang telah menggunakan QRIS sebagai sistem pembayaran digital pada Semester 1 tahun 2025 ini. Dengan didominasi oleh UMKM, transaksi menggunakan QRIS mencapai 6,05 miliar yang senilai dengan 576 triliun rupiah. Angka ini menunjukkan bahwa inovasi pembayaran digital telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat, bukan lagi trend semata. Lalu bagaimana bisa QRIS berkembang dengan begitu pesat?
Jika dilihat dari kacamata sosiologi ekonomi, kesuksesan QRIS tidak hanya karena teknologi semata. Dalam perspektif embeddedness, aktivitas ekonomi tidak pernah berdiri sendiri, melainkan selalu melekat pada jaringan sosial, nilai, dan budaya yang ada di masyarakat. Sama halnya dengan QRIS yang dapat diterima luas karena adanya kepercayaan sosial.
Masyarakat Indonesia memiliki budaya sosial yang kuat, seperti saling percaya, suka berjejaring, dan cepat mengikuti kebiasaan baru. Banyak orang yang mulai menggunakan QRIS karena mengikuti lingkungan sekitar yang sudah memakainya, bukan karena memahami detail teknologinya. Fear of Missing Out (FOMO) juga dapat menjadi alasan yang sangat sosial. Dengan kata lain, kesuksesan QRIS bukan hanya karena inovasi teknologi dan digital, namun juga adanya kepercayaan sosial yang terbentuk di suatu kelompok masyarakat.
Saat ini, QRIS bukan sekadar alat pembayaran, tetapi juga menjadi kebiasaan sosial. Pembayaran secara digital menggunakan QRIS dianggap lebih modern dan efisien. Di kalangan Gen-Z, muncul kebiasaan baru yaitu split bill menggunakan QRIS saat nongkrong di suatu cafe. Tak hanya itu, pembayaran tarif parkir atau kotak amal di masjid pun kini dapat dilakukan dengan satu kode QRIS.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem pembayaran QRIS telah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Pedagang pasar, ojek pengkolan, hingga penjual kaki lima mulai menerima pembayaran QRIS karena dianggap praktis dan ingin mengikuti zaman. Selain itu, budaya baru ini juga memperlihatkan bagaimana norma sosial ikut membentuk perilaku ekonomi. Pergeseran sistem transaksi tunai menjadi non-tunai memunculkan norma baru di masyarakat, yakni membawa uang tunai dianggap ribet dan lebih memilih cashless.
Bagi pelaku UMKM, QRIS menjadi langkah strategis dan visioner untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif. Pedagang kecil yang semula hanya mengandalkan transaksi tunai, kini mulai terbiasa dengan pembayaran digital. UMKM dan pedagang yang tidak memiliki rekening bank dapat masuk ke ekosistem keuangan digital tanpa menghadapi biaya yang tinggi dan infrastruktur kompleks yang terkait dengan sistem konvensional.
Sebelum ini, pembayaran digital membutuhkan perangkat Electronic Data Capture (EDC) yang mahal dan rekening bank, tetapi sekarang hanya dengan satu kode QR. QRIS tidak hanya memudahkan transaksi UMKM, tetapi juga menjadi cara untuk beradaptasi dengan perubahan sambil memenuhi keinginan konsumen yang lebih memilih metode digital.
Keberhasilan sistem pembayaran digital QRIS sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat. Perspektif embeddedness juga menunjukkan bahwa teknologi pembayaran digital hanya bisa bertahan jika didukung kepercayaan sosial. Dalam situasi ini, pembeli harus yakin bahwa saldonya telah diterima, penjual percaya saldonya sudah dikirim, dan semua pihak mempercayai sistem perbankan yang mendasari QRIS.
Di Indonesia, QRIS lahir dari peran besar pemerintah, Bank Indonesia, dan ASPI. Teknologi ini didasarkan pada kebijakan keamanan dan perlindungan konsumen. Menariknya, QRIS meningkatkan hubungan interpersonal. Pelanggan dapat dengan mudah melakukan donasi digital di tempat ibadah atau memberikan ‘terima kasih’ kepada penjual. Transaksi menjadi lebih real time dan personal. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun uang berfluktuasi, maknanya tetap sosial.
Meski terlihat berhasil, transformasi tunai menjadi non-tunai ini belum merata. Di daerah dengan koneksi internet terbatas, QRIS masih belum banyak digunakan atau bahkan belum digunakan sama sekali. Sebagian masyarakat masih masih belum terbiasa dengan adanya sistem pembayaran digital, sebagian lain masih ragu untuk maju karena khawatir akan keamanan transaksi dan potensi penipuan online. Selain itu, banyak pelaku UMKM dan pedagang kecil yang telah berusia lanjut sehingga sulit untuk mengikuti perkembangan digital.
Dalam hal ini, sangat penting untuk memahami bahwa teknologi tidak dapat dipaksakan tanpa mempertimbangkan hubungan sosialnya. Konsep embeddedness mengingatkan bahwa ekonomi digital harus berpijak pada realitas masyarakat, mulai dari infrastruktur, budaya, dan kebiasaan lokal. QRIS tidak akan efektif tanpa literasi digital dan kepercayaan masyarakat. Meskipun QRIS hanya tampak seperti inovasi teknologi, QRIS menunjukkan bahwa ekonomi tidak hanya mengenai angka, tetapi juga tentang interaksi sosial, adaptasi, dan kepercayaan.
Dalam dunia digital saat ini, keberhasilan ekonomi tidak hanya diukur dari seberapa cepat transaksi terjadi, tetapi juga dari seberapa jauh keberhasilan itu dapat mempengaruhi nilai sosial masyarakat. Sama halnya dengan QRIS, yang menunjukkan bahwa teknologi dapat berhasil karena embedded, yaitu tertanam dalam jaringan sosial dan budaya yang ada.
REFERENSI
Bank Indonesia. (2025). QRIS Jelajah Indonesia 2025 Dorong Digitalisasi Dengan Wisata Budaya. Diakses pada 14 Oktober 2025, dari https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2717025.aspx
DBS digibank. (2024). Sejarah QRIS di Indonesia dan Manfaatnya Hingga Kini. DBS. Diakses pada 14 Oktober 2025, dari https://www.dbs.id/digibank/id/id/articles/sejarah-qris-di-indonesia-dan-manfaatnya-hingga-kini
Kominfo. (2023). Pembayaran di ASEAN Lebih Praktis dengan QRIS. Diakses pada 14 Oktober 2025, dari https://asean2023.id/id/news/qris-simplifies-payments-in-asean-countries
Putri, N. I., Munawar, Z., & Komalasari, R. (2022). Minat Penggunaan QRIS Sebagai Alat Pembayaran Pasca Pandemi. Prosiding Sisfotek, 6(1), 155-160.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”