Sejak 2010, Pak Ismin menapaki jalan pertanian dari sawah ke kebun dengan komoditas utama padi, lalu merambah cabai sekitar lima tahun terakhir, serta mencoba buah-buahan seperti melon ketika peluangnya datang. Ia memulai bukan dari lahan milik, melainkan dari “titipan” dua petak tanah kawan yang kemudian bertambah satu‑dua petak tiap tahun hingga kini mengelola 23 petak, sebuah bukti ketekunan mengembangkan usaha secara bertahap. Di balik cerita itu, ada realitas yang akrab bagi petani kecil: sebagian besar lahan digarap dengan skema gadai, garap, atau sewa karena membeli tanah dianggap terlalu berisiko di wilayahnya.
Dalam operasional, padi dikelola mandiri, sedangkan cabai dan buah mendapat sokongan dari jejaring pasar induk—relasi dagang yang menjadi penopang ketika modal seret dan panen sudah mulai terlihat di lahan. Untuk satu musim cabai (±80–90 hari), kebutuhan modalnya terperinci dan terasa berat di ongkos tenaga kerja, menggambarkan betapa intensifnya perawatan cabai dari bedengan hingga petik. Di sisi lain, pengalaman mengakses pembiayaan formal membuatnya kecewa bahkan untuk menarik tunai nominal besar harus “booking” beberapa hari sehingga ia lebih memilih BRILink dan dukungan modal dari jejaring pasar setelah memperlihatkan bukti tanaman yang siap jalan panen.
Rincian biaya yang disebut Pak Ismin untuk satu hektar cabai menunjukkan anatomi modal yang konkret sekaligus menantang:
• Kontrak lahan sekitar Rp1.500.000 per musim.
• Olah lahan dan pembuatan bedengan sekitar Rp3.000.000.
• Mulsa plastik untuk menutup bedengan sekitar Rp3.600.000.
• Ajir/tuturut penyangga tanaman sekitar Rp2.400.000.
• Pupuk dasar (termasuk kapur sebelum ditutup mulsa) disiapkan di tahap awal tanam.
• Pestisida dan insektisida pencegahan serangan trips masing‑masing sekitar Rp1.000.000.
• Pupuk NPK Mutiara untuk pemeliharaan tanaman sekitar Rp4.000.000 (sekitar Rp1.000.000 per karung 50 kg).
• Tenaga kerja perawatan dua orang hingga panen sekitar Rp30.000.000 per musim.
Ketika akses kredit perbankan (termasuk skema KUR) sukar diraih, Pak Ismin mengandalkan cara yang sangat “lapangan”: mengirim foto tanaman cabai yang sudah pentil atau mendekati panen ke mitra di pasar induk, lalu modal cair di hari yang sama pragmatis, berbasis kepercayaan, dan bukti visual di lahan. Teknologi hemat biaya seperti irigasi tetes belum ia adopsi karena faktor kualitas air setempat yang berasal dari saluran pembuangan perumahan, berpotensi menyumbat sistem, sehingga pilihan paling realistis baginya adalah tenaga manual dibantu pompa biasa. Dari sudut pandang mahasiswa, kisah ini menegaskan bahwa “akses modal” bukan hanya soal program, melainkan ekologi sosial serta relasi pasar, mutu sarana prasarana lokal, dan kalkulasi risiko harian yang menentukan strategi usaha petani kecil seperti Pak Ismin.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”